12. Ayo Bersenang-Senang

1010 Kata
Ivone langsung menelisik kondisi luar melalui jendela. Rupanya tidak ada siapa pun. Bulu kuduknya tetiba berdiri. Ia pun segera menutup jendela. Segera ia berlari keluar kamar, menemui Kusnul. “Bu! Aku nanti tidur di kamar Ibu ya?” “Kenapa? Tumben?” “Pengen aja.” *_* Beberapa hari ini, Ivone merasa ada yang mengintai atau mengikuti. Entah siapa. Atau mungkin hanya perasaannya saja. Wanita itu selalu memasang kewaspadaan. Sampai-sampai tidak berani tidur sendiri dan selalu tidur di kamar sang ibu. “Kenapa perasaanku nggak enak terus, ya? Seperti ada tatapan yang selalu mengintai. Kurasa ini ulah Sam. Pria itu mengincar karena ingin menghabisiku.” Ivone meraba tengkuk. Merinding. “Tapi buat apa dia melakukan itu? Bukankah udah kuselamatkan nyawanya? Atau mungkin karena dia takut aku buka mulut? Tapi buka mulut tentang apa juga?” Ivone menggeleng, mengusir pikiran buruk itu. Kalaupun itu orang-orangnya Sam, bukankah sudah dilakukan sejak dulu? Kenapa baru sekarang? Sejak merasakan hal aneh itu, Ivone tidak mau sendirian. Ia selalu bersama orang lain. Jika di kantor, ia selalu membaur dengan karyawan lain. Jika ada tagihan, ia meminta diantar sopir untuk ikut masuk kantor tempat yang ditagih. Jika di rumah, selalu bersama sang ibu. Ketika di jalan, ia juga selalu memasang kewaspadaan. Lalu kadang muncul pikiran buruk lain. Jangan-jangan itu Komar? Sebab kata Yono, Komar tengah mengincar. Keresahan Ivone, diceritakan pada Yama ketika pria itu telepon. Meskipun hubungan keduanya sedikit merenggang, tetap saja tidak bisa langsung putus dan menghilangkan kebiasaan saling berbagi cerita. Ivone juga tidak bisa dengan mudah melepaskan sang kekasih begitu saja sesuai permintaan ibunya. “Mungkin hanya perasaanmu saja, Iv. Tapi langkahmu benar. Jangan sampai sendiri. Seminggu lagi aku balik. Nanti kutemani. Tapi sayang harus balik lagi setelah itu.” “Sumpah aku beneran takut, Mas. Gimana kalo nyawaku sedang diincar?” “Jangan melantur. Berprasangka baik saja. Oh ya, kamu mau dibawakan apa saat aku balik nanti?” “Nggak usah. Makasih.” Yama memang orang asli Kalimantan. Ia sering bolak-balik Jawa karena mengurusi pekerjaan. Hanya saja, keresahan Ivone tidak diceritakan pada sang ibu. Ia takut ibunya jadi kepikiran dan nanti malah kembali drop. Hari ini meskipun pikirannya selalu merasa tidak tenang, Ivone tetap bekerja seperti biasanya. Seperti biasa juga, Komar selalu membuatnya kesal dengan memberi bertumpuk-tumpuk pekerjaan padahal sebenarnya itu tugas Leni. “Tenang, nanti kubantu,” bisik Leni menenangkan. Benar saja, setelah Komar pergi, Leni membantunya. “Asem bos satu itu!” umpat Ivone. “Sabar. Ntar kita sant3t bareng-bareng.” Keduanya tergelak. Akhirnya dengan dibantu Leni, Ivone mengerjakan laporan mengenai croscek barang antara jumlah keseluruhan barang yang dimiliki perusahaan dikurangi barang yang ada di gudang dan yang ada di lapangan atau yang sedang disewa. Leni dan Ivone akhirnya lembur karena Komar ingin laporan selesai besok. Siti yang tidak tega, juga ikut turun membantu. Sampai-sampai, gara-gara ditekan pekerjaan begitu banyak, jadi lupa dengan ketegangan yang dialami. Jam delapan malam, mereka baru selesai. “Iv, berani pulang sendiri?” tanya Siti. “Kalo kamu masih merasa nggak aman, nginep di rumahku aja.” “Berani kok, Mbak. Insyaallah aman. Bismillah aja.” “Atau di rumahku?” sahut Leni. “Nggak usah, makasih. Kasihan Ibu di rumah sendirian kalo aku nginep di rumah kalian. Ya udah, mumpung belum terlalu larut, aku duluan ya?” Ivone memang menceritakan kegundahannya pada rekan-rekannya. Itulah yang membuat Leni dan Siti juga ikut khawatir. Sayangnya, rumah mereka beda arah semua. Jadi, tidak bisa saling menjaga. “Ivone!” pekik seorang pria sebelum Ivone menjalankan sepeda motor. Leni dan Siti juga belum beranjak. “Aku boleh nebeng?” tanya pria itu lagi. Ia adalah Indra, salah satu tetangga Ivone. “Motorku mogok di dekat sini. Akhirnya aku taruh di bengkel. Sayangnya nggak bisa langsung jadi. Motor harus nginep.” Ivone tersenyum, mengangguk tanpa ragu. Ia justru tenang dan lega sekarang. Karena ada teman saat perjalanan pulang. “Boleh, Mas.” “Mbak Leni, Mbak Siti. Ini Mas Indra tetanggaku. Aku pulang bareng dia aja.” Kedua rekan Ivone mengangguk. “Baiklah. Hati-hati.” Mereka lalu tancap gas lebih dulu. Tersisa Ivone dan Indra. “Mas Indra yang bonceng ya?” “Oke siap. Aku juga udah bawa helmku sekalian tadi. Kok ya pas, mogok deket sini. Trus kepikiran kalau kamu kerja di sekitar sini. Nggak sengaja ini tadi. Kok pas lagi, pas lihat kamu baru mau pulang,” jelas Indra. Ivone mengangguk. Ia naik ke boncengan setelah mesin dinyalakan. Mereka pun melaju. “Iv!” pekik Indra dari depan. Suaranya beradu dengan angin. “Apa, Mas!” balas Ivone tak kalah keras karena suaranya harus berlomba dengan embusan angin yang kencang. “Aku mau jujur. Sebenarnya aku suka sama kamu, tapi sayang kamu sudah punya pacar kata ibumu. Apa pria yang sering ke rumahmu itu!” “Iya!” Ivone yakin yang dimaksud Indra adalah Yama. “Kapan kamu nikah sama dia!” “Belum tahu!” “Nikah sama aku aja yuk, Iv!” Ivone hanya tertawa, tidak menanggapi lebih jauh. Mereka terus melaju. Namun semakin lama, jalan yang dilalui makin sepi. Ivone menoleh ke kanan dan kiri. “Mas, kok lewat jalan ini? Jalan ke rumah kita kan bukan arah sini?” Indra tertawa rendah. “Tenang aja, Iv. Aku tahu jalan lebih cepat menuju rumah. Nggak usah takut.” Jantung Ivone berdetak kencang. Alarm bahaya mulai berbunyi nyaring di kepalanya. “Lewat jalan besar yang biasanya aja deh. Jangan lewat sini.” Ucapan Ivone tidak diindahkan Indra. Sepeda motor justru melaju kian kencang. “Mas! Berhenti!” Indra tidak menggubris. “Berhenti kubilang! Atau aku loncat!” Indra terbahak-bahak. “Loncat aja kalau berani!” Ivone dibawa ke semacam hutan. Wanita itu juga dilema. Kalau loncat dari sepeda motor, bisa-bisa terluka parah dan memudahkan Sam berbuat buruk padanya. Namun, jika tidak segera bertindak, bisa jadi ia makin terancam. Ivone kian panik. “Mas, jangan bercanda! Turunin aku sekarang!” Indra tertawa. “Udah, diem aja. Kamu tuh cantik banget, Iv. Dari dulu aku udah pengen dekati kamu. Dan sekarang saatnya.” “Jangan kur4ng ajar!” “Aku suka sama kamu! Ayo kita bersenang-senang!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN