Ajakan Tara

1959 Kata

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku masih duduk di sofa ruang keluarga, laptop terbuka tapi layar hanya menampilkan halaman kosong. Sejak sore, pikiranku tidak bisa fokus. Bukan hanya karena tawaran Bu Sania yang terus terngiang, tapi juga karena pesan Dirga siang tadi—dan foto jahilnya yang membuatku semakin bingung. Aku menoleh ke jam dinding. Kenapa lama sekali? Biasanya jam segini dia sudah pulang. Detik berikutnya, terdengar bunyi beep dari pintu. Aku langsung bangkit dan cepat-cepat menghampiri pintu. Begitu pintu terbuka, aku tercekat. “Dirga?” teriakku. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan kondisi yang membuat jantungku hampir berhenti. Rambutnya berantakan, wajahnya lebam di pipi kiri, sudut bibirnya pecah, dan kemeja putih yang tadi sempat dipamerkannya kini ku

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN