Jumat (15.24), 28 Mei 2021
---------------------
Kingsley tersenyum geli. “Tidak perlu ketakutan seperti itu. Aku hanya ingin kita menikah.” Sama seperti janjiku dulu. Kau akan jadi ratuku. Tidak peduli di kehidupan yang mana.
“Menikah?!” pekik Queenza tak percaya. Mendadak dia seolah memiliki tenaga untuk bangkit berdiri lalu melotot ke arah Kingsley. “Aku masih sekolah. Aku tidak mau menikah di usia tujuh belas tahun!”
“Tidak perlu berteriak seperti itu. Bukan sekarang. Kita perlu kembali ke Immorland untuk menikah. Tapi itu tidak bisa dilakukan sebelum aku tahu bagaimana situasi sebenarnya di sana. Jadi aku masih harus menunggu informasi dari Mochi.”
“Tapi tetap saja, aku belum mau menikah. Apalagi menikah denganmu!”
“Memangnya aku kenapa?” mata Kingsley menyipit tak suka.
“Aku tidak mau menikah dengan mantan tengkorak.”
“Hei, itu masa lalu. Yang penting adalah sekarang. Dan sekarang aku tampan,” ujar Kingsley dengan nada tersinggung. “Dan kau sudah berjanji.”
“Kau menjebakku!”
“Di bagian mana aku menjebakmu?!”
“Permisyi! Emang lagi syantik… tapi bukan sok syantik. Syantik syantik gini… hanya untuk dirimu!”
Kingsley dan Queenza sama-sama terdiam.
“Apa itu?”
Queenza mencibir. “Kupikir kau sudah tahu segalanya setelah menyerap ingatanku.” Tanpa menunggu tanggapan, dia mengambil uang receh yang sering ia selipkan di laci dapur lalu menyerahkannya ke tangan Kingsley. “Berikan uang itu pada pengamen di depan.”
Kingsley berdecak malas tapi tidak membantah. Dia berdiri lalu bergegas menuju pintu.
Queenza menghela napas lega setelah Kingsley pergi. Otaknya serasa penuh sekarang. Kenyataan bahwa kini dirinya kecanduan darah Kingsley masih sulit diterima. Dan sekarang Kingsley sudah mencekokinya dengan keinginan tak masuk akal lelaki itu. Dia ingin menikahi Queenza. Astaga!
Dengan kasar Queenza mengangkat piring bekas makan dirinya dan Kingsley lalu menetakkannya dalam bak cuci piring. Untung piring-piring itu cukup kuat untuk menahan amarah Queenza. Jika tidak, mungkin sekarang jemari Queenza sudah terluka karena pecahannya.
Selesai mencuci piring dan mengeringkannya, Queenza bertekad untuk masuk sekolah hari ini. Dia butuh menghindar dari Kingsley. Butuh kembali ke rutinitas normalnya. Jika terus di sini, tak lama lagi dirinya pasti akan jadi gila.
“Queenza!”
Suara teriakan itu samar didengar Queenza. Namun dia yakin itu suara Kingsley. Memang aneh kenapa Kingsley lama sekali padahal hanya menyerahkan uang receh pada pengamen. Buru-buru dia menuju pintu depan untuk melihat apa yang tengah menimpa Kingsley. Namun langkah Queenza membeku di ambang pintu yang terbuka. Kedua tangan menutup mulutnya yang ternganga, antara ingin tertawa keras atau meringis kasihan.
Tampak di bawah pohon mangga depan rumah Queenza, dua banci melompat-lompat hendak meraih sesuatu. Sementara Kingsley memeluk salah satu dahan pohon mangga, seolah itu tali penyelamatnya.
“Duh, eike jatuh cintrong ama tuh lekong.” Banci dengan wig ikal panjang dan rok bergaris selutut.
“Bang, sindang turun. Capcus hamilin eike, Bang!” banci berambut lurus dengan pakaian yang menyerupai gaun tidur melompat-lompat sambil melemparkan ciuman jauh ke arah Kingsley.
“Queenza!” Kingsley kembali berteriak.
Berusaha meredam tawanya, Queenza meraih selang untuk menyiram tanaman lalu menyalakan airnya. Seperti mengusir hewan liar dari halaman rumahnya, Queenza menyemprot kedua banci itu hingga keduanya lari keluar pagar diiringi sumpah serapah.
“Jahara bingit cyin, tuh pere!”
“Eike doain tumbuh bintil-bintil di anunya lekong yey!”
“HUUAAA!!”
Kedua banci itu langsung melepas high-heels lalu berlari secepat kilat saat melihat Queenza menghampiri mereka dengan gunting bunga di tangannya.
Melihat kedua banci itu pergi, Queenza tak kuasa lagi menahan tawa. Dia meletakkan gunting bunga di atas rumput hias lalu menghampiri pohon mangga tempat Kingsley masih memeluknya dengan setia bagai seorang kekasih.
“Mereka sudah pergi. Ayo turun!”
“Aku… tidak bisa!” suara Kingsley lemah.
Queenza menahan tawa gelinya yang hampir menyembur kembali. “Kenapa tidak? Kau mau di situ seharian? Bagaimana kalau mereka kembali?”
Tubuh Kingsley tampak menegang. Tapi detik berikutnya, dia menghilang dari atas pohon mangga.
Queenza terbelalak. Dia segera masuk kembali ke dalam rumah seraya menggerutu dalam hati. Kalau dia bisa menghilang begitu, kenapa tidak dari tadi?
“Kingsley!”
Queenza mencari di dapur namun tak ada siapapun di sana. Tujuan Queenza kemudian adalah kamar dan ternyata menemukan Kingsley duduk di sudut kamar dengan kedua kaki ditekuk.
“Hei, kalau kau bisa—”
“Huaaa…!!! Aku sudah ternoda!”
Ternoda?
Queenza ternganga seraya berlutut di depan Kingsley yang raut wajahnya tampak sangat menderita. “Mereka sudah melakukan apa padamu?”
“Mereka m*****i mataku… huaaaa!”
“Hah?”
“Mereka mengangkat rok… lalu menunjukkan anu mereka padaku…huaaa…”
Queenza meringis. “Kenapa tidak kau bakar anu mereka? Atau lakukan apapun seperti saat kau melawan musuh?”
Kingsley tertegun, seolah baru sadar dirinya memiliki kekuatan. “Ya, benar. Kenapa aku tidak melakukannya!” Lalu dia hendak berdiri seperti orang yang siap balas dendam, tapi kemudian urung dan memilih duduk kembali.
“Kenapa tidak jadi?”
“Aku tidak bisa. Mereka… adalah makhluk jadi-jadian paling mengerikan yang pernah kuhadapi.”
Seketika tawa Queenza pecah.
-------------------
♥ Aya Emily ♥