Friday, hari menyebalkan untuk bersekolah, bagiku. Sejujurnya aku terlalu malas untuk bersekolah, walaupun ini hari keduaku tapi aku merasa masih kesepian di sekolah baru itu.
"Mika, C'mon!"
Sial. Aku berjalan gontai menuju ke bawah. Kutemukan mom, Logan, Jared sedang duduk menikmati sarapan mereka. Aku bergabung dan duduk di samping Jared lalu memakan sarapanku dengan lesu.
"Ada apa, Mika?"
Aku menoleh. "Huh?"
"Apa ada hal buruk yang terjadi? Kau terlihat lesu," ujar Jared yang entah kenapa selalu peka dengan keadaanku.
Aku mengedikkan bahu, takut membuatnya khawatir padahal tadi malam kukatakan padanya aku baik-baik saja. "Aku hanya sedang dalam periodku," kilahku tanpa menatapnya.
"Oh, Okey."
Aku menghabiskan sarapanku kemudian pamit pada Jared dan Mom. Kulihat Logan sangat bersemangat sekali karena ia dapat mengendarai mobil sendiri tanpa ada Jared diantara kami dan itu pasti membuatnya bebas.
"Berhenti tersenyum seperti itu Logan. Kau seperti orang gila," ujarku setelah memasang seatbelt.
Logan menatapku datar.
"Why?"
Dan kini ia kembali tersenyum seperti kehilangan akalnya. Aku hanya dapat memutar kedua bola mataku yang kini mulai jengah dengan tingkahnya.
Logan mulai menghidupkan mobil dan melaju kencang membelah jalanan, aku harus berteriak memanggil namanya agar ia berhenti membawa mobil seperti kesetanan.
"Pemberhentian pertama, sekolahmu Mika," ujar Logan saat mobil yang kini kami gunakan telah berada di depan gerbang sekolahku.
Aku merapikan rambutku yang kusut sebelum turun dari mobil.
Aku turun dan melupakan sesuatu, aku berbalik dan Logan masih di sana menatap para gadis. Aku maju hingga bersender di mobil.
"Jika kau tidak menjemputku nanti, kupastikan Jared akan mengetahui tingkahmu tadi. Jelas, Logan?" ancamku.
"Seperti yang kau minta, Nyonya," ujarnya sembari menunduk hormat.
"Oke, bye!"
Aku memasuki sekolah lalu mencari lokerku, meletakkan beberapa buku lalu masuk ke kelasku. Kelas cukup ribut dan sangat menyakiti telingaku, guru sedang rapat hingga jam pertama pelajaran kosong. Berhubung aku tidak punya teman, aku memilih memakai headset sembari membaca novel.
"Kau suka membaca novel?"
Aku tersentak, otomatis pandanganku jatuh pada seseorang yang sudah duduk di depan mejaku. Aku menatapnya datar atau lebih ke arah tidak tertarik.
"Kita bertemu lagi, bukan?" senyumnya.
Ya, dia pria yang menatap hotspanku kemarin dengan m***m. Aku tidak tahu kenapa aku bisa bertemu dengannya lagi. Mungkinkah hari ini memang hari tersialku?
Aku mencopot headsetku dan menutup novel yang tidak sampai setengah k****a. Aku memusatkan perhatianku padanya. "Ada apa?" tanyaku datar.
Pria itu tersenyum lebar dan menurutku menyebalkan. "Tidak ada, hanya menyapa."
"Oh, kalau begitu sudah acara menyapanya bukan?" balasku sarkas.
Ia menggeleng sambil berdecak. "Kau dingin sekali, padahal kemarin kau memakiku dengan kata-kata kasar." aku tidak tau yang dia ucapkan adalah sindiran atau pujian karena nada yang ia gunakan seperti pujian.
"Sebenarnya aku ingin memakimu, tapi maaf, hari ini aku sedang dalam keadaan badmood, bahkan hanya untuk sekedar memakimu," balasku dan kembali memakai headsetku.
"Sangat dingin," ujarnya yang masih bisa kudengar.
Aku mulai membaca novelku dan memilih mengabaikannya.
"Menu hari ini sangat enak, aku suka sup brokoli yang mereka buat. Mungkinkah mereka meletakan sesuatu sehingga aku terus memikirkan sup itu?"
Kefokusan membacaku mulai pecah saat ia berceloteh tentang menu makanan di kantin. Tidak bisakah ia lihat jika aku sedang fokus pada novelku?
"Oh ya, aku lupa jika Josh dan Dale akan bolos hari ini, pasti menyenangkan bisa bolos tanpa harus takut orang tuamu dipanggil."
"Apakah mereka sudah pergi? Mereka tidak mengajakku lagi, memang sialan," ujarnya yang aku bahkan tidak tau siapa Josh atau Dale yang ia sebut.
"Seharusnya kau pergi dengan cepat ke kantin, sop itu cepat hab---"
Clack!
Aku menutup novelku dengan keras dan menatapnya pada kedua bola matanya dekat.
"Oke, apa yang kau inginkan?!" tanyaku kesal dan tidak kuat dengan celotehannya yang tidak kumengerti.
"Semangat ini yang kusuka!" ujarnya antusias.
"Kutekankan ini bukan semangat tapi kekesalan karena kau telah memecahkan kefokusanku membaca. Jadi lebih baik kau katakan apa yang kau inginkan sebelum aku berkata kasar kembali padamu hari ini," kesalku padanya.
Ia tersenyum lebar. "Ayo ke kantin!" ajaknya.
Aku tidak dapat berkata apa-apa, ia berceloteh didepanku hanya untuk ke kantin?
Seriously?!
"Kenapa aku harus pergi bersamamu, kau bisa ke kantin sendiri."
"Aku ingin bersamamu,"
"Tapi aku tidak." sarkasku.
Ia menunduk lesu. "Aku tahu kau sangat sulit ditaklukan,"
Ya! Dan kenapa kau tidak pergi dari sini, weirdos!
"So, bisakah kau menjauh dariku? Jauhnya dirimu membuatku bahagia," sindirku padanya.
Brak!
Ia berdiri dengan tiba-tiba hingga kursi yang ia duduki terjatuh ke belakang membuat suara yang menyita perhatian semua orang.
"Aku tidak akan berhenti menaklukanmu, kau harus tahu itu Mika!" ujarnya lantang hingga semua orang yang ada di kelas ini mendengarnya.
"Lebih baik kau tutup mulutmu, semua orang menatap kita!" bisikku cukup kuat untuk di dengar olehnya.
Ia tersenyum kemudian memutar tubuhnya ke sekeliling sembari berteriak yang membuat jantungku berdebar kuat.
"Bagi semua yang ada disini, kalian akan menjadi saksi jika aku akan menaklukan hati gadis dingin ini, dan membawanya kepelukkanku! Oke!"
"Hentikan! Apa yang sedang kau pikirkan? Jangan membuatmu malu!" bisikku.
Akhirnya pria itu berhenti dan menatap diriku tajam.
"Kau," jari telunjuknya mengarah padaku.
"Akan menjadi milikku, pasti!" tambahnya lalu pergi dari kelas ini yang tiba-tiba menjadi hening.
Aku malu dan berlari keluar kelas sambil menutup wajahku yang memerah seperti kepiting rebus. Pria sialan itu suka sekali membuat masalah!
Tanpa sadar aku malah sampai ke kantin dan memilih duduk di pojok ruangan kantin ini. Lumayan banyak orang yang berada disini pastinya karena jam kosong. Aku menatap mereka yang sepertinya punya geng masing-masing membuatku seperti sendiri di tempat yang ramai ini.
Tidak tahu berbuat apa, aku memilih memesan makanan dan melihat menu. Disana terdapat sup brokoli yang tadi sibuk di celotehkan oleh pria tadi. Haruskan aku mencobanya? Ah! Tidak apa-apa lagian aku baru mencoba makanan di sekolah ini.
Aku kembali duduk setelah memesan. Menunggu beberapa saat, pesananku telah datang dan baunya benar-benar menggiurkan! Alu mengambil sendok dan mencoba kuah supnya.
1
2
3
HELL! Sup ini benar-benar lezat! Aku tidak menyangka ada makanan selezat ini. Aku tidak yakin akan menyisakan sedikitpun sup itu karena sangat membuatku lupa akan sekitar.
Seharusnya yang memasak sup ini diberikan awards atau diberikan sebuah restoran karena aku yakin jika sup ini saja sudah enak apalagi makanan yang lainnya.
Pria tadi ternyata tidak berbohong. Setidaknya ia punya nilai plus sekarang.