"An, kau tau aku bukan pria yang baik untuk siapapun."
"Aku tidak peduli dan akan tetap mencintaimu sampai kapanpun," tegas sang Lady.
"Semua itu sudah sangat terlambat sekarang."
"James sungguh aku juga tidak pernah menginginkan semua ini," terdengar isakan rendah setelahnya.
"Ingat, George sangat mencintaimu."
"Ya, tapi sama saja dia tetap meninggalkanku, sama sepertimu."
James hanya bisa menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
Hati siapapun tidak akan tega melihat seorang gadis muda dalam kondisi seterpuruk itu, Lady Annabeth adalah gadis paling menawan di seluruh London, tapi siapa yang menyangka nasibnya harus berakhir sebagai janda muda seorang Earl. Bagai kuntum bunga yang harus layu di masa mudanya, kali ini segala keindahanya tak lagi berarti, bahkan cintanya pada pria yang di inginkan nya pun pernah rela ia korbankan.
"Aku akan tetap mencintaimu James."
James masih tak bergeming kecuali membiarkan gadis itu menangis di pelukannya.
Alex yang tadinya ingin turun ke kamar bibinya sama sekali tak menyangka harus ikut menyaksikan adegan menjijikkan tersebut saat dia tak sengaja melewati kamar tamu yang kebetulan pintunya masih sedikit terbuka. Niatnya untuk memprotes rencana mendadak bibinya tentang perjalanan mendadak mereka esok hari, dan seketika itu gagal berantakan. Alex segera kembali berjalan kekamarnya dengan berbagai kemarahan yang memenuhi rongga dadanya, dia hanya tidak habis pikir bagaimana bisa wanita yang di nikahi sepupunya itu masih mencintai pria lain dan sekarang mereka saling berpelukan dengan sangat menjijikkan di rumah suaminya sendiri. Malam itu Alex sangat murka dan masih tidak tau harus mengatakannya pada siapa, rasanya sangat tidak benar ketika dirinya harus diam ketika menyaksikan sebuah ketidak adilan di depan matanya.
*****
Alex sudah sangat tidak berminat untuk perjalanan pagi ini, anehnya dirinya tidak juga mendapatkan alasan untuk menghindari keinginan bibinya.
Bibi Marry sudah siap dengan beberapa kopernya, entah untuk berapa lama sebenarnya mereka harus tinggal hingga bibinya itu harus membawa beberapa koper seperti itu.
"Bibi bukankah kita hanya akan mengukur baju? "
"Ya tentu," jawab sang bibi sambil sibuk memberi perintah kepada beberapa pelayannya.
"Lantas untuk apa barang sebanyak ini?" sedangkan Alex sendiri hanya membawa beberapa gaun dalam tas kecil.
"Oh, sepertinya masih ada yang terlewat, tunggulah di kereta biar Bibi mengambilnya dulu."
Tanpa menunggu pendapat Alex bibinya itu sudah kembali pergi menaiki anak tangga menuju kamarnya.
"Mary, My Lady," seorang pelayan yang baru mengangkat tasnya mengajaknya segera masuk kedalam kereta.
Kereta yang di bawa James cukup besar jelas akan ada cukup tempat duduk di dalam sana, batin Alex sedikit lega jika tidak harus berdekatan dengan keponakan bibinya itu. Belum ada siapapun di dalam kereta saat Alex datang dan memilih tempat duduk paling nyaman untuk dirinya sendiri.
Sementara dia menunggu bibinya yang belum juga muncul Alex sudah hampir bosan saat tiba -tiba justru Lord Winston yang memasuki kereta lebih dulu.
"Pagi, My Lady," sapa pemuda itu dengan senyum ramah.
Alex bersyukur pemuda itu mengambil tempat duduk berseberangan dengannya.
"Apa Bibi belum turun? "
"Bibi masih mengambil beberapa barang yang tertinggal," jawab Alex singkat kemudian kembali mempertahankan sikap dinginnya.
Untung tak berapa lama bibi Marry datang untuk bergabung bersama mereka.
Alex tak banyak bicara di sepanjang perjalanan, awalnya bibi Marry yang cukup banyak bicara tidak menyadari kediaman keponakannya itu sampai dia bertanya.
"My Lady apa kau sakit? "
"Oh tidak, Bibi, hanya aku masih terkejut dengan perjalanan mendadak ini," sindir Alex, sepertinya cukup untuk membuat bibinya diam ,selanjutnya dia memang tidak lagi harus menghadapi pertanyaan bibinya yang kadang kurang masuk akal.
Alex bahkan tidak ingin ikut menyimak obrolan bibi Marry dan keponakannya itu, bukan berarti James sama sekali tidak coba mengajaknya bicara tapi sepertinya Alex selalu menemukan alasan yang tepat untuk mengakhiri obrolan mereka dengan singkat. Entahlah Alex masih sangat marah dengan cara pemuda itu menghianati sepupunya sendiri.
Perjalanan dari kediaman keluarga Harrington menuju London hampir memakan waktu empat jam, mereka sampai di London sudah hampir tengah hari karena mereka sengaja untuk tidak berhenti untuk makan siang di jalan, mereka bertiga langsung menuju Town House keluarga Harrington di Barkeley Street.
"Singgah lah untuk makan siang," pinta sang bibi pada keponakannya.
"Maaf, Bibi, aku harus segera bertemu rekan bisnis siang ini, mereka mungkin sudah menungguku sekarang."
"Kalau begitu datanglah untuk makan malam." Lady Marry sepertinya masih belum menyerah untuk menawar.
"Aku tidak bisa janji tapi mungkin besok atau lusa aku bisa berkunjung, itu pun jika Bibi masih berada di London."
"Oh tentu, Bibi masih akan tinggal untuk satu atau dua pekan ini sampai pamanmu kembali dari perjalanan bisnisnya."
"Baiklah akan kuatur waktu untuk berkunjung."
James pergi setelah kembali mengecup punggung tangan bibinya, dan hanya melambai pada Alex yang memang sengaja berdiri agak jauh untuk menunggu bibinya di ambang pintu Townhouse nya.
"Bibi bilang kita akan tinggal selama dua pekan? " tanya Alex sambil mengejar langkah bibinya saat mereka memasuki rumah.
"Ya Lady, Anda perlu mengenal pergaulan di Lodon sebelum pesta benar-benar di mulai."
"Oh Bibi, aku tidak tau utuk apa Bibi harus berbohong tentang kereta kuda segala." Gadis itu tau bibinya tidak hanya memiliki satu kereta kuda di rumahnya hingga mereka harus menumpang seperti tadi, dan Sepertinya Alex sudah bosan untuk ber basa-basi.
"Istirahatlah My Lady kau hanya sedang kesal, tidur akan membantu membenahi moodmu." saran sang Bibi yang ingin segera kabur dari rentetan pertanyaan keponakannya.
"Bibi tau aku tidak cukup membawa baju untuk persiapan satu minggu."
"Kau tidak perlu khawatir besok sebagian bajumu yang kita pesan kemarin akan di antar kemari."