Jumat (15.46), 28 Mei 2021
------------------
“Yang Mulia!”
Paul Argalova berlutut di belakang Kevlar Kaiven, Kaisar Immorland saat ini sekaligus penguasa kerajaan Ackerly. Istri Paul, Marlene, turut berlutut di sampingnya.
“Kenapa kalian di sini? Seharusnya kalian mengawasi mereka.” Kevlar berkata tanpa berbalik menghadap kedua anak buahnya.
“Ada sesuatu yang harus kami laporkan secara langsung,” Paul memberitahu dengan hati-hati.
“Apa itu berhubungan dengan mereka?”
“Iya.”
“Katakan.”
“Belum sampai bulan purnama sejak kita membiarkan makhluk itu membawa Queenza. Tapi sepertinya, kekuatan Queenza sudah mulai kembali. Kami tidak mengerti keadaan ini. Karena itu kami merasa harus memberitahu Anda.”
Kening Kevlar berkerut. “Kenapa kau bisa berpikir bahwa kekuatan Queenza sudah kembali? Apa kau melihat Queenza melakukan sesuatu?”
Paul menoleh kepada istrinya lalu mengangguk sebagai isyarat agar sang istri yang melanjutkan penjelasannya.
“Saya yang melihat Queenza melakukan sesuatu, Yang Mulia. Saat dia keluar dari rumah kami, baru beberapa meter berjalan dan mendadak tubuhnya menghilang. Kedatangannya pun sedikit aneh menurut saya karena saya tidak merasakan kehadirannya. Tiba-tiba Queenza sudah membuka pintu depan rumah kami.”
Selama beberapa saat, Kevlar tidak menanggapi. Tapi kemudian dia bertanya pelan, “Hanya seperti itu?”
“Iya,” Paul membenarkan.
Rahang Kevlar menegang. Ini di luar prediksi. Kenapa hal semacam ini masih bisa terjadi padahal dirinya sudah memperkirakan semua dan melakukannya secara hati-hati?
Sejak Immorland kembali damai dan kekuasaan jatuh ke tangan bangsa guardian, semua tentang Kingsley dan Queenza sudah direncanakan dengan seksama. Saat itu, makam Kingsley seolah menghilang dan seperti ada kekuatan yang melindunginya. Mereka hanya mengira-ngira letak makamnya.
Lalu Queenza, tubuhnya yang mengkristal dijaga dengan hati-hati oleh bangsa guardian karena memang sesuai ramalan, hanya Queenza yang bisa membunuh Kingsley. Kevlar mempercayakan kristal Queenza pada kedua anak buahnya, Paul Argalova dan Marlene. Mereka berdua harus memastikan Queenza lahir dari ibu manusia agar kekuatannya tersegel hingga dia berusia dua puluh satu tahun.
Begitu pohon yang berasal dari kristal Queenza berbuah dan siap dipetik—yang ditandai dengan aroma sedap yang menggoda indera penciuman para wanita usia matang—Paul dan Marlene menculik seorang wanita manusia bersuami lalu membawanya ke dekat buah itu. Seperti yang diharapkan, wanita itu memakan buah dari kristal Queenza. Lalu Paul dan Marlene mengantarkan wanita itu kembali ke keluarganya dan berpura-pura sebagai penyelamat.
Si wanita sama sekali tidak tahu apa yang terjadi padanya karena dia dibuat tidak sadarkan diri. Yang dia ingat hanya dirinya bangun di tengah hutan lalu merasa lapar dan memakan buah di dekatnya. Saat itulah Paul dan Marlene datang lalu menyelamatkannya.
Selanjutnya Paul dan Marlene dianggap sebagai anggota keluarga. Bahkan suami si wanita—yang memang merupakan anak tunggal—tidak segan-segan menganggap Marlene sebagai adik kandung sebagai rasa terima kasihnya. Sejak saat itu, Paul dan Marlene jadi lebih mudah mengawasi keluarga itu. Kemudian Queenza lahir dan kini sudah waktunya mengambil peran seperti dalam ramalan.
Tapi kenapa? Hal tidak terduga selalu terjadi.
Harusnya Queenza belum memiliki kekuatan apapun hingga berusia dua puluh satu tahun. Dia bahkan bisa dibunuh dengan mudah. Tapi keterangan Paul dan Marlene jelas di luar dugaan. Ada sesuatu yang terjadi yang luput dari pengawasan. Tapi apa?
Tunggu dulu. Apa ini ada hubungannya dengan badai yang melanda Immorland beberapa waktu lalu? Saat langit cerah mendadak menghitam disertai kilat merah menyambar? Apakah itu berarti memang ada sesuatu yang sudah terjadi?
Paul dan Marlene saling menatap dengan gelisah melihat sang Kaisar termenung, seolah tenggelam dalam pikirannya. Apakah mereka telah melakukan kesalahan?
“Jadi, apa yang harus kami lakukan selanjutnya?” akhirnya Paul memberanikan diri bertanya.
“Apa kalian sudah melihat keadaan Kingsley? Dia masih berupa kerangka tengkorak atau sudah utuh kembali menjadi manusia?”
“Emm, tidak. Kami pikir sebaiknya kami tidak mendekati mereka hingga bulan purnama beberapa hari lagi.”
“Kalian harus memastikan keadaannya. Karena kalau ternyata dia sudah kembali utuh sebelum bulan purnama, memang ada sesuatu yang luput dari pengawasan kalian.”
“Baik, Yang Mulia.” Paul dan Marlene menyahut serempak.
“Ah, satu lagi. Sebelum kembali ke dunia manusia, temui Shamus dan Ametta. Mereka harus melakukan tugas mereka yang biasa. Sudah waktunya Tristan dan Emily bergabung dengan pasukan elite guardian.”
“Tapi—bukankah Emily masih sembilan belas tahun?” Marlene tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
“Dia sudah cukup dewasa untuk menjadi pasangan Tristan dan bergabung dengan pasukan elite guardian. Jika benar keadaan Kingsley dan Queenza di luar prediksi, berarti kita butuh lebih banyak kekuatan untuk melawan mereka.”
Buru-buru Paul berkata sebelum Marlene kembali menyela, “Kami akan melaksanakan perintah Yang Mulia. Apa Shamus dan Ametta masih ada di gunung selatan seperti biasa?”
“Ya, seharusnya mereka masih di sana.”
“Kami akan segera menemui mereka. Kalau begitu kami undur diri.”
Kevlar mengangguk singkat, masih dengan posisi membelakangi kedua anak buahnya. Lalu kabut hitam tipis melingkupi Paul dan Marlene. Dalam hitungan detik semakin tebal lalu kembali menipis hingga menghilang bersama tubuh mereka.
Sepeninggal Paul dan Marlene, Kevlar masih berdiri di sana menatap kejauhan. Dia sangat menikmati berada di posisi ini, menjadi orang nomor satu di Immorland setelah sebelumnya hanya menjadi makhluk buangan yang dikucilkan. Dan dirinya akan memastikan tetap pada tempatnya. Kaumnya akan tetap menjadi kaum yang disegani. Tapi itu semua tidak akan bisa terwujud jika sosok Kingsley masih ada di dunia ini.
Kingsley harus binasa. Karena jika tidak, dia akan merebut kerajaan Ackerly kembali. Kevlar tidak akan membiarkan hal itu. Dia tidak akan membiarkan kaumnya kembali berada di bawah dan dirinya akan terus menjadi kaisar di Immorland.
***
“Aku—benar-benar lapar.” Queenza memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.
Kingsley hanya melirik Queenza tak acuh seraya menggigit roti untuk sarapan. Sejak bangun tadi pagi, gadis itu terus mengeluh lapar dan Kingsley mengabaikannya. Harga dirinya terluka saat Queenza menganggapnya makanan berjalan.
“Kingsley, sedikit saja.” Queenza memelas dengan matanya yang sebentar-sebentar berubah hijau lalu kembali hitam.
“Tidak. Kau harus belajar menahan diri,” sahutnya dengan mulut penuh.
Brak!
Queenza menggebrak meja dengan kesal. “Aku tidak akan membelikanmu pakaian baru lagi!” lalu dia merebut roti yang sudah hendak masuk ke mulut Kingsley. “Dan aku juga tidak akan memberimu makan lagi. Kalau mau makan, kau harus bekerja!”
Kali ini Queenza yang mengabaikan Kingsley. Lelaki itu ternganga dengan tangan yang sebelumnya memegang roti melayang di udara. Dengan kesal, Queenza membereskan meja makan lalu menyimpan semua makanannya.
“Aku akan menganggapmu pencuri kalau sampai kau makan tanpa seizinku. Dan lepaskan pakaian itu juga karena itu dibeli dengan uangku.”
“Hoho…” Kingsley berdiri lalu menghampiri Queenza dan bersidekap di depannya. “Sekarang kau mau hitung-hitungan denganku?”
Queenza menunjuk d**a Kingsley. “Kau yang mulai duluan! Aku hanya minta sedikit darahmu!” seru Queenza tidak terima. “Coba ingat! Apa aku mengeluh meski kau meminum darahku secara paksa saat masih menjadi kaisar tengkorak jelek?”
Kingsley mengibaskan tangan Queenza yang menunjuk dadanya. “Kalau kau tidak menganggapku makanan, aku juga tidak akan pelit padamu. Di Immorland, makhluk yang menjadi makanan hanya k***********n. Kau menyamakanku dengan mereka?”
“Aku tidak bermaksud merendahkanmu atau apa. Aku hanya mengatakan yang kupikirkan!” Queenza menghentakkan kaki kesal. Seharusnya dia tahu ini hanya tentang ego sang kaisar yang terlalu besar. “Percuma berdebat denganmu. Sebaiknya aku pergi sekolah. Awas kalau kau makan makananku. Aku akan menganggapmu kaisar rendahan yang terlalu miskin untuk sekedar membeli makanan.”
Kingsley menggeram. “Aku tidak akan menyentuh makananmu!”
“Kau memang tidak boleh melakukannya.” Saat melihat Kingsley hendak duduk, Queenza kembali berseru, “Dan jangan duduk di kursiku! Jangan menyentuh barang-barangku!”
Kingsley berhenti bergerak saat bokongnya sudah hampir menyentuh kursi. Buru-buru dia menegakkan tubuhnya kembali. “Tentu saja! Aku juga akan keluar dari rumah ini!”
“Bagus kalau kau sadar diri.” Mata Queenza berkilat hijau terang. Dengan menahan kesal dia berbalik hingga rambut panjangnya terlontar lalu menampar pipi Kingsley.
Kingsley membeku. Perlahan jemarinya terangkat, menyentuh pipinya yang tadi terkena ujung rambut Queenza. Ada darah segar di sana dan beberapa luka memanjang akibat lecutan rambut Queenza.
Kingsley meringis. Apa kekuatan Queenza kembali saat dia merasa marah atau—saat dia lapar? Apakah darah Kingsley yang diminum Queenza yang menjadi pemicu munculnya kekuatannya?
***
Dengan hati panas, Queenza mengambil tasnya di kamar. Lalu dia membuka pintu kamar dan menutupnya kembali dengan suara keras untuk menunjukkan amarahnya.
Brak!
Semua mata dalam toilet siswi itu menoleh menatap Queenza yang baru saja keluar dari bilik toilet di paling ujung. Queenza terbelalak lalu kemudian meringis malu sambil bergumam maaf.
“Queenza? Kamu dari tadi di situ?” salah seorang gadis yang dikenal Queenza, namun dari kelas berbeda bertanya dengan bingung.
“Eh, iya,” sahut Queenza sambil mengulas senyum.
Kening gadis itu berkerut lalu dia menoleh ke arah empat temannya. Tadi dia yakin sekali tidak ada orang lain di toilet. Hanya mereka berempat yang masuk lalu mengobrol lama sambil membenahi riasan.
“Kupikir tidak ada orang selain kami berempat di sini.”
“Kalian kan tidak memeriksa bilik toilet satu per satu,” Queenza mencari alasan. “Padahal aku dengar saat kalian masuk. Eh, sebaiknya aku segera ke kelas.” Tanpa menunggu tanggapan, buru-buru Queenza keluar toilet.
Dia menghela napas lega begitu berada di luar toilet. Padahal tadi Queenza tidak berpikir dirinya langsung berada di sekolah begitu membuka pintu kamar. Atau—apa dirinya sempat berpikir begitu tanpa sadar karena terlalu marah?
Hhh, entahlah!
Yang jelas Queenza bersyukur karena dia langsung jauh dari Kingsley. Dia sungguh merasa marah. Kingsley bersikap seolah-olah Queenza yang butuh padahal lelaki itu yang butuh dirinya. Tapi—ugh! Rasa laparnya tidak berkurang meski Queenza sudah jauh dari Kingsley dan aroma tubuhnya yang lezat.
Sekolah hari ini terasa amat lambat bagi Queenza. Teman-temannya—terutama Aila dan Belva—sudah bertanya berulang kali apa Queenza sedang sakit. Wajahnya kelihatan pucat dan warna matanya sedikit aneh. Bahkan beberapa temannya berdebat bahwa mata Queenza sempat berubah jadi hijau.
“Queenza, kamu tampak tidak sehat.” Pak Hendri yang mengajar jam terakhir hari itu bertanya dengan nada prihatin.
“Saya memang agak tidak enak badan, Pak.” Queenza berbohong.
Mata Hendri berkilat. Ini kesempatan bagus untuk membawa Queenza ke kediaman kepala sekolah. “Kamu pulang naik apa?”
“Naik kendaraan umum, Pak.”
“Itu sangat berbahaya dalam kondisi kamu yang seperti ini. Kebetulan saya bawa mobil. Saya akan mengantar kamu pulang.”
“Tapi—”
Belva menyikut pinggang Queenza. “Sudah, terima saja. Kamu juga bisa hemat ongkos,” bisiknya.
“Sungkan pulang diantar guru yang tidak akrab. Aku juga hanya sakit perut.” Queenza balas berbisik.
“Saya tidak menerima penolakan,” Hendri berkata, menginterupsi obrolan dua siswi itu yang tertangkap jelas oleh indera pendengarannya yang tajam. “Kita sudahi pelajaran hari ini. Jangan lupa saya akan memeriksa PR kalian di pertemuan berikutnya. Ayo, Queenza!”
Queenza meringis antara menahan lapar dan perasaan tak nyaman. Dia tidak mengerti mengapa Pak Hendri mendadak peduli. Sementara teman-temannya malah mendukung karena Pak Hendri membubarkan kelas lebih awal. Mereka yakin itu karena Queenza yang tampak sakit.
Dasar tidak setia! Umpat Queenza dalam hati. Mereka senang Queenza sakit karena bisa pulang lebih awal dan menyudahi pelajaran matematika yang membuat sakit kepala itu.
***
Perut Queenza semakin nyeri dan kepalanya semakin sakit. Pandangannya mulai berkunang-kunang. Dia juga merasa kesadarannya perlahan menghilang.
Hendri yang duduk di sebelah Queenza sesekali melirik gadis itu. Aroma darahnya semakin tajam tercium dan tadi dia sempat melihat mata Queenza berubah menjadi hijau. Apa itu adalah kekuatan Queenza yang sebenarnya? Berasal dari makhluk apa gadis itu? Tapi aroma manusia masih kental tercium dan tidak ada aroma bangsa lain.
Beberapa menit berkendara, akhirnya mereka tiba di halaman rumah kepala sekolah. Sepertinya Queenza belum menyadari bahwa Hendri tidak membawanya ke rumahnya. Semua pasti akan berjalan lancar dan putri Jervis akan sembuh seperti sedia kala. Selanjutnya Hendri hanya harus memikirkan alasan mengapa Queenza menghilang.
Beberapa detik menunggu, tidak ada tanda-tanda Queenza akan menanyakan sesuatu. Gadis itu menunduk dengan salah satu tangan memegang kening sementara tangan lainnya tergeletak di pangkuan.
Akhirnya Hendri memutuskan menyentuh tangan Queenza yang berada di pangkuan, khawatir gadis itu pingsan. “Queenza, kita turun dulu di sini. Ada yang perlu saya urus dengan kepala sekolah.”
Kepala Queenza bergerak, menatap tangan Hendri yang menyentuh tangannya. Lalu dia mendongak, menghunjam Hendri dengan tatapan mata hijau terang sewarna zamrud yang entah mengapa berhasil membuat bulu kuduk Hendri meremang.
“Lancang sekali kau menyentuhku.” Suara Queenza terdengar dingin nan membekukan.
“Hah? Kamu bicara apa? Saya hanya hendak membangunkanmu karena berpikir kamu tertidur.” Hendri mendadak gugup dan buru-buru menarik tangannya. “Ayo turun!”
“Ratu bangsa dryad tidak menerima perintah dari siapapun. Apa kau salah satu abdi setia kaisar berhati busuk itu?”
Kening Hendri berkerut bingung. Lalu rahangnya mengeras. “Kalau kau tidak mau diajak baik-baik, terpaksa aku menggunakan kekerasan.”
Hendri bergegas turun dari mobil lalu memutar ke sisi Queenza. Dia membuka pintu dengan kasar dan bersiap menyeret Queenza keluar. Tapi sebelum sempat menyentuh gadis itu, tubuhnya langsung terpental jauh. Dia terbelalak saat melihat tubuh Queenza yang masih duduk tenang dalam mobil perlahan menjadi kelopak bunga lalu terbang keluar dan menyatu menjadi manusia kembali di hadapan Hendri yang terkapar.
---------------------
♥ Aya Emily ♥