Potongan daging wagyu di piring Nayara digeser begitu saja oleh tangan Adiraja, lalu ditukar dengan potongan steak yang telah ia potong-potong sendiri. Gerakannya tenang, santai, tapi penuh makna. “Apa? Mau aku suapi sekalian?” gumam Adiraja dengan tatapan menggoda, bibirnya sedikit menyeringai meski di sudutnya masih terasa perih bekas gigitan tadi. Nayara terdiam sejenak. Matanya menatap pria itu, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya. “Nggak, Pak. Makasih.” Mereka melanjutkan makan dalam diam yang tidak kikuk—melainkan penuh ketegangan yang samar tapi jelas terasa. Sesekali Nayara melirik bibir Adiraja yang terlihat sedikit bengkak. “Apa sakit?” tanyanya lirih. Adiraja mengunyah dengan lambat lalu mengangkat bahu. “Sedikit. Tapi menyenangkan.” Senyumnya berbahaya. Tatapan mata

