Pagi itu udara terasa lebih berat dari biasanya. Meski langit Jakarta cerah, rumah Jayne diselimuti suasana tegang sejak kabar buruk beredar di dunia maya. Video fitnah itu masih beredar, meski Elang sudah mengerahkan semua koneksi untuk memblokirnya. Jayne duduk di meja makan, cangkir teh hangat di hadapannya hanya tersentuh sekali. Jemarinya sibuk mengutak-atik sendok kecil, padahal pikirannya melayang jauh. Di ruang tamu, suara tawa Kayla yang biasanya renyah kini terdengar samar—anak itu masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, hanya menangkap aura tegang dari Jayne. Ranu, sebaliknya, mulai curiga. Anak laki-laki itu lebih peka dibanding usianya yang baru lima tahun. Ia sering memperhatikan wajah ibunya yang pucat atau sikap Elang yang lebih protektif belakangan ini. “Ma, aku s