BAB 7 MINUM TEH

1246 Kata
Mereka bertiga sudah duduk mengitari meja bundar menunggu seorang pelayan yang baru datang untuk menuangkan teh dari teko-teko kecil dengan motif sulur bungan Mawar berwarna cerah. "Ceritakan pada Bibi bagaimana perjalananmu kemari ? " "Aku memenangkan investasi yang sangat menguntungkan." "Sudah Bibi duga tidak ada yang tidak berhasil kau lakukan Nak," dengan bangganya bibi Marry memuji keponakannya,"tapi kau tau apa yang lebih kami harapkan dari semua berita kesuksesan bisnismu di luar sana." "Jangan berlebihan Bibi, tidak ada yang sempurna dalam segala hal," kelit James. Keponakannya yang betah melajang itu memang kadang cukup menghawatirkan mengingat kelangsungan generasi keluarga mereka ada di pundaknya. "Ku harap kau akan menyeret seorang gadis kedepan Markus." Sudah biasa bagi Lady Marry untuk mengabaikan tatakrama dalam meyebut nama suaminya tersebut. James adalah putra dari adik perempuan suaminya, saat usianya sembilan tahun kedua orang tuanya mengalami kecelakaan kereta, dan sejak saat itu James ada dalam pengasuhan mereka sebagai wali yang sah. "Kurasa paman juga tidak akan suka jika aku menyeret gadis dari bekas koloni di depannya." "Koloni !" tanpa  sengaja tiba-tiba mulut ceroboh Alex sudah menyela, dan kontan membawa dua pasang manik biru itu beralih memperhatikannya,"apa Anda juga sering berlayar my Lord? " "Ya, my Lady," James hanya mengangguk dan tersenyum sopan sesuai batas tata krama. "Kuharap suatu saat aku juga bisa berlayar ke Amerika." Alis James hanya semakin berkerut dalam menanggapi komentar sepontan gadis muda di depannya. "Ibuku lahir di sana," Alex membenahi keterkejutan pemuda yang masih belum mau berhenti menatapnya itu. "Oh tentu aku hampir lupa, Lord Richard tentu salah satu yang beruntung," James tau bagaimana rumor tentang adik laki-laki bibinya yang memilih menangalkan kemewahan demi bisa menikahi gadis pujaannya. Tak mengherankan, pasti gadis di depannya itu juga mewarisi banyak hal dari ibunya. James mulai memperhatikan kulit lembut Alex yang kontras dengan rambut gelapnya, gadis itu juga memiliki mata bulat yang lebar membingkai Netra biru topaznya. Otak James sempat sembrono  membayangkan bibir penuh sang Lady yang semerkah kuntum Mawar, dan saat itu pula dirinya mulai mengutuk kelancangannya. Bibir penuh Lady muda itu memang terlalu mustahil untuk di abaikan bahkan James ingat sejak pertama hal itulah yang cukup menyita perhatiannya. Mungkin karena itulah tadi moodnya sempat membaik hingga bisa memulai obrolan lancar dengan bibinya. Jujur dalam agendanya James memang belum memiliki rencana untuk mengunjungi kediaman keluarga Harrington dalam beberapa tahun ini. Hal itu tidak lain karena keinginannya untuk bersembunyi dari kewajibannya untuk segera memberi keturunan bagi keluarga Winston. Namun kabar kecelakaan yang menimpa sepupunya itu bisa jadi pukulan terhebat baginya, mengingat betapa dekatnya mereka selama ini. Saat itu James masih sedang dalam perjalanan kembali ke negeri seberang yang jauh, dan jelas dia tidak bisa kembali begitu saja hanya untuk menghadiri acara pemakaman. Tentu dia mau melakukannya bagaimanapun James dan George sangat dekat sebagai saudara yang tumbuh bersama, sayang meskipun dirinya pulang saat itu juga James tetap sudah sangat terlambat, mungki kapal tercepat yang bisa dia tumpangi pun tidak akan mampu mengejar. Kemungkinan dia baru kembali sampai ke inggris saat bahkan bunga di atas makam sepupunya tersebut sudah sempurna mengering, meski demikian menunggu dua tahun juga bukanlah tindakan bijak untuk sebuah belasungkawa. Mereka bertiga sedang asik dengan beberapa pertanyaan mengejutkan yang beberapa kali di lemparkan bibi Marry, bahkan Alex tidak sadar sudah hampir menghabiskan cangkir ke tiganya, gadis itu benar-benar menjadikan minuman terhormat bagaikan anggur murahan di bar pinggir kota. Bukan berarti hal tersebut luput dari perhatian James, tanpa sungkan gadis itu hanya mengedikkan bahu merasa tak bersalah saat bibinya coba menegur. Tiap kali James justru merasa terhibur dengan pembangkang kecil gadis muda yang cukup berani menantang sang Bibi. "Tinggallah untuk makan malam," pinta Lady Marry pada keponakannya. James sudah tinggal di rumah keluarganya sendiri sejak usia ke delapan