Pono terbangun dengan perasaan riang pagi ini. Tubuhnya sudah baikan, tak seperti sebelumnya yang babak belur dan lebam-lebam. Ya, dia memang masih dalam masa pemulihan. Tapi, dibanding kemarin, tubuhnya sudah lebih mendingan. “Ah, kapok aku bikin si kunti marah. Dia kalau marah bikin orang celaka. Tapi mau bagaimana lagi. Aku butuh dia untuk membuatku sukses dan banyak uang.” Pono menghembuskan napas panjang. Dia duduk di tepi tempat tidur sambil melihat keluar jendela. Matahari sudah naik, membuat sinarnya membias masuk ke dalam rumah. Sinarnya yang kekuningan membuat siapa pun akan menyadari betapa karunia Sang Pencipta begitu besar. Sayangnya, itu tak berlaku bagi Pono. Dia sama sekali tak peduli dengan kebesaran Sang Pencipta. Yang ada di pikirannya hanya urusan duniawi semata. Mak