Aku bergeming saat pria yang masih menggunakan jas itu melotot dan berjalan ke arahku. Tidak ada keinginan untuk membela diri atau menjelaskan kalau yang dilakukan Arjuna tadi hanya pertolongan, bukan hal yang perlu dibuat berlebihan. Mataku berkaca-kaca saat melihatnya. Awalnya, aku berniat meminta maaf jika bertemu dengannya. Namun, bayangan ketika dia justru pergi mengejar Dinda sementara aku terkapar kesakitan, malah ditinggalkan. Itu membuat hatiku beku. Aku tidak se-berguna itu untuknya. Kenapa juga Mas Aqsal dan Arjuna datang di saat bersamaan? Sungguh menyebalkan. Aku memalingkan wajah saat pria itu terus menatapku yang kutahu dari ekor mata. “Gimana keadaanmu?” tanya Mas Aqsal dengan nada dingin. Aku hanya mengangguk, lalu menunduk. Aku mengharap kedatangannya, tetapi setelah

