Selamat membaca!
Setelah berada di luar ruangan, tiba-tiba Rafka dikejutkan dengan kehadiran Alissa yang ternyata sudah sejak tadi menyaksikan apa yang terjadi di dalam ruangan, antara dirinya dan juga Bintang. Ya, Alissa melihat jelas kesedihan gadis kecil itu, yang sangat kehilangan akan sosok ibunya. Bahkan saat ini, kondisi Bintang terlihat amat lemah setelah tak sadarkan diri.
"Kamu! Kenapa kamu kembali lagi? Untuk apa kamu berdiri di sini dan melihat kesedihan putriku setelah kamu menolak tawaran dari saya!" kecam Rafka yang menyayangkan penolakan dari Alissa tentang tawaran yang sempat diberikannya.
"Maaf untuk penolakan tadi, Tuan, tapi jika kamu masih membutuhkan bantuanku untuk melakukan sandiwara dengan menjadi Bunda dari Bintang, maka aku bersedia melakukannya," ungkap Alissa yang dapat melihat kedua mata Rafka kini telah memerah dan digenangi bulir-bulir kesedihan.
"Ya Tuhan, ternyata pria arogan ini bisa menangis juga. Aku pikir air matanya sudah mengering karena saking sombongnya," batin Alissa dan merasa iba melihat kesedihan Rafka saat ini.
Sementara itu Rafka masih tampak berpikir sebelum ia memutuskan langkah yang akan diambilnya. Sampai akhirnya, tibalah saat dimana Rafka memutuskan apa yang akan menjadi pilihannya.
"Semoga ini adalah keputusan yang tepat. Lebih baik sekarang-sekarang ini Bintang jangan dulu tahu bahwa Aura sudah meninggal, tapi jika nanti Bintang sudah dapat melihat lagi, mungkin itu waktu yang tepat untuk dia mengetahui semuanya yang terjadi pada Aura," gumam Rafka yang sudah tahu harus memutuskan apa.
Tibalah saat dimana Alissa bertemu dengan Bintang, setelah menunggu gadis kecil itu tersadar selama setengah jam lamanya. Walau ada perasaan gugup dalam hatinya, tapi Alissa tak punya pilihan lain karena ia membutuhkan banyak uang dalam jumlah yang cukup besar untuk ibunya. Maka itulah, Alissa memutuskan untuk kembali dan akhirnya menerima tawaran dari Rafka, pria yang dilihatnya sangat dingin dan arogan.
"Ayah.... Dimana Bundaku, Ayah?" tanya Bintang saat pertama kali membuka mata, suaranya terdengar begitu parau memanggil Rafka yang saat ini tengah berdiri di samping ranjangnya.
"Iya sayang, Ayah ada di sini." Rafka meraih tangan sang putri dan menggenggamnya dengan erat. Ada raut kesedihan dalam hatinya saat melihat kondisi Bintang yang seperti ini. Sakit tapi tak berdarah, itulah kalimat yang tepat menggambarkan perasaaan Rafka saat ini.
"Ayah, Bunda ada dimana? Aku ingin bertemu dengan Bunda, aku mau peluk Bunda!" tanya Bintang dengan penuh harap.
Rafka melirik ke arah Alissa yang kini juga tengah berdiri di samping ranjang. Ia seolah memberi sebuah isyarat lewat sorot matanya, agar wanita itu segera bicara sesuai dengan apa yang telah diperintahkan kepadanya.
"Sayang, ini Bunda sudah datang, Nak, tapi maaf suara Bunda pasti beda ya karena Bunda harus menjalani operasi pita suara akibat benturan keras itu. Ini saja Bunda masih sakit kalau bicara." Alissa berhasil mengatakan apa yang harus dikatakannya sesuai dengan perintah Rafka. Wanita itu secara naluri mulai menyentuh pucuk kepala Bintang lalu mengusap punggung gadis kecil itu sampai akhirnya, Alissa merengkuh dan memeluk tubuh Bintang dengan begitu erat.
Sebuah dekapan hangat yang dapat merubah kesedihan di wajah Bintang, menjadi raut bahagia dengan senyuman yang mulai terulas dari kedua sudut bibir gadis kecil itu. "Bunda, aku kangen sama Bunda, tapi sayang dokter bilang aku buta, jadi sekarang aku enggak bisa lihat wajah Bunda lagi yang cantik."
Alissa merasa hanyut dalam suasana haru yang saat ini tengah ia rasakan. "Ini hanya sementara, sayang. Bintang harus sabar ya, secepat mungkin Ayah dan Bunda akan mencari pendonor yang cocok untukmu. Bintang jangan pernah merasa takut sedikit pun karena Bunda akan selalu ada di sampingmu, apapun keadaannya."
Kedua tangan Bintang yang saat ini tengah melingkar di tubuh Alissa semakin memperkuat pelukannya untuk mencurahkan rasa rindunya pada sang ibu. "Iya Bunda, aku percaya Bunda dan Ayah akan selalu ada untukku. Bunda cepat sembuh ya, jangan lama-lama sakitnya." Gadis kecil itu meminta sambil mengusap punggung belakang Alissa yang dikira sebagai ibunya.
Alissa segera mengurai pelukan keduanya, lalu ia menangkup kedua sisi wajah Bintang dan mulai menghapus air mata yang telah membasahi wajah gadis kecil yang memiliki paras cantik itu. "Kamu tenang saja, Bunda janji akan sembuh demi Bintang, asalkan kamu juga mau berjanji akan melakukan hal yang sama. Kita berdua semangat untuk sembuh ya, sayang."
Bintang menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. "Aku janji, Bunda. Oh ya, walau pita suara Bunda sudah dioperasi, tapi suara Bunda tidak banyak berubah ya, sama-sama lembut seperti biasanya. Sekarang aku tidak akan takut lagi walau berada dalam kegelapan, asal ada Bunda di sampingku yang selalu menemani."
Bintang mulai menggerakkan kedua tangannya untuk meraba wajah Alissa. Hingga akhirnya Alissa menuntun kedua tangan mungil itu untuk menyentuh wajahnya yang sudah basah oleh air mata. Saat ini entah mengapa hatinya begitu terenyuh, menyaksikan Bintang yang sangat menyayangi ibunya dan entah apa yang terjadi bila sampai gadis kecil itu mengetahui, bahwa ternyata sang ibu telah tiada akibat insiden kecelakaan itu.
"Bunda, jangan menangis lagi ya. Aku tidak mau membuat Bunda bersedih seperti ini karena mencemaskan kondisiku. Aku baik-baik saja kok, Bunda, sebentar lagi juga aku sembuh kok," pinta Bintang sambil mengusap kedua pipi Alissa untuk membantu mengusap air matanya.
Alissa segera menganggukkan kepalanya untuk menjawab permintaan Bintang yang begitu sederhana. "Ya, Bunda tidak akan menangis lagi. Bunda percaya Bintang adalah anak yang paling kuat dan paling hebat." Wanita berparas cantik itu menjawabnya dengan tersedu-sedu.
Bintang kembali memeluk tubuh Alissa dengan begitu eratnya, kini tidak ada lagi air mata yang mengalir dari kedua sudut mata gadis kecil itu karena ia tak ingin membuat ibunya semakin bersedih.
Rafka yang sedari tadi hanya termangu menyaksikan adegan penuh haru di hadapan matanya, tanpa sadar ikut meneteskan bulir bening yang mengalir beberapa tetes dari kedua sudut matanya. Namun, dengan cepat pria berwajah dingin itu segera mengusap air mata kesedihannya agar Alissa tak melihat semua itu.
"Kenapa kamu menangis sampai terisak seperti itu, Alissa? Padahal kamu sama sekali tak mengenal Putriku, tapi entah kenapa aku dapat melihat hatimu yang begitu lembut, hingga dapat mencurahkan kasih sayangmu yang tulus pada putriku. Bahkan karena itulah Bintang jadi merasa tak curiga kepadamu, dia sangat mempercayai bahwa kamu adalah Aura. Ya Tuhan, ampuni aku yang telah membohongi Putriku dengan sandiwara ini, aku hanya butuh waktu untuk jujur kepada Bintang sampai Putri kecilku dapat kembali melihat dunia," batin Rafka di kedalaman hatinya yang masih terasa hancur karena selain kehilangan Aura, pria itu pun harus menerima kondisi Bintang yang tak bisa melihat.
Bersambung✍️