belas, meski sebenarnya rumah tersebut juga jarang di singgahi nya belakangan ini. "Aku sudah harus ada di London besok siang, Bibi, keretaku bahkan sudah menunggu." "Oh, sayang sekali padahal besok Bibi juga berencana untuk ke London, ada beberapa keperluan keponakanku yang harus kami beli." Alex mendongak dari cangkirnya terkejut karena baru mengetahui rencana bibinya yang itu, dahi gadis itu agak berkerut, dan kali ini dia curiga James sedang tersenyum untuk menertawakan keterkejutannya. "Apa Lady Alexsa akan ikut?" tanya James saat tersenyum miring untuk Alex. "Ya, kami akan pergi berdua karena dia harus mengukur beberapa gaun untuk pestanya nanti." Alex makin bingung dengan perubahan jadwal tiba-tiba tersebut, bukankah kemarin mereka sudah mengukur dan semua baju yang bibinya pesan akan segera di antar akhir bulan ini. "Mungkin kita bisa berangkat bersama, Bibi." saran James kemudian. "Oh kebetulan sekali, kereta kami masih di pakai pamanmu dan kereta kami yang lain masih  dalam masa perbaikan, mungkin kau bisa sekalian mengantar bibimu, James," sambut sang bibi dengan kalimat yang bisa dengan begitu cepat di ucapkanya jika sedang senang. "Tentu, Bibi." "Apa itu artinya kau akan menginap malam ini? " "Bibi kau membuatku tidak bisa menolak semua tawaranmu." "Oh baguslah, aku akan menyuruh para pelayan untuk menyajikan semua makanan kesukaanmu." "Sebenarnya itu tidak perlu jika Bibi tidak ingin kita berangkat kesiangan." "Oh James kau tau Bibi sangat merindukanmu." James bangkit untuk mengecup punggung tangan bibinya, wanita itu memang sudah seperti seorang ibu baginya, sejak kepergian kedua orang tuanya paman dan bibinya lah orang tua yang Ia miliki selanjutnya. "Lord Wiston, sejak kapan Anda datang ?" Terdengar suara dari ujung anak tangga, yang membuat tiga pasangan mata itu menoleh kepada nya. Lady Annabeth sedang berdiri dengan gaun siang harinya yang berwarna pastel pucat membuat kulit stroberynya nampak merona sempurna bagai boneka porselen. Wanita muda itu segera berjalan menuruni anak tangga dengan begitu bersemangat, seperti ada keceriaan tiba-tiba yang terpancar dari senyum ringannya. "Selamat siang My Lady," James lebih dulu berdiri untuk memberi salam hormat. Lady Anna yang seperti tercekat oleh sikap resmi James barusan, dan segera berhenti beberapa langkah di depan anak tangga. Mungkin hanya Alex yang menyadari hal itu, dia rasa iparnya itu juga sedikit kikuk ketika harus segera membenahi sikapnya. Selanjutnya Lady Annabeth kembali berjalan anggun untuk membalas sapaan Lord Winston barusan. "Maaf Saya hanya tidak tau anda akan berkunjung, My Lord," kata sang Lady masih sambil merunduk memberi salam hormat. James yang lebih bijak sana berjalan lebih dulu menghampirinya, mengecup tangan sang lady sekilas kemudian menuntunnya untuk ikut duduk bersama yang lain. "Tidak ada yang memberitahuku bahwa Anda berkunjung." "Sebenarnya aku juga baru datang ." "Apa Anda akan tinggal? " tanya Sang Lady penuh harap. "Bibi memintaku untuk menginap, karena besok kami akan berangkat ke London bersama." "Mama akan ke London? " Lady Anna menoleh ke Lady Mary. "Ya, kami butuh beberapa gaun untuk pesta dansa Lady Alexsa,"jawab Sang Countess. "Oh, jadi kalian akan pergi bertiga? " "Kenapa Lady Anna tidak ikut juga, Bibi? " usul Alex pada bibinya. "Oh tidak aku tidak akan kemana-mana," potong Lady Anna lebih dulu. Kemudian mereka semua hanya saling menatap satu sama lain tanpa ada yang bicara, dan tiba-tiba obrolan itu terasa canggung untuk di lanjutkan. "Oh, James apa kau akan tinggal lama di Londo?" kali ini bibi Marry yang bertanya untuk memulai obrolan baru. "Mungkin untuk satu atau dua bulan." "Sayang sekali, padahal Bibi berharap kau akan tinggal sampai musim tahun ini di mulai." "Maaf aku harus mengecewakan Anda lagi, Bibi." "Bagaimana pun paman dan bibimu ini ingin melihatmu menemukan seorang gadis di London." James hanya tersenyum ringan tiap kali menanggapi rengekan bibinya. "Mungkin seorang gadis hanya akan membuatku semakin sibuk untuk mengunjungi Anda Bibi." "Ah, Bibi tidak yakin akan ada seorang gadis yang manapun membuatmu melupakan bibimu" tepis bibi Mary dengan cukup percaya diri, dan James benar-benar ikut tersenyum setelahnya. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN