Alfian termangu menatap buku rekening yang dulu diberikan kepada Aya. Dia menyangka bahwa Aya akan menggunakan uang pemberiannya itu untuk menyambung hidup, tapi ternyata Aya tidak memakainya sama sekali. Sekarang semuanya menjadi jelas. Wajar jika Aya bekerja dan hidup seperti itu. Ternyata Aya hidup dengan kemampuannya sendiri. Dia tidak bergantung pada sejumlah uang yang Alfian tinggalkan untuknya. Kenyataan itu tentu membuat Alfian semakin didesak oleh rasa bersalah. Membuatnya semakin tidak tenang saja. Satu-satunya isi kepala hanyalah keinginan untuk meluruskan segala kesalahpahaman di masa lalu. Itu saja. Alfian memijit batang hidungnya. Apa lagi yang harus dia lakukan agar membuat Aya percaya. Aya bahkan tidak pernah mau mendengarkannya. Alfian coba berpikir. Hingga kemudian ia