Sharon tak menyangka ketika dia tiba di apartmen pada sore hari, ternyata pria matang yang telah menjadi suaminya sudah ada di apartmen, masih mengenakan pakaian kerjanya dengan jas yang telah ditanggalkannya. “Lho, pak Marvel?” ujar Sharon. Marvel tersenyum kecil dan mengedikkan dagunya agar Sharon duduk di sofa sampingnya. Wanita itu meletakkan kantung belanja di lantai. Matanya menatap Marvel dengan penuh kekaguman. “Bagaimana kampus? Suka?” tanya Marvel. “Suka sih, tempatnya bagus, gedungnya luas banget, bahkan banyak taman aestethic,” jawab Sharon. “Tapi?” ujar Marvel menaikkan alisnya karena merasa Sharon menggantungkan kata-katanya. Sharon membasahi bibirnya lalu sedikit menelengkan kepalanya, “kenapa kelasku hanya berisi sepuluh orang? Bagaimana kalau aku kelihatan banget bodo