BAB 6

2059 Kata
Pagi-pagi sekali Merlin bersiap untuk berangkat ke kantor dengan menaiki ojek online yang sudah ia pesan sejak lima menit yang lalu. Wanita itu berdiri di depan pagar kediaman Farhan Abimanyu untuk menunggu abang ojek online menjemput dirinya. Hal itu sengaja Merlin lakukan sebab ia tidak ingin abang ojek online sampai masuk ke dalam kawasan rumah mewah mertuanya itu. Setelah menunggu hingga beberapa menit lamanya, abang ojek online pun datang dan berhenti tepat di depan Merlin. “Dengan Mbak Merlin?” tanya abang ojek online. Merlin mengangguk pelan kemudian mengulurkan tangan untuk menerima helm yang diberikan abang driver. Setelah mengenakan helm tersebut pada kepalanya hingga terdengar bunyi klik. Merlin pun segera menaiki kendaraan roda dua tersebut lalu memposisikan diri dengan nyaman. “Sesuai titik ya, Mbak?” abang driver bertanya untuk memastikan kembali jika tujuan mereka sudah benar sesuai aplikasi. Merlin bergumam lalu meminta abang driver untuk segera melajukan kendaraan roda dua miliknya menuju kantor tempat Merlin bekerja. Jujur saja, Merlin tidak ingin berpapasan dengan Ayah mertuanya yang juga hendak berangkat ke kantor. Maka dari itu ia lebih memilih menghindar dengan berangkat lebih awal setelah selesai menyiapkan sarapan. Kendaraan roda dua itu pun melaju dengan kecepatan sedang sesuai permintaan Merlin kepada abang driver. Entah udara di kota ini memang dingin pagi ini atau karena Merlin yang tidak enak badan. Wanita itu merasa sangat kedinginan hingga ia menggigil di belakang. Merlin berinisiatif untuk memeluk dirinya sendiri namun hal tersebut tidak cukup untuk membuatnya merasa hangat. “Mas, bisa lebih pelan sedikit lagi nggak? Saya merasa kedinginan banget soalnya,” ucap Merlin. “Wah, begitu ya, Mbak? Baiklah kalau begitu,” sahut abang driver. Lalu menurunkan kecepatan laju kendaraan roda dua miliknya. Meski sekarang Merlin masih merasakan hawa dingin itu. Namun setidaknya lebih baik dari sebelumnya. Setidaknya ia tidak terlalu menggigil seperti tadi. Hingga tidak lama berselang, Merlin telah tiba di tempat tujuan. Yaitu gedung kantor tempat ia bekerja. Setelah membayar ongkos ojek sesuai yang tertera pada aplikasi dan memberikan sedikit tip untuk abang driver. Merlin bergegas masuk ke dalam gedung di hadapannya itu. Suara dari sepatu hak setinggi tiga centi meter yang saat ini Merlin kenakan itu menggema di area sekitar Merlin berjalan. Langkah kakinya terbuka dengan lebar sebab ia merasa sangat kedinginan dan ingin segera meminum sesuatu yang dapat menghangatkan tubuhnya. Setibanya Merlin di pantry, ia pun segera membuat secangkir teh hangat untuk mengusir rasa dingin yang saat ini menyelimuti tubuhnya. Saat ia tengah asyik mengaduk gula di dalam teh agar terlarut dengan sempurna. Samar-samar Merlin mendengar suara langkah kaki sedang menuju ke arahnya. Merlin meneguk saliva dengan berat. Dalam hatinya bertanya-tanya siapakah yang datang itu? Bukankah sekarang masih terlalu pagi untuk seseorang datang ke kantor? Merlin terus bertanya-tanya hingga pada akhirnya seseorang itu berada tepat di depan matanya. “Mbak Merlin ...?” ujar Pak Badar—petugas keamanan yang kebetulan memiliki shift tadi malam dan akan pulang pagi ini. Merlin menghela napas sembari mengusap dadanya dengan pelan. “Ya ampun, Pak Badar. Saya pikir siapa,” sahutnya merasa lega. Merlin sudah ketakutan dan berpikir yang bukan bukan. Pria berkumis