Perasaan khawatir tentang Ibu Mertuanya akan menyakiti dirinya kembali memang ada. Tetapi Maharani mencoba menepis prasangka buruk itu. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini beberapa menit lalu, Maharani tidak melihat sorot kebencian di wajah Watini. Wanita yang biasa ia sapa Mami itu justru terlihat cemas, juga ketakutan. Ia melihat sendiri bagaimana Ayah Mertuanya berkali-kali menenangkan Sang Istri. Maharani mengikuti langkah Watini menuju sebuah kamar yang masih berada di lantai satu. Kamar yang menurutnya biasa di sediakan untuk tamu yang bertandang ke rumah ini. Begitu pintu tertutup, hal yang sama sekali tidak pernah Maharani duga terjadi. Ibu mertuanya berlutut di kakinya disertai tangisan. “Maafkan Mami.” Maharani terenyak. Ia masih bergeming beberapa saat hingga