Bab 8

1026 Kata
Jihan melangkahkan kakinya dengan tidak semangat ke ruangan di mana Bundanya sedang dirawat, entah kenapa hari ini Jihan ingin sekali berbincang dan mengeluarkan isi hatinya.   Jihan membuka pintu kamar Bunda dan terdengar suara kekehan Bundanya, Jihan bingung kok bisa Bunda tertawa sebahagia itu sedangkan selama ini Bunda hanya diam tanpa kata, kalau ditanya baru dijawab.   “Bunda,” panggil Jihan pelan tapi langkahnya langsung berhenti saat melihat Hanzel duduk di dekat ranjang ibunya.   Mr. Black menatap Jihan dengan tatapan marah bercampur sikap tenang agar JIhan tidak sadar kalau Mr. Black sudah tau tentang kebohongan Jihan.   “Hanzel,” Jihan kaget melihat suaminya sudah duduk di samping ranjang Bunda, tatapan mata Mr. Black tajam ke arahnya.   “Dari mana Jihan? Bunda bilang kamusedang beli pesanan Bunda ya?” tanya Mr. Black, dan untungnya Jihan membawa plastik berisi roti kaleng.   “Ah... iya, tadi bunda minta dibelikan roti kaleng,” ujar JIhan berbohong.   Mr. Black kecewa mendengar ucapan Jihan barusan. Jihan sudah berbohong padanya. Pembohong, batin Mr. Black. “Oooo ayo sini, kita ngobrol sama Bunda,” kata Mr. Black ramah.   Jihan meletakkan plastik itu di atas meja dan mengambil kursi untuk duduk di samping Bundanya.   “Bos kamu baik dan lucu, dia menceritakan sebuah cerita lucu dan itu membuat perut Bunda sakit menahan tawa, walau dengan bahasa Indonesia terpatah - patah, tapi dia hebat bisa mengerti apa yang Bunda ucapkan,” kata Bunda antusias.   Jihan hanya bisa tersenyum melihat kebahagiaan Bundanya. Mr.Black menatap Jihan, senyum Jihan membuatnya bahagia hanya saja sekarang hatinya sakit karena Jihan sudah membohonginya.   “Jihan, Bunda. Saya permisi dulu ada urusan yang harus saya selesaikan. Lanjutkan saja perbincangan kalian,” Mr. Black berdiri dan mengecup kening Jihan.   “Jangan lama - lama pulangnya dan hati - hati,” ujar Mr. Black.   Jihan kaget dan jantungnya berdetak hebat, sentuhan, ciuman Mr. Black membuat aliran darahnya rasa tersumbat.   “I … iya,” balas Jihan tergagap. “Bye Bunda kalau ada waktu lagi Hanzel akan jengukin bunda lagi,” Mr. Black melambaikan tangannya ke arah bunda.   “Makasih loh atas kuenya,” kata Bunda, Jihan melihat sebuah kue terletak di samping ranjang Bunda.   “Sama - sama,” Mr. Black melihat Jihan dan tersenyum. Jihan pun membalas senyuman itu. Setelah Mr. Black berlalu senyum indah yang menghiasi mulut Mr. Black hilang sesaatdan berubah menjadi kegeraman atas kebohongan Jihan.   ****   Setelah Mr. Black pergi barulah bunda memulai perbincangan dengan Jihan.   “Kamu mencintainya Jihan?” tanya Bunda kepada Jihan saat mata Jihan tidak berhenti memandang kepergian Mr. Black “Ah apa Bunda?” kata Jihan salah tingkah.   “Kamu menyukai laki-laki itu bukan?” tebak bunda dengan yakin.   Jihan semakin salah tingkah mendengar bunda bertanya hal itu.     “Nggak kok ... nggak,” tolak Jihan.   Jihan memilin - milin bajunya, hal yang biasa dia lakukan saat berbohong dihadapan Bunda. Bunda tertawa dan yakin Jihan sedang menutupi sesuatu darinya.   “Jujur saja sama Bunda nak, Bunda tau kok dari tatapan mata kamu, kamu menyukainya, tapi hatimu kamu tutup, kenapa?” tanya Bunda.   Jihan menundukkan kepalanya. Airmata mengalir dipipinya.   “Aku takut terluka Bunda,dia terlalu jauh untuk aku gapai,” balas Jihan   Jihan sadar status dirinya dengan Mr. Black jauh berbeda dan mana mungkin dia berani jatuh cinta ke Mr. Black.   “Kenapa? Bunda lihat dia juga menyayangimu. Apa kamu tau tadi dia mengetakan kalau dia sangat merindukanmu makanya dia ke sini menyusul dan untungnya Bunda bisa menutupi kebohongan kamu kepadanya, kamu ke mana tadi?” tanya bunda.   Jihan menghela napas beberapa kali.   “Saya bertemu Kalva Bun,”balas Jihan dengan jujur.   Bunda mengerutkan keningnya.   “Buat apa lagi kamu bertemu  laki-laki b******k itu?” cecar Bunda dengan nada sedikit tinggi.   “Dia bercerai dari istrinya dan ingin kami kembali lagi seperti dulu,” balas Jihan memberitahu bunda.   Dengan buru-buru bunda memegang tangan Jihan. “Lahir batin Bunda tidak setuju, lebih baik kamu nggak punya suami daripada dia yang jadi suamimu,” balas bunda.   Dulu Jihan sangat terluka akan pengkhianatan Kalva dan bunda berjanji tidak akan mengizinkan Kalva masuk lagi ke dalam hidup Jihan.   “Jihan menolak Bun  dan Jihan mengeluarkan kata - kata yang seandainya Hanzel mendengar dia akan sakit hati dan akan membenci Jihan,” balas Jihan.   Bunda menghembuskan napas penuh syukur JIhan menolak kehadiran Kalva. Mr. Black lebih baik dibandingkan Kalva. Laki-laki mata duitan yang rela membuang wanita yang selama ini menemaninya dari awal hanya demi harta dan tahta.   “Jihan,” panggil Bunda.   “Ya Bun.” “Berbahagialah nak, berbahagialah dengan Hanzel. Jangan tutupi hatimu dan bukalah buat laki-laki baru, ya walau dia orang asing, tapi Bunda lihat dia mampu untuk membahagiakan kamu,” bunda mengelus lembut kepala Jihan.   Jihan menatap bunda dengan tatapan sendu.   “Apa Bunda merestui kami?” tanya Jihan.   “Iya asal kamu bahagia bersamanya, bunda akan selalu mendukung apapun keputusan kamu.” “Terima kasih Bun, aku akan mencoba memikirkannya.”   ****   Mr. Black meminum Wiski yang dibelinya tadi, semenjak dia menikah dengan Jihan semua alkohol di rumah itu sudah disingkirkannya, tapi hari ini dadanya sesak dan ingin melampiaskan dengan meminum minuman alkohol itu.   Mr. Black duduk di sofa sambil menunggu Jihan. Matanya tak berhenti melihat pintu rumahnya. Walau dia sakit hati, tapi Mr. Black juga sangat merindukan Jihan.   Tak lama terdengar suara pagar dibuka dan Mr. Black pura - pura berpose seperti orang mabuk. Mr. Black sengaja meracau. Jihan membuka pintu rumah, ditangannya dia membawa sebungkus makanan untuk Mr. Black.   “Aurora ... saya sangat mencintaimu...” Mr. Black meracau “Hanzel,” Jihan meletakkan tas dan bungkusan itu di meja makan dan dia melihat keadaan Mr. Black yang bisa dibilang kacau, bau minuman memenuhi ruangan dan yang membuat Jihan sedih, Mr. Black menyebut nama wanita lain.   Bukan namanya.   “Siapa Aurora Hanzel? Siapa?” tanya Jihan, kenapa disaat dia ingin membuka hati, Mr. Black malah memimpikan wanita lain.   Airmata jatuh dari pipi Jihan dan mengenai pipi Mr. Black.   Kamu menangis Jihan? Kenapa? Batin Mr. Black.   “Aurora... My Princess” sekali lagi Mr.Black menyebut nama wanita itu dan dia memeluk Jihan dengan erat.   “Saya bukan Aurora Hanzel … bukan … saya bukan dia.”   “Aurora.” “Saya sudah bilang saya bukan Aurora!” Jihan berteriak marah dan melepaskan pelukan Mr. Black dan berlari ke kamarnya.   Mr. Black tersenyum sinis.    “Apa menyakitkan Jihan? Itu belum seberapa” Mr. Black menyiram mukanya dengan wiski dan bau alkohol tubuhnya sangat menyengat.   Dengan langkah tegap dia berjalan menuju kamar Jihan.   “Aurora.” Mr. Black berjalan masuk ke kamar Jihan yang lupa dia kunci.   “Buat apa kamu ke sini... keluar...” teriak Jihan sambil menangis.   Bukannya keluar Mr. Black malah semakin mendekati Jihan dan menghapus airmata yang jatuh dari mata Jihan.   “Aurora sayang kamu kenapa menangis?” Mr. Black semakin sengaja mengucapkan nama Aurora agar bisa membalas sakit hatinya.   “Saya bukan Aurora!"teriak Jihan.   “Nggak sayang., kamu Aurora! kekasih hatiku!” Mr. Black semakin mendekati Jihan.       Jihan yang ketakutan semakin mundur dari tempatnya berada, tapi terhalang akan dinding yang membatasi langkahnya untuk menghindari Mr. Black.   “Sekali kamu menyentuh saya, saya akan bunuh diri!”teriak Jihan dengan napas tersengal-sengal.   Mr. Black berhenti melangkah dan dia melihat kesungguhan di mata Jihan.   “Apa saya sekotor itu sampai kamu tidak mau saya sentuh? Apa laki-laki itu lebih berharga daripada saya?” tanya Mr. Black sedih.   Jihan menatap kesedihan dimata Mr. Black.   “Ternyata sulit untuk menyakiti kamu Jihan, sulit … saya tidak bisa melihatmu menangis. Melihatmu menangis hanya gara - gara saya memanggil nama wanita lain, membuat hati saya sakit,” Mr. Black memutar tubuhnya dan meninggalkan Jihan yang bingung dengan sikap Mr. Black.   Jihan mendengar suara pintu luar dibanting.   “Apa dia tau tentang Kalva? Makanya dia seperti ini?” Jihan menutup mulutnya.   Jihan mengambil ponselnya dan menghubungi Pete.   “Pete” “Ya Jihan”   “Tadi siang Hanzel tau nggak ke mana?”   “Tadi siang Hanzel saya antar kesebuah Cafe”   “Namanya?”   “Mediterania”   “Ma....makasih Pete” “Astaga Hanzel... maafkan saya”   Jihan mengejar Mr. Black, kesalah pahaman ini mesti diluruskan.   “Hanzel.” Teriak Jihan   Hening.   “Hanzel.” Jihan membuka pintu kamar Mr. Black.   Jihan menghubungi Ponsel Mr. Black, tidak diangkat.   “Ayo angkat Hanzel, saya mohon! kamu salah paham” Jihan berjalan mondal mandir.     Jihan masih tetap menghubungi Mr. Black.   “Halo.” terdengar suara serak Mr. Black. “Hanzel... kamu pulang ya... kita harus bicara.”   “Saya kangen kamu Hanzel...pulang ya.”   “Kamu salah paham soal Kalva.”   Mr. Black hanya diam, tidak menjawab satupun perkataan Jihan.   “Hanzel... saya mohon... dengerin saya dulu.”   “Sudahlah Jihan, mungkin saya memang salah paham, saya tidak akan pernah memaksa kamu mencintai saya jadi mulai sekarang, kita ikuti saja perjanjian dari awal, pernikahan ini hanya sandiwara dan selamanya akan tetap sandiwara sampai saya kembali kenegara saya bulan depan.”   Bagai beribu - ribu batu besar menghantam Jihan. Hancur berkeping - keping.   “Baiklah.... Kita hanya sebatas partner dan pemberi jasa.” Jihan menitikkan airmatanya lagi, sakit ternyata mengucapkan itu.   **** Tbc      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN