21

1312 Kata

Langkah mereka menyatu dalam irama musik yang pelan, tetapi hati Nayara justru berdetak tak beraturan. Tatapan Adiraja terlalu dekat, terlalu lekat—seolah ingin membacanya hingga ke dasar jiwa. Ia tak mampu membalasnya lama-lama. Pandangannya sering teralihkan ke sisi lain ballroom, atau ke pundak Adiraja, seolah ingin melarikan diri dari perhatian pria itu. Bahkan beberapa kali langkahnya nyaris keliru, tergelincir kecil karena ia memang tak terbiasa berdansa. Namun setiap kali itu terjadi, tangan Adiraja selalu sigap menahan tubuhnya. Ia tak berkata apa-apa, tapi senyum tipisnya—yang tak terlihat oleh siapa pun kecuali Nayara—cukup untuk membuat d**a perempuan itu sesak. “Pak…” bisik Nayara, suaranya nyaris tak terdengar di antara musik, “aku boleh ke toilet sebentar?” Adiraja menund

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN