31

1243 Kata

Di salah satu salon eksklusif di kawasan elit Surabaya, aroma lavender dan suara gemericik air mancur buatan memenuhi ruangan dengan nuansa relaksasi. Sofa empuk berlapis beludru merah marun menjadi tempat dua wanita duduk bersisian. Di tangan mereka, cangkir teh melati hangat berembun ringan. Ranti Satya Wijaya tampak anggun dengan atasan sutra warna gading dan rok pensil senada. Rambutnya disanggul rapi, menambah kesan berwibawa namun tetap berkelas. Di sisinya, Kenanga, gadis muda calon menantu pilihan Ranti, tampak cantik dalam balutan dress pastel lembut. Namun dari sorot matanya, tampak keraguan—dan kelelahan. “Kamu kelihatan lelah, Nanga…” ujar Ranti pelan, menyeruput tehnya tanpa melihat ke arah gadis itu. “Apa karena Viren lagi?” Kenanga hanya mengangguk pelan, lalu menghela na

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN