Siapa yang Datang?

1395 Kata
Sepulang kerja, Dewo sudah siap siaga berada di depan kantor Renee. "Silakan masuk, Sayang," ucap Dewo sambil membukakan pintu mobilnya. Renee kemudian masuk sambil tersenyum bahagia diperlakukan seperti itu. Rasanya, bisa-bisa ia benar-benar jatuh hati pada pria itu. Dewo langsung berlari masuk melalui pintu kemudi. Akhirnya mobil sudah mulai berjalan. Renee sudah menduga pasti Dewo tidak akan langsung membawanya pulang. Benar saja, mobil yang Dewo kendarai malah terus lurus. Padahal seharusnya berbelok ke arah kiri. Mobil terasa berjalan lebih cepat hingga kini mereka sudah berada di depan apartemen Dewo. Mereka hendak masuk, dan Renee sudah berpikir macam-macam tentang hal ini. Setelah masuk, Renee langsung duduk di sofa bagai sudah terbiasa. Setelah mengunci pintu, Dewo sudah tak mau berbasa-basi lagi. Langsung saja Renee digendongnya dan dibawa ke kamar. *** Affan masih setia duduk di kafe sendirian menunggu Renee. Hatinya masih yakin wanita itu akan datang. Ia melirik jam tangan yang menunjukkan pukul setengah sembilan malam.  Ini sudah dua jam dari waktu yang mereka janjikan. Ah, maksudnya dari waktu yang sudah Affan janjikan. Affan mengecek kembali chat terakhirnya pada Renee kemarin malam. "Renee, aku senang tadi bisa mengantarmu pulang. Oh ya, besok datang ya setengah tujuh malam di kafe Bahari. Aku ada kejutan untukmu. Kamu ingat tidak, yang waktu itu sempat tidak jadi kuberi tahu karena ada suatu hal yang membuatku membatalkan janji kita. Kamu pasti penasaran, bukan? Pokoknya aku tunggu. Selamat malam dan selamat tidur."   Sejak dulu, jika Affan terbiasa membuat janji melalui chat, pasti Renee akan datang. Namun, untuk kali ini kenapa wanita tak kunjung datang? Padahal jika Renee tak bisa datang pasti akan memberi tahu. Dan kali ini Renee tak membalas chat-nya. Affan mulai ragu apakah Renee akan datang? Ia khawatir jika ternyata saat ini Renee sedang bersama Dewo. Affan menyesal kenapa tadi tidak menjemput Renee saja. Jika menjemputnya, pasti saat ini wanita itu sedang duduk anggun dan amat cantik di hadapannya. Jam kini sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Akhirnya Affan memberanikan diri untuk menelepon Renee. Siapa tahu saja Renee lupa dan malah tidur sepulang kerja. Meski Affan sadar bahwa sejak dulu Renee tak pernah satu kali pun lupa pada acara mereka berdua. Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi….   Affan semakin gelisah. Gelisah tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia takut jika pulang Renee akan datang dan kecewa melihatnya tak ada. Namun, ia juga takut penantiannya akan sia-sia karena Renee benar-benar tidak datang. Pikiran Affan mulai bercabang ke mana-mana. Ia berpikir mungkinkah Renee sakit? Atau yang terparah Renee kecelakaan. Tidak! Affan terus berkata tidak. Berpikir seperti itu malah membuatnya semakin khawatir dan gelisah. Affan berharap semoga tak terjadi apa-apa pada wanita pujaannya. *** Renee tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Ia terus memikirkan Affan. Tadi pagi baru saja ia sadar ada pesan yang belum terbaca. Dan itu adalah pesan dari Affan. Renee berharap sahabatnya itu tak menunggunya tadi malam. Renee menyesali keteledorannya yang tak membaca pesan sepenting itu. Mungkin terhitung sudah lebih dari dua puluh panggilan yang tidak terjawab oleh Affan. Renee merasa sangat bersalah. Mungkinkah Affan marah padanya? Jam istirahat pun Renee tak ada hasrat untuk makan. Hingga kini makanan yang ia pesan masih rapi di meja tak tersentuh karena Renee malah sibuk menelepon Affan. Renee langsung bergegas untuk membayar makanannya. Meski tidak sedikit pun menyentuh makanan itu, tapi tetap saja Renee harus membayarnya. Renee mengambil dompet pada tasnya. Biasanya hanya sebentar merogoh, ia langsung menemukannya. Namun, sampai sekarang ia belum juga menemukan benda yang ia cari. Dengan panik, Renee mengobrak-abrik isi tas. Dompetnya pun tak juga ditemukan. "Sebentar ya, Mbak," ucap Renee pada penjaga kantin yang sejak tadi menunggu Renee membayar. Setelah sekian lama tak juga ditemukan, Renee akhirnya meminta maaf dan mengatakan bahwa dompetnya mungkin ketinggalan. "Tidak apa-apa. Mbak Ren bisa membayarnya besok," ucap penjaga kantin. Hampir semua orang di lingkungan kantor sudah mengetahui Renee. Kebanyakan dari mereka memanggil Renee dengan sebutan Mbak Ren. Tidak hanya mengenal, semuanya menghormatinya. Padahal Renee belum lama kerja di situ. Tentu saja ini membuat Renee merasa sedikit tak enak hati karena ia diperlakukan sangat istimewa dan terkesan berlebihan. Renee jadi teringat akan dompetnya. Tidak mungkin ketinggalan di rumah karena kemarin ia tak pulang ke rumah. Tidak salah lagi, pasti tertinggal di apartemen Dewo. Renee jadi teringat kejadian panas yang mereka alami semalam. Bayangkan saja, karena nikmat hingga kelelahan. Dewo yang seharusnya mengantar Renee pulang malah tertidur. Jadilah Renee yang bermalam di situ. Sepulang kantor, Renee harus kembali ke sana untuk mengambil dompetnya. Namun, bagaimana caranya ia ke sana jika tak memiliki ongkos. Renee harus memberanikan diri meminjam uang pada rekan kerja. Itu lebih baik daripada harus berjalan kaki. Renee bermaksud ke toilet sebelum kembali ke ruangannya. Dalam satu ruang toilet terdiri dari enam ruangan kecil yang disekat oleh tembok kayu. Sehingga dengan mudah dapat mendengar siapa pun yang berbincang di dalam. Tentu saja hanya orang kurang kerjaan yang mengisi ruangan kecil itu lebih dari satu orang. Tanpa sengaja, Renee mendengar mungkin sekitar dua atau tiga orang yang asyik mengobrol. Jika membicarakan orang lain mungkin Renee tidak akan fokus mendengarkan. Namun, dirinyalah yang ternyata sedang dibicarakan. Tentu saja Renee diam dan mendengarkan mereka dengan saksama. "Itu si Renee, simpanan Pak Arman sudah seperti ratu saja, ya. Di mana-mana hormat, tunduk dan patuh sama dia." "Iya, muda dan cantik, sih. Tapi murahan! Mau-maunya saja jadi simpanan pria setua Pak Arman." “Eits, yang penting uang, bukan?" timpal yang lain. “Amit-amit deh. Aku jadi kasihan sama istri Pak Arman. Kalau dia tahu tentang ini, pasti hatinya hancur. Dasar Renee w**************n!" Renee membekap mulutnya, berusaha agar tangisnya tidak terdengar.  