Sudah dua hari, Arin tidak menemui Rafa. Arin menatap layar handphone digenggamnya. Arin sengaja tidak memberi suara pada handphone itu, puluhan pesan singkat dari Rafa, belum ia baca. Arin menatap layar handphone nya kembali, "Rafael calling". Sudah puluhan kali, laki-laki itu menelfonya. Arin mengabaikannya begitu saja. Arin menggeser layar merah itu. Ia tidak berniat untuk mengangkatnya. Arin duduk disisi tempat tidur, dan menompang bantal dibahunya. Saat ini dipikirannya hanya ada Rafa. Jujur ia mencintai laki-laki itu. Ini untuk pertama kalinya ia mencintai seorang laki-laki, bahkan melebihi rasa di hatinya. Semakin ingin melepas, semakin kuat rasa cinta itu berkembang. Arin tidak tahu berbuat apa, ia hanya bisa mengeluarkan air mata. Cukup mamanya saja yang tahu masalah ini, tidak