Selamat membaca!
Rafka yang diminta oleh Bintang untuk membawa Alissa ke kamarnya, membuat langkah kaki tergesa pria itu menuju sebuah kamar tamu yang ditempati oleh Alissa sejak kemarin.
Namun, Rafka tak menemukan keberadaan wanita itu di kamar, ruangan tersebut tampak kosong dengan isi lemari yang masih utuh. Lalu Rafka bergegas memanggil seluruh pelayan untuk menanyakan ke mana perginya Alissa. Mereka semua menggeleng takut karena tidak tahu di mana keberadaan Alissa saat ini, sebab setahu mereka wanita yang Rafka cari berada di dalam kamar Bintang setelah insiden yang terjadi.
Seketika pikiran Rafka dihantui rasa takut, ia takut Alissa memilih pergi dari rumah karena perkataannya yang sudah sangat keterlaluan. Rafka sadar itu salah dan begitu menyakitkan, terlebih Alissa memiliki hati yang lembut, selembut kapas yang mudah rapuh.
"Lisa, di mana kamu sekarang? Apa kamu pergi ke suatu tempat untuk menenangkan hatimu? Tapi kenapa kamu tidak memberitahu siapa pun yang ada di rumah ini agar aku tidak ketakutan seperti ini. Aku mohon, Lisa, pulanglah dan jangan pergi. Bintang mencarimu." Rafka membatin di dalam hati seraya melanjutkan langkah kakinya untuk keluar dari rumah.
Setibanya di luar rumah, pria itu memanggil Azmi yang tengah berjaga di pos security. Azmi yang merasa terpanggil pun segera menghampiri Rafka, menghadap dengan posisi tegap.
"Siap, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Azmi dengan sopan.
"Apa kamu melihat Alissa?"
"Tadi saya lihat nyonya pergi, Tuan. Tapi begitu saya tanya mau ke mana, nyonya nggak jawab apa-apa, dia terlihat menangis dan sangat rapuh. Apakah Tuan sedang berselisih paham dengan Nyonya Alissa?" tanya Azmi yang memiliki jiwa kepo yang tinggi dibanding pelayan atau security lainnya.
"Pergi ke arah mana?" tanya Rafka yang sama sekali tidak menanggapi keingintahuan Azmi karena yang terpenting saat ini adalah menyusul Alissa dan mencegahnya untuk pergi jauh.
"Ke arah barat, Tuan. Sepertinya ke arah jalan raya. Apa perlu saya cari tahu ke mana tujuannya, Tuan?" Azmi bertanya seperti itu dengan sigap untuk membantu Tuannya jika sewaktu-waktu memerlukan pertolongannya.
"Tidak perlu. Saya akan mencarinya sendiri!" tolak Rafka yang kemudian bergegas menuju garasi dan mengambil motornya untuk ditunggangi mencari keberadaan Alissa.
Rafka langsung memacu laju kuda besinya keluar dari pelataran rumah, menyusuri jalanan komplek elite nan mewah yang menjadi lokasi kediamannya selama lima tahun terakhir.
Kedua mata elang Rafka yang tajam fokus memerhatikan setiap wanita yang dijumpainya, berharap salah seorangnya adalah Alissa. Namun, butuh waktu lama untuk Rafka bisa menemukan seseorang yang dicarinya penuh rasa khawatir, sampai akhirnya sorot mata elangnya berhasil menemukan sosok wanita yang melangkah dengan gontai dan bercucuran air mata.
Rafka segera memotong langkah wanita itu, memarkirkan motornya di pinggir jalanan komplek dan langsung menghampiri Alissa yang masih belum menyadari bahwa pengendara motor yang memotong jalannya adalah Rafka.
"Lisa…" panggilan itu terdengar lembut keluar dari mulut Rafka, membuat si pemilik nama segera mendongak dan seketika kedua matanya membulat sempurna.
Mata yang sembab dan basah itu menatap tidak percaya. Ia tidak percaya saat ini Rafka ada di hadapannya, menghalangi langkahnya yang memutuskan akan pergi jauh membawa luka yang menyayat hati.
