Ketiganya syok karena melihat sosok ular raksasa dari jarak dekat. Ukuran matanya saja lebih dari gepalan tangan mereka. Tidak ada yang bersuara selain merentangkan tangan dan mulai mundur perlahan. “Pergi,” gumam Hugo dengan suara sangat pelan sekali. Takut saja kalau ular raksasa yang wajahnya tepat di hadapan mereka terbangun dan menyadari ada keberadaan manusia di sini. Kilatan tajam berwarna hijau menatap mereka. Sesekali berkedip dengan lambat. Anehnya, ular raksasa itu hanya diam saja. “Kita harus pergi sekarang. Sepertinya dia sedang istirahat sehingga tidak sadar sepenuhnya,” ucap dr. Viona menarik lengan Zea. “Benar, Dok. Tempat lembab ini memang sangat cocok untuk mereka. Lebih baik kita pergi sekarang,” sambung Hugo. Berbeda pendapat lagi dan lagi, Zea menahan diri sambil