Bab 4

2427 Kata
Selamat membaca! Alissa telah berhasil menjalani perannya sebagai Aura hingga dapat menenangkan Bintang yang kini tertidur dalam dekapannya. Sementara sosok pria tampan yang sejak tadi hanya mampu menatap apa yang terjadi dari tempat duduknya berada, kini mulai bangkit dan melangkah menghampiri Alissa yang tampak nyaman tidur bersama putrinya di atas ranjang pasien. Setibanya di samping ranjang, Rafka mulai membungkukkan tubuhnya, lalu memposisikan mulutnya berada dekat dengan telinga Alissa untuk bisa membisikkan sesuatu. "Al, bisa keluar sebentar? Ada yang ingin saya bicarakan denganmu!" tanya Rafka dengan berbisik pelan tepat di depan telinga Alissa yang bertujuan agar tidak sampai terdengar oleh Bintang, walau gadis kecil itu sudah memejamkan kedua matanya. Rafka hanya berusaha menyimpan rahasia ini rapat-rapat dari Bintang, ia tak ingin usahanya untuk melakukan sandiwara ini terbongkar sebelum putrinya kembali dapat melihat karena sebuah ketidaksengajaan. Alissa segera menoleh hingga tanpa sengaja hidungnya bertabrakan dengan wajah Rafka yang masih berada di posisinya, sama seperti waktu ia membisikkan kata-kata di depan telinga wanita itu. "Ups, Tuan maaf. Aku tidak sengaja," ucap Alissa dengan wajah canggung setelah hidungnya menyentuh pipi lembut Rafka hingga ia dapat mencium aroma maskulin pria itu. Rafka langsung membenarkan posisinya dan kembali berdiri tegak, lalu ia mengambil dua helai tisu yang berada di atas nakas samping ranjang, kemudian ia mengelap pipinya yang sempat dicium oleh Alissa. Kedua mata Alissa membulat sempurna ketika melihat hal itu, ia hanya dapat menelan kasar salivanya dengan kedua belah alis yang saling bertaut. "Kenapa dia terlihat sangat jijik padaku? Sampai-sampai pipinya yang tidak sengaja dicium oleh hidungku yang lupa kuajarkan ini saat berhadapan dengannya langsung dielap gitu. Dasar pria menyebalkan!" umpat Alissa di kedalaman hatinya dengan sebelah tangan yang mengepal erat. Setelah selesai mengelap pipinya, Rafka kembali memerintahkan Alissa. "Cepat bangun, saya tunggu kamu di luar!" Lalu Rafka beranjak pergi begitu saja tanpa menunggu wanita itu yang terlihat kesulitan saat hendak melepaskan kedua tangan Bintang yang melingkar di tubuhnya. "Sayang, Bunda keluar dulu ya, sebentar saja. Bunda mau berbicara dengan ayahmu," pamit Alissa pada Bintang setelah ia berhasil lolos tanpa membangunkan gadis kecil itu yang sangat terlelap setelah minum obat, kemudian ia mengusap lembut pucuk kepala Bintang sebelum beranjak pergi menyusul langkah Rafka yang sudah menunggunya di luar ruang NICU. Setelah bangkit dari ranjang dan maju beberapa langkah, tiba-tiba saja Alissa kembali teringat dengan alasannya sampai harus menerima tawaran dari Rafka, yang memintanya untuk menjalankan sandiwara sebagai bunda dari Bintang yang telah meninggal dunia. Ia terpaksa melakukan semua ini dan ada perasaan tidak tega dalam hati kecil Alissa karena harus membohongi gadis polos yang mengalami kebutaan di saat usianya masih sangat kecil untuk menerima cobaan yang sulit ini. "Ya Allah, maafkan aku karena harus melakukan semua ini sampai tega membohongi gadis kecil yang tidak bersalah itu. Aku terpaksa karena keadaan mendesakku untuk menerima tawaran dari pria yang siap membayarku berapa saja. Aku sangat butuh uang untuk biaya pengobatan Mama, aku sungguh tidak sanggup jika harus kehilangan Mama secepat ini. Aku benar-benar tidak mau..." batin Alissa yang kembali menitikkan air mata kesedihan dengan pandangan nanar saat menatap ke arah wajah Bintang. Alissa kembali teringat dengan kenyataan pahit yang harus diterimanya tentang Rio, kekasihnya. Ya, tepat pada satu jam yang lalu Alissa yang merasa buntu dan tidak memiliki pilihan lain mencoba menghubungi Rio. Wanita itu berniat untuk meminta pertolongan dari Rio atau keluarganya agar mau meminjamkannya uang dalam jumlah yang besar untuk biaya transplantasi ginjal Andin, seorang ibu yang telah melahirkan Alissa ke dunia 24 tahun silam. Saat itu Alissa benar-benar panik begitu masuk ke ruang rawat Andin setelah pertemuannya dengan Rafka di lorong rumah sakit. Wanita itu melihat ibunya tidak sadarkan diri dengan alat medis yang terpasang di beberapa bagian tubuhnya untuk membantu Andin tetap bertahan hidup. Hal itu sangat meluluhlantakkan perasaan Alissa ketika harus mendapati kondisi sang ibu yang kian memburuk di setiap harinya. Alissa segera berlari untuk mencari keberadaan dokter yang menangani ibunya selama dirawat dua Minggu di rumah sakit itu. Setelah berhasil menemukan dokter yang dicarinya, Alissa dengan terengah-engah segera melontarkan pertanyaan yang sangat membuat pikirannya kacau. "Dok, apa yang terjadi pada Mama saya? Kenapa Mama tidak sadarkan diri dan banyak alat-alat yang terpasang di tubuhnya?" cerca wanita itu dengan wajah panik dan beruraian air mata. "Fungsi ginjal Bu Andin sangat menurun dan sudah terjadi penumpukkan racun di dalam tubuhnya, Mbak. Saat ini hanya ada satu pilihan, kita harus segera mengambil tindakan transplantasi ginjal untuk menyelamatkan nyawa pasien," jawab Dokter Lily menjelaskan. Alissa sangat terkejut mendengar jawaban sang dokter, ia segera menutup mulutnya rapat-rapat yang menganga lebar karena syok menggunakan kedua telapak tangan. Pikiran Alissa seolah lumpuh saat dokter mengatakan sang ibu harus melakukan transplantasi ginjal secepatnya. "Dok, tolong selamatkan mama saya. Lakukan apapun yang dapat menyelamatkan nyawa mama. Saya mohon, Dok..." pinta Alissa dengan terisak-isak dan tubuh yang gemetar. Kedua tangannya kini mengatup untuk memohon di hadapan Dokter Lily. "Baik, Mbak. Kalau Mbak setuju dengan saran saya agar Ibu Andin segera melakukan transplantasi ginjal, silahkan Mbak lakukan administrasi terlebih dulu. Saya dan tim medis lainnya akan segera melakukan pencarian untuk menemukan pendonor ginjal yang cocok." Dahi Alissa mengerut dalam ketika ia teringat bahwa saat ini dirinya tak memiliki banyak uang untuk biaya transplantasi ginjal sang ibu yang pasti membutuhkan biaya besar. "Kira-kira berapa biaya yang dibutuhkan agar mama saya bisa melakukan transplantasi ginjal itu, Dok?" tanyanya dengan cemas. "Sekitar 650 sampai 750 juta rupiah, Mbak. Untuk lebih jelasnya boleh ditanyakan langsung pada bagian administrasi ya. Maaf saya pamit dulu ya, Mbak, karena ada beberapa pasien yang harus saya periksa termasuk Ibu Andin." Alissa menganggukkan kepalanya tanpa bisa mengucapkan banyak kata. Lidahnya terasa kelu dengan bibir yang bergetar hebat. Pikirannya kacau saat mendengar biaya transplantasi yang dibutuhkan sang ibu. "Ya Allah, darimana aku harus dapatkan uang sebanyak itu untuk bisa menyelamatkan nyawa mama? Bahkan tabungan di rekeningku sudah hampir habis untuk biaya perawatan mama selama dua Minggu di rumah sakit ini. Apa yang harus aku lakukan, ya Allah? Aku tidak sanggup jika harus kehilangan mama secepat ini," tanya Alissa sembari menggelengkan kepala dan menggigit bibirnya kuat-kuat, ketika hal buruk mulai menghantui pikirannya. Saat kebuntuan menghampiri pikiran Alissa, tiba-tiba saja terbesit dalam benak wanita itu mengenai siapa yang dapat membantunya saat ini. Ia teringat dengan sosok Rio, kekasihnya yang merupakan anak dari keluarga kaya raya dan sosok calon ibu mertua yang pernah mengatakan pada Alissa, jika ia membutuhkan bantuan apa pun itu jangan pernah ragu untuk mengatakan padanya ataupun pada Rio. "Ya, mungkin Rio bisa membantuku untuk keluar dari masalah ini. Aku harus berani meminta tolong padanya agar mama bisa diselamatkan sesegera mungkin. Aku pasti akan mengganti uang yang aku pinjam, walau harus menyicilnya!" batin Alissa memutuskan dan segera merogoh tas untuk mengambil ponselnya di dalam sana. Wanita itu mencari nomor Rio dengan kedua tangan yang masih gemetar dan terasa dingin, tatapannya nanar hingga kedua matanya digenangi bulir-bulir bening karena tak dapat menghilangkan kesedihan yang melekat di pikirannya setelah mendengar kabar sang ibu. Setelah berhasil menemukan nomor Rio, wanita itu segera menekan lambang telepon untuk langsung menghubunginya. Namun, butuh waktu yang lama untuk Rio menjawab panggilan dari Alissa, hingga panggilan pertamanya tidak mendapat jawaban, Alissa kembali menghubungi untuk kedua kalinya dengan penuh harapan agar Rio segera mengangkat teleponnya. Beruntungnya panggilan Alissa yang kedua dijawab oleh Rio. Wanita itu segera mengutarakan tujuannya yang menghubungi sang kekasih dengan suara yang bergetar. "Halo, sayang. Maaf ya kalau aku menghubungimu di waktu yang tidak tepat. Aku tahu sekarang kamu pasti lagi sibuk kerja, tapi ada hal penting yang harus aku bicarakan sama kamu, ini soal mamaku. Sayang, sekarang kondisi mama semakin memburuk dan sudah tidak sadarkan diri. Dokter bilang fungsi ginjal mama sangat menurun dan terjadi penumpukan racun di dalam tubuhnya. Dokter menyarankan agar mama secepatnya menjalani transplantasi ginjal karena hanya itu satu-satunya jalan untuk bisa menyelamatkan nyawa Mama. Aku lagi bingung banget cari biaya untuk mama karena biayanya sangat besar. Makanya aku hubungi kamu dan niatnya aku mau pinjam uang sama kamu untuk mama. Aku boleh 'kan sayang, minta tolong sama kamu sekali ini saja. Please...." pinta Alissa dengan nada yang memohon setelah menjelaskan kondisi sang ibu pada kekasihnya. Alissa sangat berharap Rio mau membantunya di saat keadaan sedang mendesak seperti ini, karena selama mereka menjalin hubungan, Alissa tak pernah sekalipun minta sesuatu pada Rio untuk menjaga harga dirinya. Namun, harapan Alissa dipatahkan seketika saat ia mendengar suara wanita yang tengah menertawakannya dari seberang telepon. "Alissa... Alissa... Basi banget sih alasan kamu, mau minta uang sama Rio pakai bawa-bawa mama kamu yang sedang sekarat. Heh, dengar ya. Rio tidak akan mau memberikan uangnya untuk kamu. Jangankan uang, bahkan dia tidak akan pernah memberikan cintanya lagi padamu karena saat ini dan selamanya Rio hanya akan mencintai aku." "Siapa kamu? Kenapa handphone Rio ada sama kamu?" tanya Alissa dengan lirih. Napasnya tercekat kaget hingga membuat dadanya terasa