"Apa kau tau dia kembali?" desak Leon kepada Kamila sesampainya di dalam kamar. Namun, sang istri tak langsung merespon melainkan melepaskan blouse yang dikenakan seusai mengajar.
"Jawab aku, Kam?!" Leon mengulang tegas pertanyaannya.
"Aku tidak tahu, ok!" timpal Kamila sedikit menyentak karena terus didesak Leon.
Sang istri tahu betul yang dimaksud suaminya adalah sosok Theo, mantan kekasihnya sesama dosen. "Aku benar-benar tidak tahu bahwa Theo kembali mengajar di kampus."
Leon mengusak frustrasi wajahnya lalu menghela napas dalam untuk menetralkan hati yang gusar. Bagiamana tidak? Tak hanya sebagai mantan kekasih biasa, Theo yang sempat menjadi kekasih Kamila sangat terobsesi pada puan yang kini menjadi istri Leon.
Selain itu, Theo merupakan seorang yang manipulatif. Hubungan kekasih yang terjalin awalnya sehat. Theo terkesan pria manis dan perhatian. Namun, satu tahun belakangan Kamila merasa terkekang karena Theo mulai menunjukkan sifat asli yakni diktator di depan Kamila, tetapi tidak dengan di depan orang lain. Tampang baby face Theo yang mempesona sukses menyembunyikan sifat asli yang penuh obsesi.
Meski begitu, sebelum benar-benar putus, Kamila sempat beberapa kali termakan kata-kata Theo sehingga cintanya pada sang dosen pria itu selalu sukses membuat Kamila kembali jatuh ke lubang yang sama.
Sampai akhirnya Kamila tak sanggup dan memutuskan untuk benar-benar mengakhiri hubungan dengan Theo. Selang beberapa hari, Kamila bertemu dengan Leon di kampus Galaxy. Pada saat itu Leon sebagai CEO sempat mengisi kuliah singkat dan Kamila sang dosen kebetulan ditugasi sebagai tour guide-nya di area kampus. Keduanya saling menaruh hati pada pandangan pertama mereka bertemu.
Interaksi Leon dan Kamila berakhir dengan acara kencan beberapa kali. Namun, sayang. Miskomunikasi fatal sempat terjadi kala Leon ingin melamar Kamila. Sang puan menghilang tanpa kabar saat mereka memiliki janji makan malam. Keesokan harinya, Leon mendapati foto-foto Kamila sedang di apart sang mantan, bahkan sedang berbaring di atas ranjang sang dosen seolah-olah selesai melakukan sesi panas.
Leon pun hampir percaya dan tak mau menerima penjelasan Kamila yang mengaku dijebak Theo. Akan tetapi ia memutuskan menyelidikinya, walau ternyata hasilnya 50:50. Theo memang mencampur serbuk ke minuman Kamila sehingga membuatnya tertidur di atas ranjang sang pria. Sedangkan, Kamila mendatangi apartment Theo tanpa paksaan. Sang puan berkilah khawatir karena mendapat pesan Theo sakit parah dan meminta bantuan di apartment-nya, meski saat diselidiki oleh intel suruhan Leon, pesan tersebut hilang dan tak bisa ditelusuri alias diduga hanya alasan Kamila saja. Tidak ada yang tahu siapa yang berkilah atau yang benar hingga saat ini.
Pada akhirnya, Leon memilih percaya pada Kamila dan meloloskan miskomunikasi karena Theo pun memutuskan pindah mengajar ke luar negeri. Leon meminta Kamila memutuskan kontak yang berhubungan dengan Theo. Mereka pun akhirnya menikah dan hidup tentram selama tiga tahun dalam bahtera rumah tangga. Namun, tidak dengan belakangan ini.
"Apa kau tidak berpikir dia kembali mengajar di kampusmu untuk mendekatimu?" tuduh Leon karena komunikasi terakhir dengan Theo saat di rumah sakit tidak berjalan lancar. Pria itu khawatir jika Theo mengambil kesempatan pada Kamila dan mungkin juga Olivia karena keseharian mereka akan selalu berada di area yang sama.
"Cukup, Leon. Aku bahkan belum bertemu dengannya secara langsung," imbuh Kamila sedikit kesal. "Aku baru mendengar kabarnya saja. Itu pun karena Olivia terlibat dalam insiden penyelamatan adiknya."
Kamila lantas mendekati Leon, mengusap d**a bidangnya dengan lembut. "Aku hanya mencintaimu, Suamiku. Theo adalah masa lalu yang telah ku kubur dalam-dalam. Kumohon percayalah padaku," pinta Kamila dengan maksud meredam emosi suaminya.
"Kalau begitu bagaimana dengan pindah kampus? Apa kau bersedia melakukannya untuk membuktikan ucapanmu? Aku tidak ingin pria itu didekat mu apalagi mencelakai mu." Kini, ide tak terduga tercetus dari bibir Leon. Ide yang tentu saja sangat berat bagi Kamila karena kampusnya yang sekarang adalah tempat mengajar sekaligus menimba ilmu S3 dan Leon tahu itu.
"Kau tau itu tak mungkin, Sayang. Lebih baik kau jernihkan pikiranmu, ok. Baru kita akan bicara lagi. Aku akan mandi dan berangkat kuliah malam."
Satu kecupan dilayangkan ke pipi sang suami dan Kamila pun beranjak pergi ke kamar mandi. Namun, kecupan yang biasanya bisa menenangkan kini malah membuat Leon semakin kesal imbas permintaannya seolah diacuhkan tanpa pertimbangan. Sang CEO lantas memutuskan keluar dari kamar dengan masih tersulut emosi.
Di sisi lain.
"S*al! Lebam di sudut wajahku susah sekali dihilangkan." Malam itu Olivia merutuk pada diri sediri seraya mematut di depan cermin, mencoba mengaplikasikan produk kecantikan jenis cussion untuk menutupi lebam jika ia harus keluar rumah nanti.
"Kau tetap cantik meski tanpa make up, Liv," ujar Leon yang memang sengaja ingin mengecek keadaan Olivia, kini muncul di ambang pintu.
"Paman." Olivia terkesiap diiringi rona merah sipu di pipi. Seiras itu, kegiatannya pun terhenti. Netranya kini teralih pada tampilan Leon yang lebih tampan jika sedang memakai baju kasual.
"Hey, apa kau sudah mengobati lebam mu sebelum mencoba make up itu? " tanya Leon seraya mendekat.
"Uhm, belum. Nanti saja setelah aku selesai mencoba produk ini."
"Tidak bisa, Liv. Dokter bilang salep harus dioles setiap hari dan tepat waktu jika lebam mu ingin cepat hilang," seru Leon yang kini menyambar satu set plastik obat di atas nakas kamar Olivia.
Sang paman yang tidak ingin mendengar kata penolakan, langsung meminta Olivia membersihkan wajahnya sebelum Leon membantu mengolesi salep.
Olivia tak punya pilihan lain selain menuruti perintah sang paman sambung. Toh, dirinya juga senang jika berada di dekat Leon.
Seusai membersihkan wajah, lebam yang tertutup cussion kini menampilkan wajah dengan kecantikan natural milik Olivia. Raut Leon lantas menyendu sesaat sebelum mengaplikasikan salep dokter. "Apa ini masih sakit?"
"Tidak, Paman. Aku baru menyadari bahwa aku adalah wanita kuat. "
Leon pun terkekeh spontan kala mendengar seruan Olivia barusan. Jika boleh jujur, mengobrol dengan Olivia terasa sangat menyenangkan saat ini. "Kau belum jadi wanita, Liv. Bagiku pemikiranmu masih seperti remaja," timpal Leon yang netranya masih fokus area lebam wajah Olivia.
"Aku sudah dewasa, Paman. Jangan menganggap ku remaja. Mau ku buktikan?"
"Ya, silahkan buktikan," ledek Leon santai.
CUP!
Tanpa Leon dapat prediksi, Olivia menyasar belah ranum sang pria dan sempat memagutnya lembut sebelum akhirnya melerainya lalu bergelagat canggung.
Sementara itu, tak ada respon dari Leon untuk sejenak. Tubuhnya pun membeku di tempat dengan otak yang tak bisa berpikir jernih. Harus Leon akui, sensasi belah ranum Olivia yang menyentuh miliknya barusan mampu membuat gusar imbas perselisihan dengan Kamila menjadi tenang. Di saat bersamaan, bibir bertekstur kenyal dan merah merona milik Olivia seolah menjadi candunya mulai saat ini. Hasrat Leon lantas meronta ingin mencicipinya lagi.
"Maaf, Paman. Jika aku lancang. Aku—"
Belum selesai Olivia berucap, Leon menyambar belah ranum yang baru saja menjadi obsesinya. Tangan kanan Leon dengan otomatis beralih memegang tengkuk sang keponakan sambung untuk mengeratkan pertautan, menjelajahi lebih dalam lapisan dalam bibir Olivia.
Sementara itu, meski sempat tak percaya, Olivia dengan cepat mengikuti ritme sang paman yang benar-benar lihai mengu*um belah ranumnya.
"Take me with you, Uncle Leon. I want you," desah Olivia saat keduanya sejenak melepaskan pertautan lidah panas. Napasnya memburu hebat begitu juga dengan Leon. "Are you sure?"
"Yeah!" Olivia pun mengangguk dengan takzim.