“Tenanglah, kami tidak akan melukaimu.” Zea turun dari tanah yang seperti bukit. “Pelan-pelan, Zea.” “Iya, Dok.” Hugo dan dr. Viona juga turun dari sana, mengekori Zea. Sambil tersenyum, Zea mengangkat tangan kanan seraya berusaha menjinakkan hewan raksasa itu dengan sentuhan kasih sayang. “Tenanglah, kami manusia yang baik.” Titanoboa itu tetap diam dan tidak banyak memberontak. Hanya kerjapan lemah salah satu mata, sedang mata satunya tidak berfungsi. Buliran bening yang terus menetes dari mata yang rusak itu membuat Zea sedih. “Aku akan mengobatimu dengan ini. Ramuan ini, aku yang membuatnya. Aku menjamin ramuan ini tidak berbahaya,” ujarnya tersenyum sambil mengusap pelan sisi wajah hingga telapak tangannya menyentuh area lekung yang merupakan bibir. “Aku akan naik di batang itu,