192. Pesan Terakhir

2011 Kata

Dara merapatkan cardigan rajut oversizenya untuk menutupi bagian perut. Meski hal itu tak mampu menutupi kenyataan yang ada dan semua orang sudah tahu bahwa di dalam perutnya telah tumbuh satu nyawa yang menjadi aib menyakitkan baginya. "Duduk dulu, Nak." Ibu Camat yang setia mendampingi putrinya terus menggandeng Dara. Ia khawatir kalau putrinya tiba-tiba berubah pikiran atau putrinya mendadak kabur jika tidak ditemani. "Apa kamu haus, Nak?" tanyanya penuh perhatian. Dara menggeleng pelan. Walau kepalanya tertunduk, tapi ia masih bisa merasakan betapa tajamnya pandangan orang-orang terhadapnya. "Haduh, Bu. Jaman sekarang, kalau punya anak gadis, kudu waspada dan ekstra hati-hati. Tahu sendiri, kan, Bu." Wanita muda yang menggendong batita melirik sekilas pada Dara. "Anak perempuan bed

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN