“Sudah pulang? Gimana rasanya nginep beberapa hari di hotel mewah?” ejek Mas Aqsal dari lantai atas. Wanita yang bersamanya terlihat bergelayut manja. Ejekannya terasa ... sakit sekali. Saat aku meregang nyawa karena ulahnya, dengan entengnya dia malah berkata seperti itu. Rumah sakit dibilang hotel mewah? Apakah nurani pria itu sudah mati? Aku mencoba tegar dengan tersenyum. Tak disangka, Mas Aqsal dan wanita itu menuruni anak tangga dan sepertinya berjalan ke arahku. “Mbak Sa, tolong bantu saya ke kamar, aja, ya.” Aku meminta Mbak Sa memapah menuju kamar. Wanita itu mengangguk. Ketika baru beberapa langkah, tanganku terasa ada yang mencekal. “Rumah sakit bayarnya mahal, jadi kamu harus menggantinya. Memang aku yang membayarkan, tapi itu tidak gratis dan aku anggap utang.” Aku terpe