Aku baru saja merebahkan tubuh di atas ranjang hotel. Rasa lelah masih menempel setelah seharian memastikan rapat berjalan lancar—kecurangan para manajer berhasil terungkap, dan yang terpenting, Tara tetap aman. Kelopak mataku mulai terasa berat ketika tiba-tiba terdengar ketukan dari arah pintu. “Siapa lagi yang menggangguku—” gerutuku malas. Dengan enggan aku bangkit, menyeret langkah menuju pintu. Begitu pintu kubuka, sambutan pertama yang kudapat bukanlah senyuman atau sapaan ramah, melainkan sebuah pukulan telak di lengan kiriku. “Aw!” Aku meringis, buru-buru mengusap lenganku. “Mama?! Kenapa mukul aku?!” Mama berdiri dengan tangan bersedekap, matanya menatapku tajam. “Dasar anak baik! Bisa-bisanya membohongi gadis sepolos Tara.” Aku langsung meringis. Lalu mengajak Mama masuk ke