sesak saat mendengar apa yang wanita itu katakan padanya. "Aku Elvia, kekasihnya Rio yang sangat dicintainya. Kita sudah menjalin hubungan selama tiga bulan belakangan ini diam-diam di belakangmu, karena Rio sedang mencari waktu yang tepat untuk memutuskan kamu!" jawab Elvia dengan begitu bangganya dan ia sengaja membeberkan hubungan gelap Rio bersamanya pada Alissa, agar pria itu tidak perlu repot-repot untuk memutuskan hubungan yang sudah terjalin selama dua tahun ini karena Alissa sendirilah yang akan mengakhiri hubungan itu setelah mengetahui semuanya. "Bohong! Kamu pasti berbohong 'kan? Tidak mungkin Rio mengkhianati aku. Jelas-jelas dia sangat mencintaiku dan kami berdua saling mencintai selama dua tahun ini. Bahkan kami akan menikah akhir tahun ini. Tolong, Mbak, kembalikan ponsel yang kamu pegang saat ini pada Rio. Aku harus berbicara dengannya!" bantah Alissa yang tidak ingin percaya begitu saja dengan apa yang Elvia katakan. "Oh, jadi kamu tidak percaya bahwa Rio sudah menduakanmu sejak tiga bulan yang lalu. Oke, aku akan mengirimkan bukti-bukti berupa foto kita berdua ke nomor kamu. Satu lagi, tolong jangan panggil aku Mbak karena aku masih muda dan bukan Mbak-mu!" ucap Elvia dengan penuh penekanan. "Cukup sandiwaranya! Cepat berikan ponselnya pada Rio sekarang juga!" bentak Alissa dengan amarah yang mulai memuncak mendengar kata-kata lancang wanita yang tengah berbicara dengannya. "Heh, asal kamu tahu ya. Saat ini Rio sedang mandi untuk membersihkan tubuhnya sebelum berhubungan dengan aku. Kalau kamu masih tidak percaya dengan semua yang aku katakan, silahkan kamu datang saja ke Hotel Kartika kamar 24 lantai 7. Kamu bisa melihat langsung seperti apa hubungan kita yang sebenarnya!" jawab Elvia begitu ketus dan segera menutup panggilan tersebut tanpa permisi. Alissa berteriak histeris untuk meluapkan rasa sakit hatinya begitu mengetahui pria yang begitu dicintainya selama ini ternyata menduakannya dengan wanita lain. Tangisan wanita itu pecah seketika, ia merintih menahan rasa sakit yang menyesakkan d**a. Hatinya seakan berdarah karena ditusuk berkali-kali oleh belati tajam hingga begitu dalamnya. Tak lama setelah itu ponsel Alissa berdering, ia melihat ada pesan masuk di akun WhatsAppnya dari nomor yang tidak dikenal. Begitu Alissa membukanya, ternyata pesan itu berisi foto-foto Rio yang tengah tidur bersama wanita yang baru saja menjawab panggilannya. Foto-foto yang menunjukkan mereka yang tengah bugil dengan berbagai pose di atas ranjang. Luka di hati Alissa kian bertambah dalam atas apa yang dilihat oleh kedua matanya. "Ini enggak mungkin. Rio tidak mungkin tega melakukan semua itu padaku. Rio bukan pria b******k seperti yang ada di foto-foto itu. Semua ini enggak mungkin!!!" teriak Alissa lalu membanting ponselnya dengan sekuat tenaga untuk meluapkan rasa sakit setelah melihat bukti nyata, namun ia mencoba mengelaknya. Hingga seorang perawat menghampiri Alissa yang tengah terduduk lemas di koridor rumah sakit yang sangat jarang dilalui oleh pengunjung. Perawat itu datang untuk kembali menyampaikan kabar buruk pada wanita yang tengah patah hati. "Mbak, kondisi Bu Andin semakin memburuk dan sempat mengalami henti jantung. Dokter Lily meminta Mbak untuk segera datang ke ruang rawat Bu Andin." Mendengar kabar itu, Alissa pun segera bangkit dari posisinya dan meraih ponsel yang sudah hancur setelah dibanting, lalu berlari untuk menuju ruangan rawat sang ibu. Setibanya di ruang rawat Andin, terlihat di sana ada seorang dokter dan beberapa perawat tengah mengelilingi tempat tidur yang Andin tempati. Alissa segera menerobos masuk dan memeluk erat tubuh sang ibu dengan tangisan yang begitu pilu. "Mah, aku mohon bertahanlah. Aku janji akan mendapatkan uang 750 juta untuk Mama secepatnya, tapi Mama harus kuat ya. Please, Mah..." lirih Alissa seraya memeluk erat tubuh ibundanya yang baru saja dilakukan pertolongan ketika sempat mengalami henti jantung. Di saat itulah Alissa merasa tidak ada jalan lain untuk bisa mendapatkan uang dalam jumlah yang besar selain menerima tawaran dari pria yang bertemu dengannya di lorong rumah sakit. Pria yang meminta Alissa untuk menjadi istri sirinya dan berpura-pura menjadi mendiang istrinya yang telah meninggal dunia demi Bintang, putrinya. "Ya, sekarang aku tahu bagaimana caranya bisa mendapatkan uang 750 juta dalam waktu cepat. Aku akan melakukan apa saja demi mama!" batin Alissa memutuskan dan segera mengurai pelukannya. Lalu Alissa bergegas menghampiri Dokter Lily yang menatapnya penuh rasa iba. "Dok, saya mohon dengan sangat sama dokter, tolong selamatkan nyawa mama saya ya. Saya janji dalam waktu satu jam saya akan kembali lagi ke sini dan membawa uang 750 juta untuk biaya transplantasi ginjal Mama saya. Tolong, Dok." Dokter Lily mengangguk untuk mengiyakan perkataan Alissa yang tampak begitu hancur menghadapi kenyataan pahit yang terjadi pada hari ini. "Saya akan melakukan yang terbaik untuk menstabilkan kondisi Bu Andin agar bisa segera melakukan transplantasi ginjal, Mbak. Kita berdoa sama-sama ya, minta pada Sang Khalik agar memberikan kemudahan untuk semuanya." Alissa mengangguk sembari menghapus air mata yang membasahi wajahnya. Tak lama kemudian ia pun berlalu pergi begitu saja meninggalkan ruang rawat sang ibu dan berlari menuju ruang NICU tempat di mana Bintang dirawat. Lamunan Alissa yang semula teringat dengan apa yang baru saja dialaminya buyar seketika, saat tangannya ditarik paksa oleh Rafka. "Kenapa kamu malah diam di sini? Apa kamu tidak mendengar bahwa saya memintamu untuk menemuiku di luar?" tanya Rafka yang mulai menatap wajah Alissa yang ternyata sudah basah oleh air mata dengan sorot matanya yang semula tajam dan seketika berubah melembut. "Ma-maaf, Tuan. Ini aku baru saja mau jalan keluar. Maaf sudah membuatmu menunggu," jawab Alissa seraya menghapus air matanya dengan cepat. Kemudian Rafka pun tanpa melepaskan genggaman dari pergelangan tangan Alissa langsung mengajak wanita itu untuk keluar dari ruangan tersebut, agar mereka lebih leluasa ketika berbicara tanpa mengganggu Bintang yang tengah pulas tertidur. Ada banyak pertanyaan yang mulai bermunculan dalam benak Rafka saat melihat Alissa menangis dengan begitu lirihnya. Rasa penasaran pun menuntun pria itu untuk bertanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada Alissa hingga terisak-isak dalam lamunannya. "Sepertinya Alissa sedang mengalami masalah berat dalam hidupnya. Apakah itu yang menjadi alasan kenapa dia kembali lagi ke sini dan menyatakan dirinya siap menerima tawaran dariku setelah sempat menolaknya ya?" batin Rafka yang merasa iba dan menaruh simpatik ketika melihat Alissa tampak begitu rapuh. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN