Happy Reading. Levina memasukkan ponselnya ke dalam tas dengan gerakan cepat sebelum berpamitan dengan klien yang sejak tadi membicarakan kerja sama proyek desain interior. Meski senyum masih terpasang di wajahnya, pikirannya sudah tidak lagi fokus. Ada suara lirih dari hati kecilnya yang terus berulang—suara yang membuat dadanya terasa sesak sejak panggilan telepon itu datang. Tadi, seseorang yang berbicara di ujung telepon bukan Nenek Sofia sendiri, melainkan Rose, pelayan tua yang sudah seperti bagian keluarga. Suara Rose terdengar gemetar, penuh kekhawatiran. Katanya, Nenek sedang sakit dan sangat ingin bertemu dengan cucunya. Levina tidak sempat bertanya lebih jauh. Yang dia tahu, hatinya langsung terasa hangat dan dingin dalam waktu bersamaan—hangat karena rindu, dingin karena ras

