Rabu (22.55), 12 Mei 2021
--------------------------
Mata Queenza mengerjap pelan tapi kemudian kembali terpejam rapat saat kepalanya terasa pening. Salah satu tangannya terangkat hendak menyentuh kepalanya. Namun seluruh tubuhnya terasa lemas bahkan ada rasa nyeri di beberapa tempat.
Sebenarnya dirinya tidur atau pingsan?
Erangan pelan terdengar dari sela bibir Queenza. Dia ingin bangun, tapi tubuhnya tidak bisa diajak kerja sama. Sakit, lemas, dan kebas.
“Hei, Queenza.”
Tepukan pelan terasa di pipinya.
“Bangunlah. Kau harus makan untuk memulihkan tenagamu.”
Makan?
Di antara rasa tidak nyaman yang melingkupi dirinya, Queenza berusaha memikirkan satu kata itu. Dia sama sekali tidak lapar. Hanya—haus? Ya, dirinya sangat haus.
“Queenza, ayo buka matamu!”
Tepukan di pipi Queenza semakin keras. Bahkan suara yang membangunkannya kian mendesak. Otaknya yang masih diselimuti kabut tebal belum sepenuhnya bisa mencerna situasi.
“Queenza!”
“Ngghh!” Lagi-lagi yang bisa Queenza lakukan hanya mengerang.
Kingsley yang melihat itu jadi bingung. Apa yang harus dia lakukan? Queenza sudah tertidur cukup lama. Matahari kian beranjak naik namun wanita itu belum terjaga. Jika dibiarkan, tubuh Queenza akan semakin lemah karena dia kehilangan banyak darah, kelelahan sekaligus kelaparan.
Sudah berapa lama makhluk-makhluk itu memburu Queenza hingga kondisinya seperti ini? Beruntung takdir membawa Queenza ke makamnya di waktu yang tepat. Jika tidak, kemungkinan besar wanita itu mengkristal dan butuh puluhan tahun lagi agar bisa dipetik.
Ya, itu salah satu kekuatan alami keturunan campuran antara bangsa manusia dan bangsa dryad atau peri hutan. Saat mereka sudah begitu lemah hingga nyaris meninggal, tubuh mereka akan berubah menjadi kristal yang langsung terbenam ke dalam tanah.
Layaknya sebuah biji, kristal itu perlahan akan tumbuh. Butuh puluhan tahun hingga pohon yang berasal dari kristal itu berbuah. Hanya satu buah. Buah unik yang hanya bisa dipetik kaum wanita yang sudah mencapai usia matang untuk mengandung. Begitu si wanita memakannya, tubuhnya akan bereaksi seperti wanita hamil pada umumnya. Dan bayi yang dilahirkan pun akan mewarisi genetik ibunya.
Sama seperti Queenza saat ini. Keseluruhan dirinya menyerupai manusia. Hal itu menunjukkan bahwa wanita yang telah memakan buah dari kristal itu berasal dari bangsa manusia. Ibu Queenza hamil lalu melahirkan layaknya manusia normal. Queenza pun tumbuh layaknya manusia. Baru setelah dia menginjak usia dua puluh satu tahun, kekuatan dan ingatannya akan kembali.
Saat berpikir mengenai usia, Kingsley jadi bertanya-tanya berapa usia Queenza saat ini mengingat wanita itu masih melupakannya. Jika memperhatikan wajahnya lebih seksama, sepertinya dia masih berusia belasan. Ah, ternyata permaisuri Kingsley saat ini merupakan seorang gadis remaja. Dia jadi merasa sangat tua.
Ah, tapi memangnya kenapa kalau tua? Yang penting dirinya masih tampan dan amat sangat mampu meladeni gadis remaja seperti Queenza di ranjang. Jadi tua bukan lagi masalah di antara mereka.
“Ngghh… haus.”
Suara lemah Queenza mengalihkan perhatian Kingsley. “Kau haus? Kalau begitu buka matamu. Kau tidak bisa minum dengan mata terpejam.”
Tadi pagi-pagi sekali, Mochi menuntun Kingsley mencari buah-buahan dan mengambil air di sungai yang tempatnya lumayan jauh dari hutan tempat makam Kingsley berada. Bukan karena dirinya merasa lapar karena dia tidak merasakan apapun saat ini. Semua itu memang untuk Queenza karena wanita itu butuh makan dan minum.
Melihat Queenza tetap memejamkan mata sambil sesekali terdengar erangan lemah, Kingsley memutuskan membantu gadis itu duduk bersandar di dinding jurang. Kemudian dia meraih benda aneh yang tadi pagi diberikan Mochi untuk digunakan sebagai wadah air.
Sejenak Kingsley memutar tutup botol lalu mendekatkan bibir botol ke depan mulut Queenza. “Ayo, Queenza, minum!”
Merasakan air yang menyentuh bibirnya, Queenza seolah memiliki kekuatan untuk bergerak. Diraihnya botol itu lalu dia minum dengan rakus hingga terbatuk-batuk.
“Hati-hati. Cara minummu sama sekali tidak anggun.”
Rasa haus Queenza sudah terobati namun dirinya belum sepenuhnya sadar akan kondisinya sekarang. Suara yang dalam dan berat itu menarik perhatiannya hingga ia berusaha lebih keras untuk membuka mata.
Perlahan kelopak mata Queenza terangkat lalu tatapannya terpaku pada dua lubang besar tempat seharusnya bola mata berada.
“KYAAAAA!”
“HUWAAAAA!”
Mendengar teriakan Queenza yang tiba-tiba, refleks Kingsley turut berteriak. Dia sampai jatuh terduduk dari posisinya semula yang berlutut di depan Queenza.
Baru saja Queenza berhenti berteriak, tatapannya turun ke arah rongga d**a Kingsley tempat berbagai organ tubuh terlihat jelas dan bergerak, menunjukkan bahwa organ-organ itu berfungsi normal meski dalam kondisi tak lazim.
“KYAAAAA!”
Lagi-lagi Queenza berteriak. Beruntung kali ini Kingsley sudah menguasai diri hingga tidak tertular teriakan Queenza. Dia berdehem sejenak lalu berdiri dengan sikap wibawa seorang kaisar.
“Jangan mempermalukanku, Queenza. Berteriak seperti itu sama sekali tidak mencerminkan kaum bangsawan.”
Teriakan Queenza berhenti. Dia berkedip beberapa kali saat ingatan mulai merasuki pikirannya.
Bukankah itu tengkorak yang semalam? Tapi kenapa—pertanyaan Queenza menggantung saat matanya kembali turun, mengarah ke organ-organ tubuh si tengkorak yang berdenyut. Lalu refleks kedua tangannya menutup mata karena tidak sanggup menahan perasaan ngeri.
“Apa kau tidak punya pakaian?!” seru Queenza masih sambil menutup mata.
“Kau menyinggung perasaanku, Permaisuri. Wanita lain rela kehilangan sepuluh jarinya demi bisa melihatku tanpa pakaian.” Ada nada tersinggung sekaligus sombong dalam suara Kingsley.
Kesal mendengar ucapan si tengkorak, Queenza memberanikan diri menurunkan kedua tangannya yang menutupi mata lalu menatap lurus ke arah dua lubang rongga mata. “Ya, itu jika kau punya ‘barang’ bagus yang bisa dipamerkan. Tapi sekarang, apa yang mau kau pamerkan? Tulang belulang dan organ-organ tubuh itu? Bahkan binatang buas pun ragu untuk memakanmu.”
Mulut tengkorak Kingsley terbuka. Ini kelewatan. “Tidak peduli bahwa kau adalah permaisuriku, Queenza. Kau tetap akan dijatuhi hukuman karena sudah menghina seorang kaisar.”
“Setelah aku dikejar-kejar makhluk aneh, sekarang aku terjebak dalam jurang bersama tengkorak jelek yang mengaku dirinya kaisar dan menyebutku permaisurinya.” Queenza memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. Tubuhnya masih terasa lemas dan kedua tangannya masih kebas. Namun yang paling kacau saat ini adalah otak Queenza.
“Hah! Sekarang kau menyebutku tengkorak jelek.”
“Kau memang tengkorak jelek!” seru Queenza dari tempatnya masih duduk bersandar.
“Kau akan menarik kembali ucapanmu begitu tubuhku kembali utuh.”
“Kalau kau bisa membuat tubuhmu utuh kembali, kenapa tidak lakukan sekarang?”
“Aku butuh darahmu untuk melakukannya. Karena itu kau harus makan yang banyak,” jelas Kingsley seraya menunjuk buah-buahan yang sebelumnya tak disadari Queenza.
Gadis itu melongo. “Kau menyuruhku makan agar bisa menghisap darahku? Memangnya aku sapi perah?”
“Tentu saja bukan. Tapi mirip.”
“Kau—”
“Lebih baik jadi sapi perah daripada jadi daging panggang.” Kingsley menunjuk atas jurang. “Sepertinya ada beberapa makhluk yang datang karena mencium aroma darahmu. Apa sebaiknya aku menyerahkanmu pada mereka saja? Mereka pasti sangat senang mendapat makan siang yang lezat.”
Queenza terbelalak. Seketika tubuhnya gemetar membayangkan yang dikatakan si tengkorak. “Kumohon, jangan!” Queenza mengatupkan kedua tangan di depan d**a.
Kingsley tersenyum dalam hati melihat itu. Ternyata Queenza cukup mudah diancam. “Kalau begitu kau makan saja yang banyak. Biar aku menghadapi makhluk-makhluk pengganggu itu.”
Sebelum Kingsley terbang untuk keluar dari jurang, tiba-tiba Mochi melompat turun dari atas jurang sambil membawa pakaian yang semalam dibuang Kingsley.
Ngiikk…ngiiikk!
“Hei, kau kan hewan lucu yang menuntunku ke sini.” Queenza ingat hewan berbulu itu.
“Dia Mochi.”
“Mochi? Yang kau sebut semalam?”
“Ya.”
Ngiiikk…ngiiikk!
Mochi kembali bersuara sambil melompat-lompat di atas pakaian yang dibawanya.
“Kau ingin mengatakan sesuatu padaku?” tanya Queenza penasaran.
“Abaikan saja dia,” Kingsley berkata kesal.
Kening Queenza berkerut melihat reaksi si tengkorak. Pasti apapun yang ingin dikatakan Mochi berhubungan dengan tengkorak itu.
Penasaran, Queenza meraih kain-kain yang diinjak-injak Mochi. “Ini pakaian lelaki. Apa kau ingin tengkorak itu memakainya?”
“Queenza! Berhenti menyebutku tengkorak!” Kingsley terdengar geram.
“Lalu aku harus memanggilmu apa? Organ berjalan?” Queenza berdecak. Mungkin karena merasa tengkorak itu tidak berniat buruk pada dirinya, Queenza jadi tidak takut lagi. Namun perasaan ngeri masih menggelayuti hatinya tiap kali melihat organ-organ yang berdenyut dibalik kerangka tulang si tengkorak.
“Panggil aku Yang Mulia Kaisar Kingsley!” Kingsley mengatakan itu dengan nada angkuh sambil mendongakkan dagunya tinggi layaknya seorang bangsawan.
Queenza ingin berdecih namun dirinya menahan diri. “Baiklah. Tapi dengan syarat kau harus mengenakan pakaian ini. Setidaknya aku tidak akan ngeri lagi melihatmu.”
“Tidak akan! Pakaian itu aneh dan beraroma Ogre.”
“Dasar tengkorak—”
“Hei!”
Kesal, Queenza memaksa dirinya untuk berdiri lalu melotot ke arah Kingsley. “Berlutut!”
“Aku tidak tunduk pada siapapun.”
“Aku hanya akan membantumu memakai pakaian!”
“Pakaian itu menjatuhkan harga diriku.”
Dengan geram Queenza mencolokkan dua jari ke rongga mata Kingsley lalu menarik tengkorak itu hingga berlutut di depannya.
“Hei, kau akan—”
Tanpa memedulikan protes Kingsley, Queenza memasukkan kaus di tangannya melewati kepala Kingsley lalu meringis saat menarik kerangka tangan Kingsley agar masuk ke lengan baju.
“Apa kau juga perlu dibantu mengenakan celana?” Queenza bertanya dengan nada mengejek begitu selesai memakaikan kaus. Sekarang tubuh Kingsley tidak tampak terlalu mengerikan setelah tertutup pakaian.
Buru-buru Kingsley berdiri, membuat Queenza harus mendongak karena tingginya hanya mencapai pundak si tengkorak. “Aku bisa melakukannya sendiri. Kau benar-benar sudah merendahkanku.”
“Ya sudah, cepat pakai.” Queenza menyerahkan celana ke tangan Kingsley lalu berbalik menuju tumpukan buah-buahan. Sengaja dia duduk membelakangi Kingsley seraya menikmati buah manis yang bentuknya seperti ceri namun lebih padat.
Terdengar suara kain di belakang Queenza. Lalu beberapa saat kemudian berhenti.
“Ehem, Queenza. Ini bagaimana cara memakainya?”
Queenza memutar bola mata lalu berbalik. Seketika tawanya pecah melihat bagian celana yang dijahit yang berada di luar dan Kingsley tampak bingung menatap ritsleting.
-------------------
♥ Aya Emily ♥