Laskar pulang dengan pikirannya yang benar-benar kacau. Malam telah larut, namun baginya waktu terasa berjalan tanpa arah. Udara dingin menyusup dari sela-sela jendela besar rumah keluarga mereka, membungkus tubuhnya yang kini bersandar lemah di kursi tua di depan perapian. Api yang menyala tenang di hadapannya tak cukup menghangatkan kegelisahan di dalam dadanya. “Kakak sepertinya sedang tidak baik-baik saja?” suara Jhon memecah keheningan. Ia berdiri di ambang ruang tengah, menatap kakaknya yang tampak lebih tua dari biasanya. Laskar tidak langsung menjawab. Tatapannya masih terpaku pada lidah-lidah api yang menari lembut, seakan mencari jawaban dari bara yang tak pernah bicara. “Iya… Ayah sudah memutuskan warisannya,” ujar Laskar, pelan namun berat, seperti batu yang berguling dari p