Ia menangis, dan terus menangis. Bahkan, sampai wanita-wanita penggosip itu pergi … Renee masih tetap menangis. Hatinya terluka mendengar ucapan mereka yang berupa cacian itu. Mereka salah paham. Mereka tak tahu apa-apa. Bisa-bisanya mereka menyimpulkan kalau Renee adalah simpanan Pak Arman. Renee ingin marah atas kesalahpahaman ini, tapi ia tidak memiliki keberanian untuk berbicara di depan mereka semua. Akhirnya Renee hanya bisa menangis. Rasanya semakin hari semakin banyak masalah yang harus ia selesaikan. Sanggupkah Renee menghadapi ini semua? *** Arman dengan sangat baik hati memberikan tumpangan sehingga Renee tak perlu mencari kendaraan umum lagi. Jika orang-orang kantor tahu, pasti akan semakin berpikiran buruk terhadap Renee. Namun, setelah menangis cukup lama, Renee memutuskan untuk belajar 'masa bodoh' dan tutup telinga terhadap segala hal buruk yang mengotori namanya. Lagi pula memang kenyataannya Renee bukan simpanan Arman. Jadi, untuk apa ia mencari masalah dengan menanggapi para penggosip itu? Biarkanlah gosip lenyap dengan sendirinya. "Terima kasih, Pak Arman," ucap Renee kemudian turun dari mobil pak Arman. Arman tidak banyak berbasa-basi. Ia langsung membunyikan klakson sebagai tanda pamit dari hadapan Renee. Beruntung tadi pagi Dewo memberinya kunci cadangan apartemen sehingga Renee dengan mudahnya dapat masuk dan mengambil dompetnya yang tertinggal. Dewo sengaja memberi kunci itu agar Renee bisa lebih leluasa keluar dan masuk apartemennya. Dengan buru-buru, Renee pun masuk. Ia tidak ingin berlama-lama karena ingin langsung pulang menemui Deswita. Ia harus menjelaskan alasan semalaman tidak pulang. Meski sudah mengiriminya chat, tapi tetap saja Renee berkewajiban untuk mnejelaskannya secara langsung. Setelah itu, Renee berencana akan ke rumah Affan. Walau bagaimanapun Affan adalah sahabat terbaiknya. Ini harus segera diluruskan. Affan harus tahu bahwa Renee tak sadar kalau Affan membuat janji dengannya. Renee harus bilang kalau ia tak membaca pesannya. Harus! Setelah sampai di kamar Dewo yang masih sangat berantakan sisa semalam. Ternyata dugaan Renee benar, dompetnya terletak di meja samping kamar Dewo. Renee kemudian mengambilnya. Saat hendak pergi, fokus Renee beralih pada foto kecil tak berpigura yang ada di bawah. Mungkin terjatuh. Renee tak tahu sejak kapan foto itu ada di sana, yang jelas tadi malam mana sempat ia lihat-lihat ke bawah? Renee sibuk menikmati adegan panas bersama Dewo. Rasa penasaran mendorong Renee untuk mengambil foto itu. Tampak wanita cantik yang sedang tersenyum. Detik berikutnya, Renee bagai teringat sesuatu. Sepertinya ia pernah bertemu dengan wanita yang ada dalam foto itu. Renee terus mengingat-ingatnya hingga ia mulai ingat. Tidak salah lagi, ini adalah wanita yang waktu itu berjumpa dengannya di rumah Dewo. Hanya sekali Renee diajak berkenalan dengan anggota keluarga Dewo, yakni Ibu serta adik perempuannya. Adik perempuan Dewo mungkin hanya berjarak tidak lebih dari dua tahun dengan Dewo. Dan jika dibanding Renee, sudah pasti lebih tua adik Dewo. Renee masih ingat, saat itu adik perempuan Dewo beserta Ibunya terkesan lebih banyak diam dan sedikit tak peduli saat Dewo secara terang-terangan membawa Renee ke kamar. Dan Renee tak mau ambil pusing terhadap itu semua. Akhirnya Renee meletakkan foto itu di meja. Baru saja akan keluar, tiba-tiba suara bel berkali-kali membuat Renee panik. Siapa yang bertamu? Haruskah Renee membuka pintu? Bagaimana jika tamu itu bertanya mengapa Renee ada di situ?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN