"Kita mau ke mana lagi?" tanya Renee saat mereka sudah berada dalam lift. Sebenarnya sebagian pikiran Renee memikirkan tentang Arin, bagaimana reaksi Affan jika ibunya itu menceritakan tentang hal tadi.
"Tentu ke apartemenku. Aku lapar dan kamu harus memasak untukku."
Dalam hati Renee bertanya-tanya, sebenarnya Dewo ini tinggal di mana. Kenapa tidak ke rumah yang waktu itu. Dengan berani Renee menanyakan tentang hal ini. Namun, bukannya menjawab, Dewo malah tertawa.
"Apa ada yang lucu?" tanya Renee.
"Tidak, aku hanya ingin tertawa sepuas hati." Dewo akhirnya tertawa lagi.
Tentu saja Renee menganggap Dewo agak pria gila. Bagaimana bisa dia tertawa tanpa alasan?
"Kamu ini benar-benar. Apa yang kamu katakan memang tidak lucu, tapi cara bicaramu yang lucu sekali. Membuatku gemas."
Pipi Renee bersemu mendengar ucapan Dewo.
***
"Apa kamu bisa masak?" tanya Dewo sambil melingkarkan tangannya pada perut Renee yang sedang asyik memotong sayuran. Renee terdiam sejenak kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Aku tidak terlalu pandai masak, tapi sedikitnya cukup mampu untuk meracunimu."
"Mulai nakal, ya?"
Dewo pun menggelitik Renee. Tentu saja Renee merasa geli dan dengan refleks ia melepaskan pisau dan berbalik hingga posisi mereka kini berhadapan. Renee balas menggelitik Dewo hingga mereka tertawa bersama-sama.
Tawa itu terhenti saat dengan sengaja Dewo mendekatkan bibirnya ke bibir Renee. Hingga terjadilah saling melumat satu sama lain. Belum lama ciuman berlangsung, Renee bergerak mundur hingga Dewo terkejut Renee melepaskan ciuman mereka secara tiba-tiba.
Tanpa mau mendengar Dewo yang kemungkinan akan protes, dengan segera Renee bergegas ke arah kompor. Telur yang dimasaknya sudah berubah warna menjadi hitam. Renee mendengkus kesal. Ini semua gara-gara Dewo.
Melihat itu, Dewo tertawa. "Kamu ini tidak becus, menggoreng telur saja gosong."
"Hei, ini semua karena kamu yang memulai," balas Renee sambil terus cemberut.
"Renee, itu hanya telur. Aku tidak marah, kok. Lagian masih banyak telur lagi. Bukankah tadi kita membeli banyak? Selain itu, kamu harus tahu kalau ini bukan sepenuhnya salahku. Kamu yang membalas ciumanku dan terlihat sangat menikmatinya."
"Ah, baiklah aku akan menggoreng yang baru."
"Tidak perlu sekarang, nanti saja. Ada hal yang lebih penting yang harus kita lakukan sekarang."
Tanpa basa basi, Dewo mendekatkan bibirnya lagi, membuat Renee mulai menutup mata.
***
Affan tak bisa menyembunyikan ekspresinya yang penuh kesedihan saat mendengar ibunya menceritakan tentang pertemuannya dengan Renee di supermarket. Affan mengutuk dirinya sendiri yang bodoh. Ini semua karena kesalahannya yang tak berani mengungkapkan perasaan sehingga kini Renee jatuh pada pelukan pria lain, terlebih jatuh pada Dewo, bosnya. Andai saja Affan tak takut mengungkapkan perasaannya pada Renee sejak awal.
Memang, ketakutan terbesar Affan adalah … jika ia benar-benar mengungkapkan perasaan, lalu hal itu memebuat Renee menjauhinya. Ya, itu yang selalu Affan takutkan. Affan bahkan sampai sekarang tidak bisa menebak bagaimana perasaan Renee sebenarnya. Kedekatan yang terjalin sekian lama membuatnya tak mengerti rasa sayang Renee kepadanya itu sayang sebagai apa. Alhasil, sekarang apa yang terjadi? Renee malah dekat dengan Dewo. Affan benar-benar merasa tak berguna dan sangatlah bodoh.
"Sudahlah, Affan. Jangan terlalu dipikirkan. Kalau tahu akan begini, seharusnya Ibu tidak menceritakannya." Arin berusaha menenangkan Affan. Ia tahu anaknya kuat, tapi soal hati … ia yakin kini Affan pasti merasa sangat hancur.
"Jika dia memang jodohmu, yakinlah Renee akan kembali padamu," tambah Arin.
Ucapan seorang Ibu memang benar-benar menenangkan. Affan yang sedari tadi kalut perasaannya sedikit lebih lega setelah mendengar nasihat Arin. Walau bagaimanapun bersedih tak akan mengubah hasil. Affan tahu, yang seharusnya ia lakukan adalah terus berusaha, mencari cara agar Renee menjauh dari Dewo lalu kembali padanya.
***
Setelah selesai makan, kini Renee dan Dewo duduk di sofa ruang tamu apartemen Dewo. Awalnya Dewo berencana mengantar Renee pulang setelah makan, tapi ternyata hasratnya masih ingin berada di samping wanita itu. Tak beda jauh dengan Dewo, Renee juga masih ingin berada di dekat pria yang mengajarkannya m***m itu.
Hari-hari yang Renee jalani bersama Dewo, membuatnya sudah cukup terbiasa dengan segala aktivitas yang mereka lakukan. Bahkan, Renee juga bingung kenapa bisa melakukan hal semacam itu? Dewo pun mengakui bahwa Renee kini sudah berubah menjadi wanita nakal. Sudah bukan gadis polos lagi. Dewo juga bangga karena perubahan itu berkat dirinya.
"Kenapa harus di kantor Pak Arman? Apa kamu tidak takut dia jahat padaku?" tanya Renee sambil menyandarkan kepalanya di pundak Dewo.
Dewo yang duduk di samping Renee terperanjat saat mendengar pertanyaan Renee sehingga langsung mengubah posisi duduknya. Sekarang, mereka duduk saling berhadapan.
"Tidak mungkin. Pak Arman sudah sangat dekat denganku. Kamu lebih baik di sana."
Renee makin penasaran. "Tapi kenapa?"
"Kamu seharusnya sadar siapa kekasihmu ini. Aku ini sangat tampan. Pria paling tampan. Wajar saja banyak wanita yang mengejarku. Di kantor, mereka benar-benar terobsesi menjadi kekasihku. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan mereka lakukan padamu jika tahu bahwa kamu itu kekasihku," jelas Dewo sambil memasang wajah tampannya.
Renee akui Dewo memang tampan, tapi saat mendengar penjelasan pria itu, Renee jadi berusaha menahan tawa. Dewo percaya diri sekali.
"Kenapa kamu takut pada mereka? Bukankah kamu bisa melindungiku?"
"Hm, kamu ini. Bukan begitu. Maksudku, mereka bisa saja mencelakaimu kapan pun tanpa sepengetahuanku. Bagaimana kalau begitu? Sungguh aku tidak mau itu semua terjadi."
"Ketakutan tak beralasanmu sungguh berlebihan."
"Renee, apa kamu tidak mendengar alasanku tadi?"
"Aku dengar, hanya saja itu tidak masuk akal, Dewo. Tapi baiklah, di mana pun aku bekerja itu tidak penting, yang terpenting tempat itu bisa memberiku kehidupan."
"Baguslah, kamu harus jaga diri baik-baik."
"Tapi aku masih memikirkan alasanmu yang tak beralasan itu. Jangan-jangan…." Renee sengaja menggantung ucapannya.
"Jangan-jangan kenapa?"
"Apa kamu punya kekasih di kantor? Dan kamu takut ketahuan jika membawaku kerja di situ?" tanya Renee dengan tatapan curiga.
"Aku tidak punya kekasih lain. Hanya kamu satu-satunya."
"Bagaimana caranya agar aku percaya padamu, Dewo?”
Alih-alih menjawab, Dewo malah tertawa. Tentu saja Renee merasa kesal. "Rupanya kamu cemburu? Ya Tuhan terima kasih, ternyata gadis ini telah mencintaiku. Telah jatuh hati padaku."
"Aku tidak cemburu!"
Dewo menyentuh jemari Renee, jarak wajahnya ke wajah Renee hanya beberapa senti saja. "Percayalah, aku hanya memiliki satu kekasih. Dan itu kamu," bisiknya.
Renee hanya bisa terdiam. Pipinya mulai bersemu merah, mungkin karena malu telah menunjukkan sesuatu yang tidak seharusnya ia tunjukkan. Hanya saja, perasaan tidak pernah bohong,bukan? Renee juga tak tahu kenapa ia bisa berbicara seperti tadi.
Dewo mendekatkan bibirnya ke telinga Renee dan membisikkan kata yang mengundang perasaan aneh pada diri Renee, "Aku mencintaimu."
Separuh diri Renee merasa bahagia, tapi separuhnya lagi merasa ragu. Mungkinkah pria seperti Dewo menjatuhkan pilihan pada wanita sepertinya?
"Hei, jangan diam saja!" Dewo mengagetkan lamunan Renee.
"Iya, baiklah aku setuju untuk bekerja di kantor Pak Arman. Tapi, tunggu…." Lagi-lagi Renee menggantung kalimatnya sehingga mengundang rasa penasaran pada diri Dewo.
"Apa lagi?" tanya Dewo dengan sedikit kesal.
"Apa kamu tidak takut ada yang jatuh cinta padaku di sana?" tanya Renee dengan nada menggoda.
"Tidak akan. Bila perlu, Pak Arman yang akan mengimbau langsung agar tidak ada yang mendekatimu. Bahkan, aku akan memotong kaki pria yang berani jatuh hati padamu. Camkan itu, aku tidak main-main," tegas Dewo.
"Oh, ya ya ya ... Tapi bagaimana jika aku yang jatuh cinta pada salah satu pria di sana?" Renee tak menyerah, ia terus memberi pertanyaan untuk menggoda Dewo.
"Bisa dipastikan pria itu akan kutebas lehernya. Tapi, kurasa kamu tidak akan jatuh cinta pada pria lain."
"Memangnya kenapa?"
"Karena kamu tak mungkin berpaling dari pria setampan aku." Lagi, Dewo sangat percaya diri.
"Haha. Kamu ini."
"Kenapa? Memang itu fakta. Aku sangat tampan, bukan?"
"Tapi jika aku benar-benar jatuh cinta pada pria lain, bagaimana? Yang lebih tampan dan lebih segala-galanya darimu? Apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku akan menghukummu. Asal kamu tahu saja, kamu akan menyesal jika menyia-nyiakan aku."
"Benarkah? Sayangnya aku tidak takut."
"Kamu akan aku hukum sampai kau memohon agar aku menghentikannya."
"Hukum? Memangnya hukuman apa?"
"Hukuman begi...." Belum selesai Dewo berbicara, tangannya langsung bergerak cepat ke perut Renee. Menggelitiknya hingga Renee terkejut. Sontak Renee tertawa karena rasa geli yang amat sangat.
"Hentikan, Dewo! Apa kamu gila? Ini benar-benar geli," ucap Renee sambil terus tertawa menahan geli.
"Aku akan menghentikannya jika kamu mau berjanji akan selalu setia dan tidak akan pernah jatuh cinta pada pria lain."
"Ah, Dewo … kumohon hentikan karena ini geli sekali." Renee terus tertawa akibat ulah Dewo yang tak mau berhenti menggelitiknya.
"Jika ingin cepat berhenti, cepatlah berjanji. Ayo katakan."
Renee akhirnya menyerah. "Baik, aku berjanji akan selalu setia padamu dan tidak akan jatuh cinta pada pria lain."
Dewo kemudian melepaskan Renee sambil tersenyum penuh kemenangan. "Baguslah kalau sudah berjanji. Sekarang giliran aku yang berjanji. oke, aku juga akan selalu setia dan tidak akan jatuh cinta pada wanita lain," ucap Dewo dalam satu kali napas.
"Kenapa berjanji? Bukankah aku tidak meminta?"
Mendengar pertanyaan Renee, Dewo terdiam, berusaha mengumpulkan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Renee. "Karena aku ini pria kreatif. Seharusnya kamu bersyukur bisa menjadi kekasihku."
"Tapi aku tak meminta."
"Dengar ya, Renee … kamu tidak meminta saja aku setia, apalagi jika kamu yang meminta."
Akhirnya mereka tertawa bersama dan ini kali pertama mereka mengobrol santai dan nyaman seperti itu. Renee pun merasa Dewo tidak semenyebalkan yang ia duga sebelumnya. Ya, Renee baru sadar ternyata Dewo sangat menyenangkan.
"Ini janji kita," ucap Dewo sambil menautkan jari kelingkingnya pada kelingking Renee.