Alvian menatap rapuh bangunan megah di samping mobilnya. Rumah mewah berlantai dua yang cukup familier karena sang empunya tak lain adalah kawannya—Amir. Pria berkaus hitam itu mengembuskan napas sarat keputus-asaan. Lingkar hitam di bawah matanya tercetak jelas, juga rambut di sekitar rahangnya yang semakin panjang karena beberapa bulan tidak dipangkas. Alvian terlalu larut dalam penyesalan yang membelenggunya, hingga abai pada penampilan. Seharusnya ia menyambut bergembira karena hari ini ia terbebas dari kekangan jeruji besi. Ya, perasaan bahagia memang menyelusup di sebagian hatinya, begitu melihat senyum tulus sang mama menyambut kebebasannya. Tetapi ada yang mengganjal di sudut hati Alvian. Ia merasa payah sebagai seorang pria, sudah menyia-nyiakan seorang wanita sebaik Maharani
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari