Flora

922 Kata
Renee memberikan kantong plastik pada Affan, tapi Affan sengaja menerimanya hanya satu saja. "Satunya itu untukmu, Renee. Ibuku hanya memesan satu. Entah mengapa saat di toko … aku ingin sekali membeli dua. Ternyata benar, kan? Aku berjumpa denganmu. Kita memang jodoh." Renee tak menganggapi serius kalimat terakhir Affan. Ia sangat berterima kasih. Sampai kapan pun Affan memang sahabat terbaiknya. "Rupanya ada tamu," kata Affan tiba-tiba sambil menunjuk ke arah belakang Renee. Renee langsung menoleh ke belakang. Ternyata ada motor yang parkir di depan rumahnya. Renee jadi berpikir, mungkinkah Dewo naik motor? Hanya saja, tadi pria itu bilang tak bisa menjemput. Kalau memang itu benar-benar Dewo, untuk apa ia naik motor? Setahu Renee juga, baik Heri maupun Deswita jarang sekali menerima tamu. Tak lama kemudian Affan pamit. Yang jelas mereka berdua sangat senang bisa bersama lagi. Ini benar-benar kondisi seperti dulu. Setelah Affan menghilang dari pandangannya, Renee langsung bergegas masuk. Sambil mencari tahu siapa tamu yang datang. Apakah benar itu Dewo atau bukan. Renee bingung, kenapa tidak ada orang di ruang tamu? Akhirnya ia menuju dapur. Renee mendapati Deswita sedang memotong-motong wortel. "Ada tamu, Bu? Siapa?" tanya Renee to the point. "Tamu? Tidak ada," jawab Deswita sambil terus fokus pada wortelnya. Renee berpikir, mungkin saja itu tamu Heri atau tamu tetangga. "Ayah mana?" "Ayahmu tidur." Tidak salah lagi, dugaan terakhir adalah … itu tamu tetangganya. Anehnya, kenapa parkir di depan rumah orang? Padahal rumah tetangganya memiliki halaman yang lebih luas. "Kenapa tamu sebelah menyimpan motornya depan rumah kita ya, Bu?" Renee akhirnya mengungkapkan hal yang menjadi pertanyaannya sejak tadi. Ia lalu mengambil gelas dan menuangkan air dan meminumnya. Tenggorokannya memang terasa kering apalagi sepanjang perjalanan ia tertawa lepas bersama Affan. "Tamu sebelah? Motor tamu? Oh, Ibu tahu … kamu pasti sudah melihat motor yang parkir di depan. Itu motor Ayahmu." Refleks Renee hampir menyemburkan minumannya. "Motor Ayah? Apa dia mencuri?" tanya Renee tak sabaran. Deswita menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu menghampiri Renee. "Kamu ini berburuk sangka pada Ayah sendiri. Dia sedang ada rezeki, usahanya lancar," jelasnya sambil menatap Renee. "Usaha apa? Bahkan Ibu sudah mengenal bagaimana Ayah. Harusnya Ibu curiga apa usaha yang Ayah lakukan. Aku jadi curiga, Ayah kalau tidak mencuri pasti sudah menipu orang." "Ibu juga tak tahu usaha apa, yang jelas bukan menipu atau mencuri. Karena jika Ayahmu melakukannya … pasti sudah dicari polisi. Ibu kenal dia sejak dulu. Memang benar dia enggan bekerja, tapi orang sepertinya tak pernah sedikit pun memiliki keinginan untuk mencuri atau menipu." Akhirnya Renee tak mau menanggapi lagi. Biarkan ia mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya Heri lakukan. *** "Bagaimana? Apa aku tidak mengecewakan, bukan?" tanya seorang wanita yang pundaknya telanjang tertutup selimut. Lehernya penuh tanda merah khas kecupan seorang pria. Sambil menyalakan rokok, Dewo perlahan mengisapnya. Lalu meniupkan asapnya ke arah atas. "Seperti biasa, kamu selalu memberikan kepuasan yang maksimal." "Iya kamu juga maksimal, aku bangga memilikimu," balas wanita itu sambil bergegas memakai bajunya. "Mau ke mana, Flora? Kenapa langsung memakai pakaian?" "Ah, aku sudah ada jadwal ke salon sore ini. Lagi pula kita seperti tak ada waktu lain untuk bercinta saja. Bercinta dari siang hingga sore begini." Flora langsung duduk di depan meja rias yang sepertinya sudah terbiasa melakukan hal semacam itu. Dewo pun langsung bergegas berdiri dan memakai pakaiannya lagi hingga Flora yang sedang fokus berdandan kemudian menoleh ke arah Dewo. "Lalu, kamu sendiri mau ke mana, Sayang?" Sambil mengancingkan kemejanya Dewo berkata, "Aku mau pulang." "Sayang, kamu sehat? Ini rumahmu. Ini kamarmu. Kamu mau pulang ke mana lagi?" tanya Flora yang sepertinya sudah selesai berdandan. Ia bangun dan mendekat ke arah Dewo. Berusaha membantu pria itu mengancingkan kemejanya. "Maksudku, aku mau ke apartemen." Flora cemberut. "Pasti mau bertemu dengan gadis itu!" Dewo tersenyum gemas melihat Flora yang cemberut. Itu semakin membuatnya ingin melumat bibir wanita itu. Merasa Dewo sedang mendekat, Flora langsung menghindar, "Jangan, aku sudah rapi. Jangan rusak lipstikku." Dewo mengerti, biasanya ia akan memaksa tapi kali ini ia mengurungkan niatnya untuk mencium bibir Flora. "Kamu belum menjawab pertanyaanku, Dewo. Apa kamu akan bertemu dengan gadis itu?!" "Flora Sayang, aku akan ke apartemen. Tadi aku juga sudah mengirim pesan pada gadis itu agar pulang sendiri karena aku tidak bisa menjemputnya. Mana mungkin dia ke apartemenku. Dia pasti ke rumahnya," jelas Dewo. “Ingat, aku tidak bisa menjemputnya demi bercinta seharian denganmu.” "Baiklah, aku percaya. Sekarang aku berangkat duluan, ya." Flora mengecup pipi Dewo lalu bergegas meninggalkan pria itu. Baru sampai pintu kamar, Flora berhenti. Seperti teringat akan sesuatu. Ia kembali menoleh pada Dewo. "Kenapa lagi, Sayang?" tanya Dewo. "Apa kamu gila?! Kenapa sampai lupa mengisi saldoku? Jangan sampai saldo di ATM-ku hampir nol rupiah!" "Oh iya maaf, Sayang. Aku transfer secepanya. Kamu tahu sendiri akhir-akhir ini aku sangat sibuk jadi agak lupa." "Sibuk dengan gadis itu?!" "Flora, jangan mulai lagi deh." "Baik, aku pergi dulu." Kemudian Flora benar-benar pergi meninggalkan Dewo. *** Renee sedang menikmati waktu istirahatnya untuk memulihkan pikiran karena besok harus kembali bekerja. Meski tidak melelahkan, tapi tetap saja Renee butuh istirahat sejenak. Tiba-tiba ponselnya bergetar empat kali. Renee sudah hafal betul jika ponselnya bergetar empat kali pasti ada dua pesan masuk. Setelah membuka pola pembuka kunci, nama Dewo dan Affan terpampang jelas. Renee mengernyit, bagaimana bisa mereka mengirim pesan dalam waktu yang bersamaan? Akhirnya Renee membuka pesan dari Dewo terlebih dahulu. Entah mengapa, keinginan hatinya lebih condong untuk membuka pesan Dewo terlebih dahulu.   "Selamat tidur, Gadisku. Jangan lupa memimpikanku, karena apa pun yang berhubungan denganku pasti akan indah. Aku mencintaimu, Renee."   Renee tersenyum melihat pesan dari Dewo. Ia sangat senang. Kadang Renee bertanya pada hatinya, mengapa akhir-akhir ini perasaan itu sudah mulai berubah. Ada getaran yang menyenangkan saat Dewo memperlakukannya bak wanita paling istimewa. Saking senangnya Renee langsung menyimpan ponselnya tanpa mengklik back atau home. Ia kemudian memeluk guling erat sambil tersenyum. Renee malah melupakan pesan dari Affan. Setelah itu, Renee menekan lampu tidurnya kemudian memejamkan mata. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN