Mantan Datang Lagi

1137 Kata
Seusai beradegan mesra di basement, baik Salma dan pria yang disinyalir kekasihnya terlihat buru-buru memasuki mobil. Kendaraan besi yang mereka tumpangi pun berlalu dari parkiran. "Ekhem ... jangan gitu lagi, Sal," protes pria bernama Alvaro membuka topi yang dikenakan seraya mengemudikan mobil jenis SUV hitam mewahnya. "Maksud kamu ciuman?" tanya Salma to the point. "Bukan. Tapi tempatnya." "Kenapa? Kamu takut ke-spot paparazi terus nanti muncul headline sutradara kawakan Alvaro Bosaid kencan sama cewe biasa, gitu?" Salma menyindir dengan nada tak suka seraya memutar bola mata dengan malas. Gadis itu kesal, kekasihnya kerap protes jika sang gadis melakukan kemesraan spontan di tempat publik. "Cewe biasa darimana, Sal? Siapa coba yang gak kenal model terkenal Salma Keylie?" Alvaro membalas sarkas kekasihnya. "Yaudah, biar aja semua dunia tahu kalau kamu punya aku." Perdebatan kecil pun terjadi di antara keduanya. Niat menjemput sang kekasih pulang dirawat malah berbuntut perecekcokan. Bukan tak suka prilaku romantis sebagai pasangan, Alvaro hanya ingin menjalani hubungan kekasih tanpa terburu-buru karena khawatir cepat bosan. Namun, Salma ingin melakukan sebaliknya karena sang gadis begitu tergila-gila dengan semua hal tentang Alvaro. Ia merasa tak nyaman menjalin hubungan tertutup. "Yaudah, maaf. Tapi, please kamu harus ngertiin aku, Sayang. Dari awal kamu janji buat take it slow, kan?" "Iya dimaafin. Aku juga minta maaf udah kekanak-kanakan," sesal Salma seraya mengerucutkan bibir manja. Melihat sekilas sikap sang kekasih, senyuman manis pun terbit dari raut kaku Alvaro. Untuk menenangkan hati Salma, pria berpostur tinggi dan berotot pun menawari Salma untuk melipir ke toko eskrim favoritnya. "Mau, mau, mau!" cicit Salma serupa bocah kecil tak sabaran. Mood kesalnya berubah drastis setelah mendengar toko es krim favorit. "Tapi satu kali scope aja, lho curangnya. Kamu kan ada catwalk seminggu lagi." "Okeh, deal. Yang penting aku mau makan gelato strobery yummy," balas Salma riang. Salah satu catatan penting bagi seorang model profesional adalah tubuh proporsional terutama menjelang festival peragaan di atas catwalk. Pola makan dan gizi seimbang pun telah diatur oleh ahli gizi untuk menjaga berat badan idel sang model. Dalam jangka waktu tertentu, seorang model tidak diperkenankan makan di luar anjuran ahli gizi. "Ch! Dasar!" Alvaro mengusap kilat pucuk kepala Salma. Seiras itu, fokus pandangan kembali ia arahkan kepada jalanan besar di hadapannya. Namun, sebuah pemandangan yang tak asing di tepi jalan sukses mengalihkan fokusnya. Tidak, lebih tepatnya seseorang yang Alvaro sangat kenal. Apa-apaan, nih!? Baru putus beberapa minggu dia udah bisa ketawa-ketiwi sama cowo lain? Alvaro merutuk kesal dalam hati sembari mengepalkan kuat kedua jemari. Nyatanya, d*da bidang milik sang sutradara panas tak terima melihat pemandangan tersebut. *** "Ini rumah kontrakan aku, Kak. Makasih udah repot-repot nganterin sampe sini," ujar Anna tak enak hati diiringi gelagat canggung. Nyatanya, Devan mengantar Anna seusai praktek tadi. "Gak apa, An. Gak ngerepotin, kok. Justru makasih udah mau nunggu dan mau terbuka tentang kehidupan kamu ke saya." Devan menghela napas berat. Pria dengan ciri khas kaca mata bening itu baru saja mendengar kisah memilukan Anna. "Kamu gak sendirian, An. Kalau kamu mau kontrol datang langsung aja di jam yang sama, ok? Saya pastikan, sebagai dokter siap bantu kamu kapanpun," lanjut Devan terdengar tulus, menyemangati mantan adik kelasnya itu. Seusai Anna kontrol kandungan rutin sore tadi, Devan sengaja meminta sang puan menunggunya karena ada penjelasan tambahan mengenai kandungan usia muda. Namun, nampaknya itu hanya akal-akalan Devan saja agar bisa mengantar Anna pulang. Pria berprofesi sebagai dokter spesialis kandungan itu sangat terenyuh mendengar bahwa Anna ditinggalkan kekasihnya dalam keadaan hamil. Sejak saat itu juga, sang pria berjanji dalam hati bahwa akan melindungi Anna. "Yaudah kalau gitu kamu masuk. Saya juga pulang dulu," usul Devan seraya pamit. "Hati-hati ya, Kak. Aku masuk dulu," balas Anna yang berlalu ke dalam sebuah rumah kontrakan minimalis. "Duh aku jadi gak enak cerita aib sendiri sama Kak Devan. Padahal baru ketemu. Mana dia baik banget lagi," sesal Anna yang belum beranjak dan malah bersandar di daun pintu setelah ditutupnya barusan. TOK ... TOK! Selang tak berapa lama, pintu rumah Anna terdengar diketuk dari luar. "Siapa lagi, ya?" Tangan kanan Ann spontan meraih gagang pintu dan membukanya. "Kak Devan?" "Hai lagi, An." Devan memamerkan barisan gigi rapi seraya melambaikan tangan kilat. "Saya lupa bilang, istirahat yang banyak. Jangan sampe kecapean. Dan yang lebih penting jangan telat kontrol." "Hehe, siap Pak Dokter." Anna memberi gestur hormat dengan terbitan senyum manis dari belah ranumnya. Devan yang tersipu melihat tingkat manis Anna pun kembali pamit dan meminta Anna menutup pintu lagi. "Astaga, Kak Devan ada-ada aja. Mana lucunya gak berubah dari zaman SMA," gumam Anna seraya menggelengkan kepala gemas seusai menutup pintu untuk kedua kali. TOK ... TOK! Namun, belum lama ditutup, lagi-lagi pintu terdengar diketuk. "Ini pasti Kak Devan. Dia kan dari dulu suka iseng, hehe." Anna bermonolog dan lalu terkekeh. "Kak Dev—" "Oh, jadi kamu udah sama cowo baru sekarang. Gampang banget move on!" Bukan Devan, melainkan sosok pria lain berpostur tinggi besar yang mengetuk pintu Anna. Sosok itu bahkan tak segan-segan menyindir pedas Anna. "Oh, atau jangan-jangan yang ada di dalam kandungan itu bukan anak aku, huh?" Sang pria yang tak puas kembali melayangkan tuduhan kejinya. "Jaga omongan kamu, ya! Aku gak pernah sekalipun sama cowo lain selain kamu," balas Anna naik pitam. "Mending kamu pergi dari sini sekarang juga," lanjut sang puan mengusir pria tampan di hadapannya. "Ch! Terus cowo tadi siapa, huh? Dari jauh aku liatin udah kayak pasangan bahagia aja." "Terserah, mending kamu pergi sekarang sesuai sama omongan bulsh*t kamu yang gak siap atas kehamilan ini!" Anna meradang hingga merasakan perut sakit imbas menegang. Tangannya sontak memegang perut sembari mengaduh kecil. Rautnya berubah pucat dengan buliran keringat kecil mulai bermunculan di dahi. "Anna ... kamu kenapa?" tanya sang pria mulai merasa khawatir. "Gak tau, nih. Tiba-tiba perut aku sakit." "Kita ke rumah sakit, ya." "Gak usah. Aku mungkin butuh istirahat aja," tolak Anna. "Yaudah sini aku gendong." Sang pria yang disinyalir mantan kekasih Anna itu pun langsung menggendong tubuh wanita itu ala bride style. "Turunin Aku, Alvaro. Aku bilang gak usah digendong! Aku bisa sendiri. Kamu mending pulang aja sana," tolak Anna lagi sembari menggeliat meminta diturunkan. "Gak. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa." Menghiraukan larangan Anna, Alvaro segera membawa tubuh wanita itu ke dalam rumah untuk dibaringkan. Di sisi lain. Panggilan yang Anda tuju sedang dialihkan. Silahkan coba beberapa saat lagi. Beberapa kali Salma mencoba men-dial nomor ponsel Alvaro, tetapi hanya suara operator seluler otomatis yang sedari tadi menjawab. "Ergh, kok dialihkan terus, si? Padahal baru ketemu tadi doang pas jemput. Aku 'kan masih kangen," gumam Salma kesal seraya membanting ponselnya ke kasur. Nyatanya, sang kekasih tidak kunjung menjawab panggilan. "Yaudah, deh. Aku tunggu sebentar lagi. Mungkin dia masih ada urusan. Sabar-sabarin ajah ya Sal, pacar kamu tuh sutradara yang udah pasti sibuk siang malam," lanjutnya bermonolog sembari mengelus da*a. Merasakan tubuhnya lelah, model berparas jelita itu pun menjatuhkan pasrah tubuh mungilnya ke permukaan kasur empuk di kamar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN