Zea membuka matanya, ia seperti berada di suatu ruangan dengan dinding berwarna putih, ia edarkan pandangannya ke seluruh ruangan luas itu, matanya menyipit saat ia melihat sosok yang bercahaya. Ia melangkah mendekat karena ia seperti mengenal orang itu. Orang itu berbalik dan tersenyum pada Zea. "Ayah....." ucap Zea lirih, ia ingin memeluk ayahnya tapi seperti ada dinding tipis tak terlihat yang memisahkan Mereka. Mata Zea mulai berkaca kaca, ia sangat merindukan ayahnya tapi hati kecilnya menyadari jika ayahnya sudah meninggal. Air matanya mulai menggenang di pipinya. "Jangan menangis nduk." "Zea kangen ayah, kangen sekali." "Maafkan ayah nduk, tidak bisa mendampingi kamu, tapi ayah bangga nduk sama kamu." Zea menatap ayahnya sendu, wajah ayahnya teduh, itu yang ia rindu

