Terdengar ketukan pelan di pintu ruanganku. Kukira Dirga, tapi ternyata Vidya yang masuk. “Boleh masuk, Tara?” suaranya terdengar lembut, beda sekali dengan nada tajamnya tadi pagi. Aku refleks berdiri. “Oh, Vidya, silakan masuk.” Dia melangkah anggun, bibirnya melengkung membentuk senyum ramah. Anehnya, tidak ada lagi wajah angkuh seperti biasanya, malah terlihat hangat seolah menyapa teman dekat. “Makan siang di luar yuk. Aku ingin coba restoran baru dekat sini.” Aku mengerjap, agak heran. “Makan siang bareng di luar?” “Iya, kenapa? Jangan khawatir, aku yang traktir. Anggap saja sebagai ucapan selamat karena kamu sekarang jadi salah satu orang kepercayaan Bu Sania,” jawabnya. Nada bicaranya benar-benar manis, sampai aku curiga apakah ini jebakan. “Ehm, sebenarnya aku sudah berenc