tebal dan memiliki kulit yang sedikit kehitaman itu pun tersenyum menampilkan deretan giginya yang putih bersih. “Loh ... saya yang lebih kaget lagi daripada Mbak Merlin. Saya pikir siapa yang sedang bikin teh pagi-pagi begini di pantry. Ternyata Mbak Merlin toh,” balas Pak Badar, “Tumben sekali Mbak Merlin datang ke kantor sepagi ini?” lanjut pria itu bertanya. Merlin memberikan cengiran tipis kepada petugas keamanan itu. Kemudian menjawab, “Ah tidak. Saya hanya ingin datang ke kantor lebih awal pagi ini. Soalnya ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya,” kilah Merlin. Pak Badar hanya menganggukkan kepalanya hingga beberapa kali. Kemudian pamit undur diri sebab ia harus segera pergi ke kamar mandi untuk memenuhi panggilan alam. Merlin pun segera mengembalikan bahan yang sempat ia gunakan ke tempat semula sebab ia sudah selesai membuat secangkir teh hangat untuk dirinya sendiri. Merlin bergegas membuka langkah menuju meja kerjanya. Ia sendiri sudah tidak sabar untuk menikmati teh hangat yang baru saja ia olah. Seteguk demi seteguk teh hangat itu meluncur begitu saja melalui batang tenggorokan Merlin. Hawa dingin di tubuhnya pun perlahan memudar, berganti dengan rasa hangat yang saat ini menyelimuti dirinya. “Hmm ... enak banget,” gumam Merlin merasa puas. --- Seperti biasa, ketika Pak Gunawan baru saja tiba di kantor. Hal pertama yang ia lakukan adalah datang menghampiri Merlin untuk mengucapkan selamat pagi. Hal seperti itu sudah berlangsung lama sejak pertama Pak Gunawan menyatakan bahwa dirinya menaruh hati kepada Merlin. Jujur saja, Merlin merasa sangat risih dengan semua hal yang dilakukan oleh Pak Gunawan terhadapnya. “Selamat pagi, Merlin,” sapa Pak Gunawan yang saat ini tengah berdiri tepat di samping meja kerja Merlin. Merlin menundukkan sedikit kepalanya dan seperti biasa pula, Merlin akan memaksa kedua sudut bibirnya untuk tersungging ke atas. ‘Tenang Merlin, hari ini adalah hari terakhir kamu menerima semua ini dari pria tua mata keranjang ini,’ gumam Merlin dalam hati. Usai mengucapkan kalimat selamat pagi kepada Merlin yang merupakan pujaan dalam hatinya, Pak Gunawan pun langsung melenggang masuk ke dalam ruangan kerja miliknya. Duduk di balik meja kerjanya dan memeriksa semua berkas yang selalu menumpuk di atas sana. Setelah memastikan Pak Gunawan sudah masuk ke dalam sarangnya, Dinar pun segera menyeret kursi kerja miliknya hingga ke samping Merlin. “Merlin, lo apa nggak risih sama sikap Pak Gunawan?” tanyanya. Merlin memutar bola matanya dengan malas. Sungguh pertanyaan yang membuat Merlin harus membuang napas dengan kasar melalui mulutnya. Dinar bukannya tidak tahu tentang bagaimana perasaan Merlin diperlakukan seperti itu oleh Pak Gunawan. Tidak hanya Dinar, Merlin sangat yakin jika rekan kerjanya yang lain pun juga sangat tahu bagaimana perasaan Merlin jika dilihat dari sikap dan reaksinya. Jawabannya adalah tentu saja Merlin merasa tidak nyaman. Memangnya siapa yang akan merasa nyaman jika diperlakukan seperti itu? “Nar, gue nggak akan jawab pertanyaan ini karena lo sendiri sudah tahu jawabannya,” sahut Merlin dengan malas. Dinar terkekeh dengan pelan. Kemudian netra miliknya tidak sengaja menangkap sebuah amplop berisi surat pengunduran diri Merlin dari perusahaan ini. Lantas, Dinar pun langsung menyambar amplop tersebut dan menanyakannya kepada Merlin. “Lo mau mengundurkan diri?” tanya Dinar dengan nada