Eps. 7 Sedikit Pembalasan

1244 Kata
Libra kembali tersulut emosi hanya dengan melihat muka Virgo saja. Amarah pada pria itu seperti magma pada gunung berapi yang tak kunjung reda dan terus memancar siap untuk melahap apa saja kala dimuntahkan. "Lib, aku tahu kamu masih marah padaku dan belum bisa memaafkan kesalahanku. Tapi tidak salahkah kamu meluapkannya di sini? Aku baru saja mengusir pergi para reporter dari sini. Apa kamu ingin memanggil kembali mereka dengan skandal kita?" Nada bicara Virgo rendah tanpa tekanan ataupun ancaman sama sekali. Tapi tetap saja itu terdengar berbeda di telinga Libra yang masih emosi. "Jadi kamu mengancamku sekarang? Kamu pikir aku takut? Jangan kira kamu bisa menakutiku dengan ancaman tersebut." "Bila kamu ingin meluapkan amarahmu boleh saja tapi jangan di sini. Hubungi aku kapan saja di luar jam kerja untuk meluapkan semua amarahmu." Garis wajah Libra terlihat menegas, memperlihatkan tulang rahangnya yang menegas. Tatapan matanya tajam seolah mau menguliti Virgo. Bahkan satu tangannya sudah mengembang di udara siap untuk mendaratkan telapak tangannya itu ke muka Jupiter. Asisten Libra yang masih ada di sana heran saja dengan sikap Libra yang tiba-tiba saja marah pada Virgo tanpa sebab. Ia segera datang menghampiri Libra dan menarik tangannya yang hampir mendarat di pipi Virgo. "Libra, tahan emosimu saat ini. Jangan sampai kamu membuat paparazzi itu datang kembali mencarimu." Libra tak lagi bicara pada Virgo. Dia Rani menatap Cindy mencoba menimbang perkataannya. Bila saja ini bukan di tempat kerja maka Libra akan luapkan semua emosinya pada Virgo. Dia pun pergi setelah memberikan tatapan tajam penuh amarah pada Virgo. Terdengar suara sentakan heels memukul lantai cepat dengan hentakan kuat masuk ke studio foto. Virgo hanya bisa mengelus dadanya yang naik turun setelah perlakuan Libra padanya barusan. Pria itu tidak terlihat marah, sorot matanya tetap tenang menatap studio sembari berlalu. "Libra ... mungkin ini hanya masalah waktu saja sampai kamu mengetahui sendiri apa yang sebenarnya akan menimpamu sampai aku melakukan ini. Kuharap kamu bisa mengerti nanti." *** "Lib, ini minum dulu." Cindy mengambilkan sebotol air mineral untuk Libra. Libra menerima botol air mineral dari Cindy kemudian menenggaknya sampai habis. Emosinya sedikit turun. Sejenak ia duduk di sebuah kursi bersebelahan dengan Cindy yang sudah duduk di sana duluan. Sesi pemotretan baru akan dimulai 15 menit lagi. Masih ada waktu baginya untuk bersiap atau membenahi sesuatu yang kurang pas. Sedangkan kamerawan masih mempersiapkan segala sesuatunya untuk pemotretan. Sembari menunggu sesi pemotretan Cindy mengajak bicara Libra untuk menghapus rasa penasaran yang masih menyergapnya sampai sekarang. "Ada masalah apa sebenarnya antara kamu dan Pak Damar? Sepertinya serius sekali." Cindy semakin terkejut setelah membuka berkas yang ada di tangannya dan ternyata benar itu adalah berkas perceraian sah. Ini tak masuk akal menurutnya pernikahan baru berlangsung 24 jam tapi sudah ada surat perceraian. Dunia macam apa ini? Apa karena Damar seorang CEO jadi begitu mudahnya mencari wanita untuk dinikahi lalu kemudian menceraikannya sembarangan? Damar sendiri CEO di MX Group, sebuah perusahaan yang menaungi beberapa perusahaan lainnya. Salah satunya perusahaan tempat Libra bekerja. Ayahnya Damar memang seorang pebisnis sukses. Semua perusahaan dia wariskan pada Damar. Sedangkan untuk Virgo, dia hanya memberinya jabatan sebagai seorang produser di salah satu anak perusahaannya saja. Sebenarnya dia mau memberikan sebagian perusahaannya pada Virgo. Namun istri dan Damar menentang keras hal itu. Libra tertunduk sejenak sebelum menjawab pertanyaan Cindy. Masalahnya bukan sekadar masalah biasa, masalah ini juga merupakan aib baginya. Agak ragu dia mau mengungkap masalah ini, takutnya akan menjadi bumerang baginya. "Ini ... rumit. Ada orang ketiga yang masuk di antara kami membuat masalah besar hingga membuat Damar berang dan merusak segalanya." "Apa? Jangan bilang kamu punya lelaki lain yang kamu sukai?" curiga Cindy. Dia berpikiran begitu karena mungkin saja hal itu terjadi karena peluangnya besar. Libra seringkali bertemu dengan para pesohor di negeri ini. Dunia modeling juga tak pernah sepi dari gosip. Sebelumnya beberapa kali Libra juga diterpa gosip, dikabarkan bila dekat dengan seorang pesohor dari sebuah perusahaan tapi nyatanya itu tidak terbukti dan yang benar dia menjalin hubungan dengan Damar saja. "Tidak. Mana mungkin aku mencoreng reputasiku sendiri?" balas Libra mendesau jengah dengan nasib sialnya ini. "Lantas siapa yang yang menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian?" "Itu--" "Nona Libra silakan kita bisa mulai sesi pemotretan sekarang," ujar kamerawan memanggil. Libra pun beranjak dari duduknya menuju ke tempat pengambilan foto. Dia pun menata moodnya kembali yang sebelumnya sudah hancur karena Virgo. Biar bagaimanapun juga saat difoto semua masalah, semua beban hidup harus sirna dari dirinya dan hanya menampilkan sosok memukau yang bersinar bertabur bintang sekarang. Beruntung, Libra pribadi yang pandai menutupi masalah besar dalam hidupnya. Meski merasa tertekan dengan amarah yang meluap, dia bisa menampilkan senyum secerah matahari di depan kamera. Jika Libra bilang orang ketiga itu mengganggu hubungan mereka dan tak ada lelaki lain yang dia suka selain Pak Damar. Apakah artinya itu pihak ketiganya datang dari Pak Damar? Cindy yang masih penasaran mengira-ngira sendiri masalah yang terjadi dan sedang panas di antara Libra dan Damar ini. *** Terdengar suara ketukan pintu di sebuah ruangan di kantor. "Masuk." Pintu dibuka setelahnya dari baliknya menyembul sosok asisten Damar yang baru saja kembali dan selamat dari kejaran para reporter yang sangat menyusahkan. Hal seperti ini bukan kali ini saja terjadi tapi sebelum-sebelumnya juga sering terjadi. Asisten Damar ini kerap berurusan dengan para reporter karena masalah skandal beberapa model dan artis lain. "Bagaimana kamu sudah memberikan berkas surat perceraian itu pada Libra?" cecar Damar di ruang kerja. "Sudah, Pak." "Mana berkas itu sekarang?" Damar mengulurkan tangan terbuka meminta kembali berkas yang tadi diberikannya pada asisten. "Berkas itu masih ada di tangan Nona Libra, Pak. Tadi ada beberapa wartawan yang datang ke sana. Jadi dokumen itu tertahan dulu. Mungkin setelah selesai ditandatangani saya akan ambil kembali dokumen tersebut dan langsung menyerahkannya pada Anda." "Reporter maksud kamu?" Asisten Damar mengangguk. Damar tersenyum miring. Menurutnya bila ada reporter yang datang ke lokasi pastinya mereka akan mencari berita panas sekaligus menayangkan berita itu yang mungkin saja sudah banyak bumbunya. Entah berapa ton bumbu yang dicampurkan ke dalamnya agar berita semakin panas dan menggemparkan seisi dunia. "Apa reporter tahu berkas yang kuberikan ini pada Libra?" "Maaf, untuk masalah itu saya kurang tahu Pak karena tadi beberapa wartawan sempat mengikuti dan mewawancarai saya. Beruntung saya bisa kabur dari sana dengan selamat. Tapi Entah dengan Nona Libra bagaimana. Tadi saya sempat melihat Nona Libra dikerubungi banyak reporter." "Oh ya? Bagus sekali itu!" Damar kembali tersenyum miring mendengar jawaban sang asisten. Baginya apa yang diharapkannya terjadi, tanpa perlu dia bergerak untuk menjelaskan detailnya pada publik. Bagus bukan triknya? Semua memang sudah direncanakan matang. Menyerahkan berkas penting itu di jam segini pasti akan mengundang banyak perhatian dan rasa penasaran yang begitu besar bagi para pencari berita yang haus akan informasi menggemparkan. Bukan apa, Damar masih sakit hati saja dengan apa yang Libra torehkan pada hatinya. Betapa mudahnya wanita itu menyakiti dan mempermainkan dirinya, dengan menginjak harga dirinya serendah mungkin. Mau membandingkan dirinya dengan Virgo? Jelas pria sialan itu tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan dirinya. "Baiklah, tugasmu hari ini sudah selesai dengan baik untuk tugas selanjutnya aku akan mengabarimu kapan dokumen itu perlu diambil. Mungkin aku akan menghubungi Libra nanti agar segera ditandatangani dokumen penting itu." "Baik, Pak." Selepas kepergian asisten, Damar dengan mata berkilat-kilat mengerikan kembali mengurai senyum seringai di bibirnya. Dia ingin tahu saja nanti bagaimana pemberitaan Libra di televisi yang malang melintang setelah ini. Baginya rasa sakit harus dibalas dengan sakit. Api dibalas dengan api, mata dibalas dengan mata. Apa yang dilakukannya saat ini tak setimpal dengan apa yang telah diperbuat Libra padanya. "Aku tak sabar melihat tayangan berita setelah ini."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN