Mara masih melajukan mobil di jalanan ketika sederet angka membuat layar ponsel yang berada di atas dashboard menyala. Semula Mara mengabaikan karena nomor tersebut tidak tersimpan. Namun, nomor yang sama kembali menghubungi sebanyak tiga kali hingga akhirnya Mara meraih sebelah earbud lalu memasang ke telinga sebelum menerima panggilan tersebut. “Halo.” “Dengan Ibu Asmara Wulandari?” “Benar. Maaf—” “Perkenalkan, saya pengacara bapak Raga Syailendra.” Sepasang alis Mara bergerak mengerut begitu mendengar siapa orang yang sedang terhubung dengannya. Kedua mata wanita itu kini bergerak ke samping—kanan, lalu kiri. Benda bundar di depannya berputar ke kanan setelah sang pengemudi menggerakkannya. “Saya ingin meminta waktu Bu Mara untuk bertemu.” “Anda bisa hubungi pengacara saya untuk