Rangga menatapnya cepat. "Mencium-mu tidak akan membuatku kotor, kau istriku, aku berhak melakukan yang lebih dari itu, terlepas apakah pernikahan ini palsu di mata kita, tapi dalam agama dan negara kita sah." Naima mengeratkan selimutnya. " Aku jadi takut kau berkata begitu." Rangga tertawa geli. Naima terkadang bisa jadi begitu polos. "Kemaren itu aku emosi, mulutmu tidak berhenti mengoceh, itu makanya aku menutupnya." Naima semakin jengkel, jadi cuma karena dia mengoceh makanya Rangga menciumnya? Naima lebih memilih mencium batu jika itu kenyataannya. Ada perasaan kecewa di hatinya, entah kenapa. Dia meyakini tak memiliki rasa apa-apa pada Rangga, tapi, kenapa rasa luka itu ada? rasa tak berharga, karena ciuman itu niatnya hanya untuk menutup mulutnya. "Ini sudah jam sebelas mala