sedikit memekik. Bahkan wanita itu sampai beranjak dari posisi duduknya sembari tangan kanannya mengangkat amplop tersebut ke atas hingga sejajar dengan wajahnya. Merlin sedikit terperanjat dan refleks ikut beranjak dari posisi duduknya untuk merebut amplop berisi surat pengunduran diri miliknya dari tangan Dinar. “Apaan sih lo, Nar! Kenapa sembarangan ambil milik orang lain?” ucapnya sedikit merasa kesal. “Ya gue nggak sengaja. Semua karena gue kaget, Merlin! Lo tiba-tiba mengundurkan diri, ya gue kaget lah!” jawab Dinar menunjukkan rasa terkejutnya. Wanita itu benar-benar merasa terkejut. Merlin kembali pada posisi duduknya sembari memperhatikan amplop berisi surat pengunduran diri tersebut. Cukup lama ia memandangi amplop berwarna putih itu. Kemudian menjawab kalimat dari Dinar. “Gue akan mengundurkan diri hari ini, Nar—" “Tapi kenapa? Lo ada masalah?” potong Dinar cepat. Merlin tersenyum kecut. Hingga suara kekehan pelan keluar dari mulutnya itu. “Sedari dulu, gue selalu dirundung dan dikelilingi oleh masalah,” sahutnya hambar. Ironis memang, kehidupan Merlin benar-benar hanya diisi oleh kemalangan. Satu-satunya hal paling beruntung yang Merlin dapatkan di dunia ini adalah mungkin ia dapat bekerja di sini padahal hanya lulusan SMA. Merlin diterima karena kecerdasan otaknya yang begitu luar biasa. Dan ia direkomendasikan oleh salah satu gurunya di sekolah yang merupakan saudara Pak Gunawan sendiri untuk bekerja di perusahaan ini. Begitulah sebab Merlin bisa berakhir duduk di balik meja kerja di perusahaan ini. Namun hal itu akan Merlin lepaskan segera mungkin. “Hei, lo ada masalah apa sih? Bukannya pekerjaan ini yang lo harapkan untuk melunasi semua hutang Ayah lo dan untuk menghidupi kalian berdua?” ucap Dinar. “Lo enggak perlu khawatir lagi soal hutang Ayah gue, Nar. Semua sudah dibayar lunas oleh ....” Merlin sengaja memotong kalimatnya, kemudian beranjak dari posisi duduknya dan mengambil amplop berwarna putih yang sempat ia letakkan di atas meja. “Oleh siapa, Merlin?” tanya Dinar ikut beranjak, wanita itu merasa sangat penasaran sekali. Kenapa Merlin sama sekali tidak mau terbuka kepadanya dan memberi tahu yang sebenarnya. Merlin membuka langkah menuju ruang kerja Pak Gunawan. Diikuti oleh Dinar yang berjalan di belakangnya. Wanita bernama Dinar itu terus merengek meminta penjelasan kepada Merlin. “Sudahlah, Nar. Lo nggak perlu tahu,” sahut Merlin kemudian mengetuk pintu ruangan Pak Gunawan beberapa kali lalu membukanya. Kedatangan Merlin disambut oleh Pak Gunawan dengan kedua mata yang berbinar terang. Sungguh ia merasa sangat bahagia setiap kali Merlin datang ke ruangan miliknya. Pak Gunawan berniat untuk beranjak namun suara Merlin menahan aksinya. “Tidak perlu beranjak, Pak. Pak Gunawan duduk saja di sana,” ucap Merlin. Pak Gunawan mengangguk pelan dan tetap duduk di balik meja kerjanya dengan nyaman sembari menatap wajah Merlin yang begitu cantik. Ah, ingin sekali dirinya menjadikan Merlin sebagai istri ketiga nya. Jika saja wanita itu mau. “Ada apa, Merlin? Tidak biasanya kamu datang kemari sepagi ini.” Pak Gunawan tersenyum dengan begitu lebar hingga deretan giginya yang sedikit menguning itu terlihat dengan jelas. Merlin menyodorkan sebuah amplop berisi surat pengunduran dirinya dan meletakkan amplop tersebut ke atas meja kerja Pak Gunawan. Membuat kedua mata Pak Gunawan terbelalak sempurna saat melihatnya. Sungguh hal yang sangat mengejutkan bagi pria tua itu. “Saya ingin mengundurkan diri, Pak. Dan itu surat pengunduran diri saya,” ucap Merlin sembari menatap Pak Gunawan yang saat ini sedang menganga. “Ta..tapi kenapa?” tanya Pak Gunawan masih sedikit syok. Ia bahkan sampai tergugu seperti itu. “Karena saya sedang hamil, Pak. Saya ingin fokus merawat anak ini dengan baik,” sahut Merlin sembari mengusap perutnya yang sedikit membuncit dengan lembut. Ia bahkan tidak ragu untuk menjawab pertanyaan Pak Gunawan dengan fakta tersebut. Kali ini Pak Gunawan benar-benar beranjak dari posisi duduknya. “APA? HAMIL? JADI SELAMA INI KAMU SUDAH MENIKAH?” pekik Pak Gunawan. Di luar ruangan, Dinar yang sedari tadi berdiri untuk menguping pembicaraan Merlin dengan Pak Gunawan pun ikut terkejut sama seperti Pak Gunawan saat ini. Wanita itu hampir jatuh merosot ke atas lantai usai mendengar fakta jika Merlin tengah berbadan dua. Sungguh berita yang sangat mengejutkan padahal hari masih pagi. Merlin masih berusaha untuk bersikap tenang. “Saya harap, Pak Gunawan dapat memaklumi hal ini. Saya sangat senang sekali karena pernah menjadi bagian dari perusahaan ini selama bertahun-tahun lamanya. Terima kasih, karena telah memberi saya pengalaman yang begitu luar biasa,” ucap Merlin pada Pak Gunawan. Tangan kanannya terulur untuk bersalaman kepada Pria tua di hadapannya itu. *** Dinar terperanjat kaget saat Merlin tiba-tiba membuka pintu ruangan Pak Gunawan. Karena ia merasa syok usai mendengar fakta kehamilan Merlin tadi. Rasa fokus Dinar mendadak hilang hingga ia tidak menyadari jika Merlin berjalan menuju pintu. Dan berakhirlah seperti sekarang, ia terpergok sedang menguping pembicaraan kedua orang itu. Namun bukan masalah yang besar bagi Merlin. Ia sudah terbiasa dengan sifat Dinar yang ingin tahu tentang segalanya dan suka mengurusi kehidupan orang lain. Merlin hanya berjalan melalui Dinar menuju meja kerja miliknya. Hari ini akan menjadi hari terakhir ia bekerja di perusahaan ini. Dinar bergegas membuka langkahnya untuk menghampiri Merlin. Wanita itu ingin bertanya tentang apa yang baru saja ia dengar tadi. “Merlin, lo serius sedang hamil?” tanya Dinar tanpa basa-basi lagi Merlin hanya bergumam pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Dinar. Semakin Dinar mendapatkan jawaban semakin kedua matanya membulat dengan sempurna. Dan rasa penasarannya pun semakin menjadi-jadi. “Tapi, kapan lo nikah?” tanya Dinar lagi. Wanita itu sudah memposisikan diri di atas kursi miliknya yang sedari tadi memang berada di samping meja kerja Merlin. “Nar, gue nggak pengin jawab pertanyaan dari lo. Jadi hentikan dan tahan rasa penasaran lo itu. Lo hanya perlu tahu gue sudah menikah dan sedang mengandung. Sebatas itu saja, oke?” Merlin menatap Dinar dengan tatapan yang sangat tegas. “Tapi, gue penasaran lo menikah dengan siapa dan kapan pernikahan itu terjadi, Merlin,” balas Dinar bersikukuh. Merlin memilih untuk bungkam dan berusaha mengabaikan Dinar yang terus merengek dan mengoceh di sampingnya. Lebih baik semua orang tidak tahu dengan siapa Merlin menikah. Sebab pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah kecelakaan. Terlebih keluarga sang suami yang secara terang-terangan mengatakan tidak akan menganggap Merlin sebagai menantu di keluarga mereka. Jadi, untuk apa mengumbar hal dengan siapa ia menikah dan kapan pernikahan itu terjadi, bukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN