Rayya terkekeh melihat Lova yang seperti anak kecil. Wanita hamil itu terus menatapnya dengan tatapan mendamba yang penuh cinta. Mereka sudah saling duduk bersandar di kepala ranjang dengan tangan Lova yang terus menggenggam tangan kakaknya. “Kak.” Bisiknya mendongak sambil menatap penuh senyum pada Rayya. “Kenapa, Va?” Rayya pun menepuk-nepuk punggung tangan adiknya itu dengan rasa haru yang membuncah. Dulu, dia pikir dia tidak akan pernah lagi bisa bertemu dengan Lova setelah hari perpisahan mereka di pulau, tidak menyangka kini mereka bahkan bisa bersendagurau dan bercengkrama dengan rasa nyaman dan bahagia. “Kita sudah sejauh ini, ya, Kak.” Lirih Lova meremas-remas tangan Rayya. Angan Lova langsung melanglang buana pada hari demi hari menyedihkan juga melelahkan yang dia la