Dua hari setelah kembali dari hutan bambu bersama dua temannya yang lain, Tejo menjalani kehidupannya seperti biasa. Tetap pergi bekerja, nongkrong di warung kopi, dan mengusili anak-anak tetangga yang iseng memetik buah kelengkeng yang sudah susah payah pria itu tanam di halaman belakang. Dia selaku pemiliknya bahkan belum pernah sekali pun mencicipi buah manis itu, tapi anak-anak usil tersebut malah lebih dulu memetiknya saat belum layak panen, mendahulu Tejo. Tapi satu hal yang pria itu lewatkan adalah mengecek uang yang sudah tempo hari telah Tejo gandakan pada seorang dukun yang tinggal di dalam hutan bambu yang ada di desa Sarimulyo. Tidak, pria itu sama sekali tidak melupakannya. Bagaimana bisa Tejo lupa jika nyaris setiap detik, pria itu kepikiran nasib uang tabungan keluarganya?