“Syukurlah kalau dia tidak mengusikmu.” Aku memandangi Kak Damar yang tengah menegak habis minumannya. Kami baru saja selesai makan siang. Siang ini, Kak Damar makan siang di butik bersamaku. Sebagai permintaan maafku karena tak menunggunya kemarin malam, aku membuatkan makan siang untuknya. Kak Damar sendiri yang berinisiatif makan di butik. “Kak.” Aku masih memandangi wajahnya, menatap manik matanya lekat. “Iya, Sayang.” “Jingga tidak akan lari lagi, mari berjuang bersama.” Kak Damar membawa aku ke dalam pelukannya. “I love you, Sayang.” “Love you too, Kak.” Begitu tiba tadi, Kak Damar memberi ponselnya padaku. Dia memperlihatkan pesan singkat yang kemungkinan besar dikirim oleh Dinda. Pasalnya nomor lama Dinda sudah Kak Damar block. Kali ini pesan dikirim menggunakan nomor bar

