Pagi harinya Mr. Black akhirnya pulang setelah menghabiskan malam di depan rumahnya sambil merenung dan menatap panjang tanpa tujuan, diam di mobil tanpa pergi ke mana - mana akhirnya Mr. Black memutuskan untuk kembali ke rumah.
Bagi Mr. Black lari dari rasa cemburu dan menghilang begitu saja bukan sikap baik seorang pewaris kerajaan.
Mr. Black turun dari mobilnya masuk ke dalam rumah lalu berjalan ke kamarnya, tetapi langkahnya berhenti setelah melihat
Jihan tertidur di meja makan.
Hidangan sarapan sudah terletidak rapi, begitu juga dengan s**u putih kesukaan Mr. Black.
Mr. Black menggendong Jihan dan berniat menggendongnya untuk bisa tidur kembali di kamar. Jihan sebenarnya sudah bangun semenjak Mr. Black masuk, tetapi dia pura - pura tidur karena dengan begini dia bisa memeluk dan mencium aroma tubuh Mr. Black.
Mr. Black membaringkan Jihan dan menarik selimutnya. Mr. Black merapikan anak rambut yang berserakan di pipi Jihan. Setelah rapi Mr. Black berdiri untuk segera kembali ke kamarnya sebelum dia tidak bisa menahan dirinya, Jihan yang tidak ingin kehilangan momen, menahan kepergian Mr. Black dengan memegang tangannya.
“Hanzel ... jangan pergi,” ujar Jihan dengan tatapan sendu.
Mr. Black melepaskan tangan Jihan dengan pelan.
“Maaf, saya harus bekerja karena ada kontrak yang harus saya tanda tangani. Istirahatlah dan jangan lupa sarapan, nanti Pete akan datang dan kami bisa melanjutkan pelajaran, itupun kalau kamu masih mau melanjutkan. Cukup sampai di sini juga tidak masalah,” balas Mr. Black sambil menyunggingkan senyum dipaksakan.
Hatinya sakit tapi Mr.Black tidak mau menahan Jihan di sisinya.
“Hanzel, tolong dengarkan saya dulu,” Jihan tidak menyerah dan masih berusaha ingin menjelaskan tentang kesalahpahaman ini.
Hati JIhan sakit mendengar ucapan Mr. Black barusan dan dia tidak ingin kehilangan Mr. Black.
“saya sudah mengerti Jihan, tidak ada yang harus diomongin lagi, maaf masalah tadi malam saya hilang kendali dan menyakiti kamu tapi saya janji tidak akan melakukan hal itu lagi,” Mr. Black meninggalkan Jihan yang terdiam karena ditolak Mr. Black.
Mr. Black menutup pintu kamar Jihan dan bersender di pintu itu. Isak tangis Jihan terdengar oleh Mr. Black.
Jihan tidak patah semangat, batinnya akan tenang setelah menceritakan masalah pertemuannya dengan Kalva kemarin dan juga kesalah pahaman akibat Mr. Black mendengar perkataannya.
Jihan turun dari ranjangnya, berjalan menuju kamar Mr. Black. Sebelum masuk Jihan menghapus airmatanya dan membuang napas beberapa kali.
Jihan membuka kamar Mr. Black dan terdengar suara air dari kamar mandi, Jihan duduk di ranjang menunggu Mr. Black selesai mandi, diambilnya bantal yang digunakan oleh Mr. Black dan menghirup aroma itu dalam - dalam.
“Aku kangen kamu yang dulu Hanzel, penuh tawa dan suka cita, bukan Hanzel dingin seperti hari ini,” Jihan meletakkan bantal itu.
Di bukanya lemari dan memilih kemeja yang cocok untuk dipakai Mr. Black, bukan saja kemeja, celana, kaos dalam dan juga pakaian dalam disiapkan Jihan, tekadnya sudah bulat untuk melayani suaminya walau belum dalam bentuk hubungan intim.
Jihan hanya ingin semua berjalan apa adanya, mengalir seperti air dan tidak dipaksakan tanpa cinta.
“Mudah - mudahan Hanzel suka dengan pilihanku. Semoga Hanzel mau mendengar penjelasanku tentang Kalva,” ujar Jihan.
Jihan tersenyum pelan, senyumnya kemudian hilang saat Mr. Black keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk pendek, tubuhnya yang atletis terpampang nyata dan itu cukup membuat Jihan salah tingkah dan juga malu. Baru kali ini dia berada satu kamar dengan laki-laki berhanduk.
“Hanzel...” panggil Jihan sambil membuang wajahnya ke arah lain.
Mr. Black kaget melihat Jihan dan juga pakaian yang disediakan Jihan tersusun rapi di ranjang.
“Hanzel, kita perlu bicara serius. Kamu harus dengarkan penjelasan aku dulu,” Jihan tidak gentar walau Mr. Black acuh dan berjalan menuju lemari bajunya.
Jihan melihat Mr. Black membuka lemarinya. Mr. Black mengambil perlengkapan baru, baju yang dipersiapkan Jihan tidak diliriknya sedikitpun.
“Saya sudah siapkan semuanya,” Jihan mengambil kemeja itu dan menyerahkannya ke Mr. Black.
Mr. Black melihat kemeja itu dengan wajah dinginnya.
“Saya tidak suka warnanya,” balas Mr. Black.
Jihan meletakkan kemeja itu lagi dan memilih warna lain tapi Mr. Black tetap menolak dan mengambil kemeja lain. Hati Jihan semakin sedih saat sadar kemeja yang diambil Mr. Black tadi adalah kemeja yang ditolaknya pertama kali.
“Saya mau pakai baju lebih baik kamu keluar,” usir Mr. Black.
Kepala Jihan menggeleng dengan cepat. Ini kesempatan besar untuk menyelesaikan kesalahpahaman.
“Tidak mau! Saya mau kita bicara!” tolak Jihan, sebenarnya dia ingin menangis tapi ditahannya.
Mr. Black menghela napas melihat sikap keras kepala Jihan. Apalagi wajah Jihan mulai terlihat putus asa walau sangat jelas dia berusaha menahan tangisnya di depan dirinya.
“Ya sudah,” Mr. Black dengan santainya mengganti baju sedangkan Jihan hanya bisa menghela nafas.
Mr. Black diam dan Jihan memulai ingin bicara. Semua tidak akan selesai kalau dia tidak bicara langsung.
“Hanzel, kamu mungkin kemarin melihat saya bertemu dengan laki-laki lain di sebuah cafe,” Jihan mulai bicara.
Mr. Black masih sibuk memakai pakaiannya, dia tidak merespon perkataan Jihan. Dia ingin tau seberapa besar kejujuran yang akan disampaikan Jihan.
“laki-laki itu bernama Kalva, saya akan menceritakan apa hubungan saya dengan laki-laki itu. Jujur ... 2 tahun yang lalu kami sempat pacaran, ya saya akui dulu saya sangat mencintainya,” lanjut Jihan.
Mr. Black langsung menghentikan gerakannya saat memasang kancing kemejanya.
“Tapi semenjak dia mengkhianati saya … mengkhianati saya demi wanita yang lebih kaya dan lebih berkelas, semenjak saat itu juga cinta saya hilang tidak berbekas,” Jihan kembali teringat masa lalunya dengan Kalva.
Mr. Black menatap Jihan tanpa berkedip.
“Mungkin kemarin kamu mendengar saya mengatakan kalau saya ingin menikmati harta kamu, tidak ... saya tidak ada niat sedikitpun menikmati harta kamu selain uang kontrak yang dulu kamu kasih ke saya, saya mengatakan itu agar dia berhenti mengganggu, berhenti menemui saya, karena ... karena saya sudah bukan wanita biasa yang bisa bertemu sembarangan dengan laki-laki lain, saya sudah bersuami walau suami saya …” d**a Jihan tercekat untuk melanjutkan ucapannya, “walau suami saya akan pergi meninggalkan saya bulan depan,” Jihan menghapus airmatanya yang tidak bisa dibendungnya lagi.
Mr. Black menatap Jihan, ada ketulusan dan kejujuran di matanya, Mr. Black berjalan mendekati Jihan dan segera memeluknya.
“Maafin saya Jihan, 2 hari ini kamu sudah mengeluarkan airmata terlalu banyak hanya gara - gara sikap cemburu saya, saya cemburu sangat cemburu. Di sini … di d**a ini sangat menyesakkan melihat kamu bertemu laki-laki lain, membohongi saya...” Mr. Black berhenti bicara.
“Maafin saya Hanzel ... maaf” Jihan membalas pelukan mr. Black dengan erat.
Jihan enggan melepaskan Mr. Black walau tidak lama lagi Jihan akan kehilangan laki-laki yang sudah membuat hari - harinya berwarna.
Cukup lama mereka dalam posisi berpelukan. Jihan tidak ingin melepaskan pelukannya. Dia ingin menikmati setiap detik bersama Mr. Black.
“Kamu wangi Hanzel, saya suka.” Jihan menghirup aroma sabun di tubuh Mr. Black.
Mr. Black tertawa mendengar ucapan Jihan yang sangat polos itu.
“Jihan...” panggil Mr. Black.
“Ya Hanzel.”
“Kamu memeluk saya terlalu kuat, apa kamu tidak lihat saya hanya memakai handuk tanpa celana, kamu membuat saya gila!” ujar Mr. Black saat Jihan malah semakin memeluknya dan membuat seluruh tubuhnya bereaksi hebat.
Jihan tidak peduli dan masih memeluk Mr. Black.
“Tidak apa-apa, saya tidak peduli.”
“Tapi saya peduli Jihan, soalnya … soalnya... dia bereaksi akibat pelukanmu,” Mr. Black berniat melepaskan pelukan Jihan.
Jihan menggeleng pelan.
“Sebentar lagi Hanzel,” Jihan masih tetap memeluk Mr. Black.
Mr. Black menghembuskan napas beberapa kali ditambah beberapa bagian tubuhnya mulai membuat kepalanya sakit.
“Kamu membuat saya merana Jihan … merana!” batin Mr. Black dalam hati.
“Hanzel.”
“Ya Jihan, ada apa lagi. Bisakah kita bicara setelah kamu melepaskan pelukan ini?” tanya Mr. Black.
Jihan kembali menggelengkan kepalanya, dia takut Mr. Black lari lagi darinya.
“Apa kamu pernah jatuh cinta kepada seorang wanita?” tanya Jihan.
“Pernah,” jawab Mr. Black dengan jujur.
Hati Jihan sedikit tersentil mendengar jawaban Mr. Black.
“Siapa dia? Aurora?” tanya Jihan yang tiba - tiba teringat nama yang disebut - sebut Mr. Black tadi malam.
“Bukan... bukan dia…” balas Mr. Black.
Jihan semakin penasaran.
“Terus siapa?” tanyanya lagi.
“Lepasin dulu pelukan kamu, nanti kita bicara lagi,” balas Mr. Black.
Lagi-lagi Jihan menggelengkan kepalanya.
“Tidak mau ... saya mau seperti ini karena sebentar lagi bulan ini habis dan kamu akan pergi meninggalkan saya,” balas Jihan.
Mr. Black reflek mencium pucuk kepala Jihan dengan lembut dan penuh cinta.
“Saya tidak akan pergi tanpa kamu, sayang.” balas Mr. Black.
“Benaran?” tanya Jihan antusias.
“Iya.”
“Huwaaaaaaaa saya sangat bahagia!” Jihan melepaskan pelukannya dan berniat duduk, tapi ternyata ikat pinggangnya menempel di ujung handuk Mr. Black dan handuk itu tertarik akibat Jihan tiba - tiba duduk.
Mata Jihan langsung tertuju ke satu titik yang sedang mengacung ke arahnya.
“Astagaaaaa!” teriak Jihan yang melihat handuk Mr. Black lepas.
“Kamu harus tanggung jawab Jihan,” kata Mr. Black tersenyum nakal melihat reaksi Jihan yang menggemaskan di matanya.
Reaksi malu-malu mau.
“Huwaaaa tidak mauuuuuu buruan tutup, gede amaatttttt!” Jihan menutup matanya dengan kedua tangannya.
Mr. Black menarik kembali handuknya dan
memasangnya lagi.
“Enak loh Jihan,” katanya menggoda.
“Buruan pakai celana kamu!” teriak JIhan lagi.
Mr. Black langsung tertawa lepas, tidak pernah dia melihat wanita seperti Jihan.
“Hahahhahahahha, saya tidak akan memaksa, saya akan tunggu saat kamu yakin itu waktunya kita menjadi suami istri yang sesungguhnya tapi satu permintaan saya, kamu harus penuhi,” ujar Mr. Black.
Kening Jihan berkerut mendengar ucapan Mr. Black barusan.
“Apa?” Jihan membuka matanya ketika sudah yakin Mr. Black memakai celananya.
“Mulai malam ini kamu temani saya tidur di sini, saya janji tidak akan nyentuh kamu, saya kesepian setiap malam kalau tidur sendirian,” pinta Mr. Black dengan penuh harap.
Jihan melihat kesungguhan di mata Mr. Black.
“Ya sudah, nanti malam saya tidur di sini, Hanzel...” panggil JIhan lagi.
“Mmmm,” Mr. Black menatap Jihan sambil memasang kembali celana panjangnya.
“Itu asli apa palsu?” tanya Jihan.
“Apanya?” tanya Mr. Black yang bingung dengan pertanyaan Jihan.
“Itu …” Jihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Itu apa? ngomong yang jelas,” Jihan menunjuk ke arah bagian intim Mr. Black.
Mr. Black langsung tertawa lepas mendnegar pertanyaan aneh Jihan.
“Ya aslilah, memangnya ada yang palsu gitu...”
“Ooooo gede ya ... pasti sakit,” kata Jihan bergumam.
“Apa kamu bilang? Saya tidak dengar?” tanya Mr. Black saat melihat Jihan bergumam kecil.
“Tidak kok, nggak apa-apa heheheh,” Jihan menggelengkan kepalanya.
Jihan mengutuk kebodohannya yang selalu kepikiran apa yang dilihatnya tadi.
“Hahahhahah terbayang - bayang ya Jihan?” goda Mr. Black.
Jihan salah tingkah mendengar godaan Mr. Black.
“Tidak kok...” pipi Jihan memerah dan dia lari keluar dari kamar Mr. Black.
Mr. Black tertawa bahagia melihat tingkah Jihan.
“Saya mencintai kamu Jihan … sangat, saya tidak bisa terlalu lama marah dan kesal kepada kamu,” Mr. Black melepaskan kemejanya dan mengganti dengan pakaian yang sudah dipersiapkan Jihan tadi.
****
Tbc
mau lanjut lagi hari ini?
komen yang banyak dulu dong, kalo komennya banyak nanti malam aku update 1 bab lg.
terima kasih