“Kenapa … kamu di sini?” bisik Jayne, suaranya serak. “Aku harus memastikan Ranu aman. Kamu juga,” jawab Elang, nadanya tenang tapi setiap kata terasa berat, penuh maksud tersembunyi. Jayne menelan ludah, merasakan ketegangan di dadanya. Mata mereka bertemu. Waktu seakan berhenti. Tidak ada suara lain selain desahan napas mereka sendiri. Elang menunduk mencium kening Jayne tapi dia tidak dapat menahan hasratnya. Ciuman itu turun ke pipi kemudian ke bibir singkat. “Nggak … aku nggak seharusnya—” Jayne mulai bicara, tapi suaranya tercekat. Elang mengangkat jarinya, menempelkan di bibir Jayne. “Shhh … diam dulu,” ucapnya, suaranya serak tapi hangat. Dan kemudian, tanpa bisa ditahan lagi, bibir mereka kembali bertemu. Ciuman pertama lembut, perlahan, seperti percikan api kecil yang meny