Malam itu, kamar yang luas dan mewah milik keluarga Bimantara hanya diterangi lampu temaram. Hujan rintik di luar menambah kesan sendu. Alula telah selesai berwudhu, mengenakan piyama panjang dan hijab tipis yang masih membingkai wajah pucatnya. Ia naik ke ranjang perlahan, dan mendapati Arga sudah lebih dulu berbaring membelakangi, seperti biasanya. Namun malam ini berbeda. Entah kenapa d**a Arga terasa sesak sejak kejadian di rumah sakit. Dan malam ini, tak ada sofa untuk ia tidur. Kamar tamu terlalu jauh, dan kondisi Alula masih dalam pantauan dokter. “Kalau tidak nyaman, aku bisa tidur di ujung,” bisik Alula, berusaha menjaga jarak, baik secara fisik maupun emosional. Tapi Arga membalikkan tubuhnya. Tatapan matanya menembus gelap, menatap Alula lama. “Kau masih sakit?” Alula hanya