"Ka--kamu… Kamu ngapain ada di sini?" tanya Alissa dengan suara serak yang begitu berat.
"Harusnya saya yang bertanya seperti itu. Kamu mau ke mana, Lisa? Kenapa kamu ada di jalanan ini?" Rafka bertanya dengan suaranya yang terdengar halus, seakan berusaha menyentuh hati Alissa yang terluka.
"A--aku… Aku mau pergi."
"Pergi ke mana?" tanya Rafka kembali dengan jantung yang berdebar setelah mendengar jawaban bahwa wanita itu akan pergi.
Sebelum menjawab pertanyaan Rafka, wanita itu menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya, ia berusaha menghentikan tangisan yang sudah menemaninya sejak pertama kali ia melangkahkan kaki untuk pergi dari rumah milik pria itu. Akan tetapi tangisan itu seakan sulit dihentikan, bahkan saat ini dadanya naik turun begitu cepat sampai suaranya tersedu-sedu saking lamanya menangis.
"Pergi jauh dari semuanya biar aku tidak membawa masalah lagi, terutama untuk hidupmu." Dengan susah payah Alissa mengatakan semua itu dibarengi suara napas yang tercekat-cekat.
Rafka segera menggelengkan kepalanya, lalu ia menggerakkan kedua tangannya yang terasa lemas, kemudian tanpa disangka-sangka akhirnya ia menangkup kedua lengan Alissa hingga membuat wanita itu tersentak tak percaya.
"Jangan pergi, Lisa. Saya minta maaf atas perkataan di rumah tadi. Saya khilaf dan terlalu emosi sampai bisa berkata seperti itu padamu tanpa mendengar penjelasan yang sebenarnya dari kamu. Please, jangan pergi. Saya sungguh-sungguh menyesal atas tindakan saya tadi."
Perkataan yang terlontar dari bibir manis Rafka, sikapnya yang lembut dan tatapannya yang teduh cukup menunjukkan bahwa pria itu benar-benar menyesal dan merasa bersalah. Tetapi Alissa tak ingin tertipu dengan permintaan maaf itu lagi karena hatinya sungguh tidak mampu memupuk luka semakin dalam lagi.
Alissa tidak ingin jika suatu hari nanti ia melakukan kesalahan yang tanpa disengaja dan akan mendengar kembali perkataan tajam bagaikan pisau yang menusuk jantungnya dalam-dalam.
"Tuan, kamu jangan khawatir, walaupun aku pergi dari rumahmu, tapi aku akan bekerja keras di luaran sana untuk mengganti semua uang yang sudah kamu keluarkan untuk membiayai semua biaya ibuku di rumah sakit. Aku akan membayar semuanya, aku janji. Aku tidak akan kabur, Tuan."
"Lisa, saya tidak…"
Kini giliran Alissa yang memotong kalimat Rafka yang belum usai. Wanita itu segera mengungkapkan isi hatinya yang benar-benar sudah memutuskan untuk mengakhiri semua ini.
"Aku tahu kamu pasti menyesal sudah membayarku di awal dan malah mendapatkan hasil seburuk ini. Aku sudah membuat putrimu terluka, aku sudah membuat kamu begitu marah, kesal dan kecewa atas sikapku yang ceroboh, lalai dan tidak berguna. Aku benar-benar minta maaf, Tuan. Maka dari itu aku memilih untuk pergi dan mengakhiri ini semua dengan syarat aku akan membayar semua uang yang sudah kamu keluarkan untuk membayar aku yang tidak berguna ini. Aku janji, Tuan. A--aku akan membayar hutang-hutang ke--kemarin…" Dengan terisak-isak Alissa mengucapkan semua itu, napasnya terdengar payah dengan wajah yang pucat. Tubuhnya semakin bergetar hebat dengan tangisan yang kian sulit untuk dihentikan.
Hati Rafka terasa rapuh melihat keputusasaan Alissa, tangisan wanita itu membuat dirinya seperti manusia paling berdosa di dunia ini karena sudah membuat wanita selemah Alissa sehancur kini akibat perkataannya. Bibir Rafka bergetar ketika tak mampu menjawab perkataan Alissa, bahkan lidahnya terasa kelu saat akan menghentikan kepergian Alissa yang kembali hendak melanjutkan langkah kakinya.
Namun, tangan Rafka begitu cekatan meraih pergelangan tangan wanita itu hingga berhasil menghentikan langkahnya. Sekali gerakan, kedua tangan kekar Rafka langsung merengkuh tubuh Alissa ke dalam pelukannya.
Saat lidah yang tak bertulang tidak mampu memperbaiki kesalahannya, tetapi pelukan hangat Rafka saat ini berusaha menunjukkan gestur tubuh permohonan maafnya.
Alissa sangat terkejut merasakan pelukan erat pria itu, pelukan yang seakan meruntuhkan pertahanannya. Menyentuh hatinya yang terluka dengan gerakan yang sangat lembut. Wanita itu tak menyangka Rafka akan menyentuh kulitnya, meminta maaf dengan cara seperti ini dan mencegah kepergiannya.
"Tuan, jangan seperti ini. Tolong lepaskan aku," ucap Alissa sambil berusaha mengurai pelukan tersebut.
Namun, tak dapat dipungkiri, pelukan itu mampu menghentikan tangisan Alissa. Jantungnya berdetak cepat tak beraturan, lebih cepat dari sebelumnya. Napasnya tercekat, membuatnya kesulitan untuk menghirup udara dengan baik.
"Jangan memanggilku seperti itu, Lisa. Berhenti memanggilku dengan sebutan Tuan, saya adalah calon suamimu bukan atasanmu!" pinta Rafka yang masih enggan mengurai pelukan yang terjalin saat ini. Ia tak ingin melepaskannya sampai Alissa mengatakan akan tetap bertahan demi Bintang dan memaafkan kesalahannya.
"Tapi aku tidak mau melanjutkan ini semua, aku tidak ingin membuat kamu marah lagi, apalagi sampai membuat Bintang celaka karena kelalaianku. Jadi aku mohon, tolong lepasin aku. Biarkan aku pergi."
"Ini bukan salahmu, Lisa. Saya sudah mendengar cerita dari Bintang. Saya yang salah karena sudah menuduhmu tanpa mendengarkan penjelasan darimu. Saya salah karena larut dalam amarah sampai saya tidak bisa melihat perjuangan yang sudah kamu lakukan untuk mewujudkan keinginan Bintang yang ingin sekali memakan apple pie buatan bundanya. Saya benar-benar minta maaf, Lisa. Tolong kamu maafin saya dan berhenti berpikir untuk pergi."
Mendengar ucapan Rafka yang penuh dengan nada penyesalan membuat Alissa tersenyum samar. Hanya beberapa detik sebelum akhirnya ia menggigit bibirnya kuat-kuat, tatkala teringat dengan luka yang tertinggal di hatinya.
"Ini bukan kali pertamanya kamu minta maaf, Mas. Tapi apa bukti dari permintaan maafmu yang kemarin? Ujung-ujungnya kamu kembali melukai perasaanku. Kamu tidak tahu 'kan Mas, bagaimana sakitnya perasaanku karena kata-katamu, kamu adalah alasan mengapa aku bisa melangkah sejauh ini, berusaha kuat dan bangkit lagi dari keterpurukan setelah aku gagal menikah dengan Rio, ditambah mamaku meninggalkan aku untuk selamanya. Kamu alasanku untuk bangun lagi Mas, tapi kenapa kamu seolah ingin membunuhku dengan perlahan-lahan menggunakan lidahmu yang tidak berulang itu? Kenapa Mas?" batin Alissa yang tidak mampu mengungkapkan isi hatinya yang begitu kecewa dan marah atas sikap Rafka.
Sementara tekad wanita itu sudah bulat untuk pergi menjauh agar tidak menimbulkan masalah baru dalam keluarga Rafka di kemudian hari.
Bersambung…