Bab 4 | Hanya Satu Kesempatan

1599 Kata
Devin langsung menelan ludahnya susah payah mendengar amarah bosnya itu. Di sampingnya, gadis yang mengenalkan dirinya secara tidak langsung bernama Rayya menatapnya dengan tatapan memohon dan tangan yang disatukan di depan d**a. “Devin … Please?” Bisik gadis itu yang bahkan sudah sok akrab memanggil namanya padahal mereka belum berkenalan secara langsung. Tapi Devin juga membutuhkan Rayya untuk menyelamatkannya dari kiamat kecil perkara lidah bosnya yang super rewel itu. Beberapa kali saat bosnya makan sesuatu yang tidak cocok dengan lidahnya, maka perutnya juga akan melakukan protes dan berujung diare. Itu lebih mengerikan bagi Devin. Dia beberapa kali sudah mengalaminya dan tidak ingin menambah masalah hidup dengan mengurusi hal konyol seperti itu. Hal konyol yang bisa jadi hal mematikan jika dia tidak segera mengambil tindakan. Devin memberanikan diri untuk menyuarakan pendapatnya, berharap jika lidah bosnya itu cocok dengan masakan wanita asing yang sepertinya terlihat memiliki pribadi yang menyenangkan, mungkin ke depannya mereka bisa menjadi partner kerja yang saling mendukung. “Saya … hanya menawarkan solusi yang memungkinkan, Pak, karena, Pak Rayyan, tau sendiri, kan? Menghubungi para koki profesional yang memiliki jam terbang tinggi apalagi harus melalui uji coba dulu rasanya sedikit mustahil dilakukan dalam waktu beberapa jam saja, terlebih ini sudah malam.” Rayya tersenyum mendengar ucapan Devin, dia memberikan senyum manisnya dengan tangan yang membentuk tanda cinta di depan wajahnya pada Devin. Rayyan yang masih memperhatikan gerak-gerik wanita asing yang sudah melakukan hal lancang padanya hanya bisa mendengus sinis. Devin sendiri pun langsung menggigit bibirnya melihat tanda cinta yang diutarakan Rayya. Rasanya yang dikatakan bosnya benar, wanita yang duduk di samping kursi kemudi ini benar-benar gila. Tapi sekali lagi, Devin tidak memiliki pilihan lain. “Jika Pak Rayyan tidak cocok dengan masakannya kita bisa langsung menendangnya keluar, Pak? Bagaimana?” Kini Rayya langsung mendelik pada Devin atas ucapan pria itu, yang awalnya Rayya memberikan tanda cinta kali ini justru jari tengahnya yang mengacung ke arah Devin dengan tatapan marah. Devin langsung mendelik kesal dengan ketidaksopanan Rayya. Namun, di bangku belakang, Rayyan justru sedang menahan tawasnya sebisa mungkin, bibirnya sudah gemetar ingin tertawa. Wanita itu, benar-benar sinting. Bisa-bisanya tingkah dan ucapannya selalu diluar nalar, dan tidak sopan. Tatapan matanya saat mengacungkan jari tengah pada Devin benar-benar menggelikan. Sial! Rayyan langsung terkesiap, kenapa dia justru sibuk memperhatikan setiap ekspresi wanita gila itu?! Dan bahkan bibirnya berkedut menahan tawa? Apa itu cocok dilakukan oleh pria yang baru saja melihat kekasihnya berhubungan badan dengan pria lain? ‘Rasanya kamu menjadi sinting juga, Rayyan.’ Rayyan menggeram kesal dalam hati. “Atau jika misal ternyata Pak Rayyan cocok dengan makanannya tapi tidak cocok dengan orangnya, dia bisa menjadi koki pribadi Pak Rayyan untuk sementara sampai kita menemukan koki yang baru. Setidaknya, untuk penerbangan Pak Rayyan ke Macau besok semuanya aman terkendali, Pak.” Devin kembali melanjutkan dan memberikan keyakinan pada bosnya yang masih belum menanggapi usulannya. “Kenapa saya merasa jika kamu terlihat sangat yakin saya akan cocok dengan masakan gadis jadi-jadian ini?” Rayyan kembali berkata dengan nada sinis. “Ih, Abang, Rayya gadis tulen, ya!” Rayya protes dengan tatapan kesalnya. Pun Devin kembali menggigit lidahnya untuk menahan tawa dengan setiap respon yang diberikan oleh Rayya. “Diam kamu!” Rayyan mendelik tajam, membuat Rayya langsung mengatupkan bibirnya rapat. “Bagaimana, Pak? Selagi Pak Rayyan menyeleksinya, saya akan mencari dan menghubungi kandidat lainnya malam ini juga.” Rayyan menghela napas kasar sambil mendecak keras, menatap Rayya sambil melotot, sedang Rayya justru membalasnya dengan senyum manis dan mata yang mengedip-ngedip. “Rayya ngga akan ngecewain Abang, kok. Rayya janji.” Rayya menunjukkan tanda peace-nya, yang membuat Rayyan langsung mendengus dan memalingkan wajahnya, tidak menyangka jika dia harus berurusan lebih panjang dengan wanita sinting itu. “Ke apartemen saya, Devin.” Mendengar jawaban itu membuat Devin menghela napasnya lega, setidaknya ada harapan dirinya selamat dari kiamat kecil untuk beberapa hari ke depan. Entah kenapa, dia memiliki feeling jika Rayya bisa menaklukan lidah bosnya itu, semoga saja feeling-nya benar. “Apartemen yang mana, Pak?” “Yang terdekat dari sini.” “Berarti apartemen yang biasa dipakai Karin, Pak?” Tanya Devin yang langsung menggigit lidahnya setelah menanyakan itu. Pria itu seperti menyulut emosi bosnya yang baru saja putus dengan kekasihnya. “Kamu lupa apa yang sayang perintahkan sebelumnya tentang apartemen itu?!” Rayyan kembali membentak dan itu membuat Devin langsung meringis diam-diam. “Maaf, Pak. Berarti ke Le Parc, ya, Pak.” Devin mulai melajukan mobilnya. Sedang Rayya di kursinya diam-diam terlihat menegang sambil memeluk erat tasnya, dia memalingkan wajahnya ke jendela samping dengan embusan napas yang dia buat sepelan mungkin. Di minimarket tadi dia sudah mengecek semua isi tasnya, selain ada uang dan dokumen-dokumen identitas dirinya. Rayya juga melihat ada sebuah ijazah jika dia lulusan dari salah satu universitas di manajemen kuliner. Bukan hanya itu saja, ada beberapa sertifikasi kompetensi chef atas namanya juga sebuah CV yang dipersiapkan Arsa. Abangnya itu, mempersiapkan pelarian dirinya sejauh ini, bukan hanya berupa sebuah bekal materi, namun juga sesuatu yang Rayya butuhkan untuk melanjutkan dan bertahan hidup setelahnya. Ada sebuah memo kecil yang membuat Rayya menangis saat membacanya tadi. -Rayya, maaf atas hidup kamu yang mengerikan karena keluarga Abang. Abang coba melakukan yang terbaik untuk membuat kamu tetap hidup dengan baik di luar sana. Semua dokumen kamu Abang yang jamin keamanannya, jangan khawatir apa pun di masa depan. Fokuslah menata hidup kamu.- Setelah membacanya, Rayya langsung menyobek-nyobek memo itu untuk menghilangkan barang bukti, cukup dirinya dan Bang Arsa yang mengetahui semua kepalsuan ini. Dia hanya ingin hidup seperti manusia normal lainnya, dan semoga, memang jalannya bertemu dengan pria bernama Rayyan itu membuat takdir baik berpihak padanya. Rayya mengikuti langkah kedua pria matang di depannya itu dengan perasaan was-was, dia mengambil topi di dalam tasnya dan memakainya hingga menutupi setengah wajahnya. Jalannya terus menunduk dan tetap mengikuti langkah kaki mereka. Baru saat akhirnya mereka memasuki sebuah unit, saat itu Rayya berani mendongak. Rayya tidak memiliki waktu untuk memindai dan menilai seberapa indah apartemen pria itu karena suara Rayyan sudah lantang memanggilnya. Yang jelas, unit apartemennya lebih dari mewah. “Abang, ngomong-ngomong kita belum kenalan, loh.” Rayya mendekat pada pria yang sudah menjatuhkan tubuhnya dengan santai di sofa. “Rayya Kirana.” Rayya mengulurkan tangannya pada Rayyan dengan senyum yang manis. Meski diam-diam menghela napasnya pelan. Untuk pertama kalinya, dia mengenalkan nama barunya pada seseorang yang belum dia ketahui dengan baik asal-usulnya. “Abang, tak kenal maka tak sayang, loh. Kita bakal jadi partner abis ini.” Rayya mengayun-ayunkan tangannya di depan Rayyan karena pria itu tidak juga menyambutnya. Senyumnya tetap terlihat manis. “Percaya diri sekali kamu, dalam satu jam juga kamu akan saya tendang keluar.” Ucap Rayyan mendecih dan menepis uluran tangan wanita itu. “Awas, ya, ketagihan sama masakan Rayya.” Rayya tetap terlihat percaya diri, lalu dia berbalik mengulurkan tangannya pada Devin. Dan kali ini Devin menyambutnya, membuat Rayya tersenyum lebar bahkan menjabat tangan pria itu dengan sedikit kuat karena terlalu bersemangat. “Devin Mahendra. Semoga berhasil, Rayya.” Devin mengedipkan matanya sebagai bentuk dukungan, kekesalannya karena Rayya yang tadi mengacungkan jari tengah padanya hilang begitu saja. Wanita itu terlihat memiliki pribadi yang menyenangkan, berisik dan mampu menghidupkan suasana, perasaan tegang Devin setiap bersama bosnya entah menghilang ke mana sejak ada Rayya di tengah-tengah mereka. Astaga! Bahkan belum ada tiga puluh menit dia mengenal Rayya, namun Devin sudah merasakan perubahan yang positif dan membuat tekanan kerjanya berkurang begitu saja. “Saya ingin mie goreng jawa yang super pedas!” Suara dingin Rayyan menginterupsi momen hangat yang sempat tercipta karena Devin yang memberikan dukungan. “Cepat buatkan!” Rayyan kembali membentak, dan itu membuat Rayya langsung menelan ludahnya kelat. Tingkatan pedas seseorang jelas berbeda-beda, dan sepertinya pria itu sengaja ingin membuatnya gagal dan langsung menendangnya malam ini juga. Tidak! Rayya tidak akan kalah dan tidak akan membiarkan dirinya ditendang sebelum memulai. “Apa yang kamu lakukan, Devin! Cepat bekerja dan cari kandidat selanjutnya untuk kita seleksi malam ini!” Rayyan kembali mengeluarkan amarahnya. Hal itu membuat Devin langsung mengangguk dan membuka tas laptop yang tadi di bawanya. Pria itu terlihat pergi menuju ke meja kerja yang ada di salah satu sudut dekat ruangan dengan televisi besar di sana. “Cepat ke dapur kamu! Kesempatan kamu hanya satu kali!” Rayyan kembali berteriak dan itu membuat Rayya langsung mengangguk cepat dan melesat ke arah dapur. Rayya menggigit jemarinya dengan tangan yang sedikit gemetar dan perasaan gugup luar biasa. Dia tidak memiliki klue apa pun tentang selera dan jenis rasa seperti apa yang dominan disukai oleh lidah pria itu. “Berpikir Rayya … Berpikir … Ini tentang hidup dan mati kamu juga. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun, besok kamu harus ikut terbang ke Macau.” Rayya menarik napasnya panjang sambil mengembuskannya perlahan, mencoba untuk menjernihkan pikirannya dan berpikir dengan baik apa yang harus dia lakukan. Dapur bukanlah hal yang asing untuknya, berbagai jenis masakan mulai dari masakan nusantara hingga western food telah dia buat sepanjang hidupnya sejak dia masih usia belia, dan seharusnya permintaan sederhana pria itu bukanlah sesuatu yang sulit. Sedang Rayyan di ruang tamu langsung merebahkan tubuhnya di sofa tanpa mau melepas sepatunya. Menutup mata dengan lengannya dan pikirannya langsung berkelana begitu saja tanpa bisa dia cegah. Alih-alih memikirkan pengkhianatan Karin, pikirannya justru berkelana pada wanita yang memiliki nama hampir sama dengannya dan segala kelakuan gilanya yang bahkan sudah berani mencuri ciuman di bibirnya. Siapa gadis itu sebenarnya dan dari mana dia berasal? Bagaimana dengan keluarganya dan apa yang dia lakukan sampai dikejar oleh tiga pria berbadan besar itu? ‘Aish! Persetan dengan itu Rayyan, kamu akan segera menendangnya setelah ini!’ Dia mengumpat dalam hati dengan pikirannya yang semakin kacau.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN