Empat

1001 Kata
Farhan pulang ke rumah dengan suasana hati yang bahagia. Dalam perjalanan, tak hentinya ia bersenandung. "Lucu sekali aku ini. Seperti ABG saja. Baru mendapatkan surprise ulang tahun saja, sudah sukses membuat mood-ku menjadi benar-benar bagus," gumamnya. Memasuki pekarangan rumah, terlihat sudah ada Naura, Dira, dan Niken yang sedang duduk-duduk di teras. Turun dari mobil, senyum Farhan mengembang. Ia mengira akan mendapatkan surprise kedua karena tidak biasanya istri dan anak-anaknya berkumpul di teras saat jamnya pulang. Farhan memberi salam yang kemudian dijawab oleh ketiganya. "Ada apa, nih ... tumben pada ngumpul di depan. Lagi nungguin Ayah, ya?" tanyanya. "Itu, Mas ... tadi ada kecelakaan di depan rumah kita. Karena penasaran, kami jadi pada melihat. Eh, keterusan duduk-duduk di sini." "Oh ...." Senyum Farhan sirna seketika. Ternyata ia telah salah sangka. Terlalu percaya diri. Bertahun-tahun hidup bersama sang istri, harusnya ia paham, Niken bukan tipe orang yang suka memberi kejutan. Bukan juga orang yang suka merayakan ulang tahun. Ulang tahun anak-anaknya saja tidak pernah sekalipun dirayakan. *** "Mas ... yuk, makan. Sudah ditunggu anak-anak," ucap Niken mengajak Farhan makan malam bersama. "Aku masih kenyang, Ken. Kebetulan, tadi ada klien yang mentraktir makan sebelum pulang." "Apa, Mas juga tidak mau menemani kami makan?" "Hari ini aku absen dulu. Aku benar-benar lelah. Hari ini, dari pagi sampai sore aku full di luar kantor." "Baiklah, selamat istirahat kalau begitu." Niken merasa kecewa. Tetapi mau bagaimana lagi, ia harus memahami kondisi sang suami. Niken keluar dari kamar. Sementara Farhan kembali sibuk dengan ponselnya. Kejutan yang Nadia berikan hari ini, membuat pria itu semakin penasaran. Dibukanya aplikasi i********:, dicarinya akun milik Nadia. Sekali klik, Farhan sudah bisa melihat foto-foto milik sekretarisnya. Karena akun Nadia memang diprivasi sebelumnya. 'Berarti dia sedang on,' batin Farhan. Tanpa pikir panjang, pria itu masuk ke kolom dirrect message. [Hai] [Makasih udah ijinin aku buat jadi follower kamu] [Hai juga] [Nggak lagi sama istri dan anak-anak? Jam segini on] [Enggak. Lagi di kamar. Lagi baca-baca berita online] Chat Farhan dan Nadia berlanjut. Hingga tanpa terasa, jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Niken masuk kamar saat Farhan masih fokus dengan ponselnya. Bahkan senyum bahagia dapat Niken lihat di wajah suaminya. "Bahagia banget ... lagi baca apa, sih? Atau lagi chat sama siapa?" Farhan gugup saat mendengar suara istrinya. Namun, ia mencoba untuk bersikap tenang. "Ini, sama Rio dan yang lain. Biasa, mereka cerita kejadian lucu yang terjadi di proyek," kilah Farhan. Tidak menaruh curiga sedikit pun, Niken justru bergabung dengan Farhan. Naik ke ranjang, lalu mencari tempat ternyamannya. Pelukan sang suami. *** Paginya, usai mengantar putra dan putrinya ke sekolah, Farhan melajukan mobilnya menuju kentor. Namun, saat ia melewati komplek perumahan Nadia, ia mengubah rencana. Dibelokkannya mobil ke komplek itu. Sampai di depan rumah Nadia, pria itu turun dari mobil. Tanpa keraguan, ia mengetuk pintu bercat putih polos di depannya. Tidak lama, pintu terbuka. Nadia yang saat itu sudah mengenakan stelan kerjanya dengan wajah yang masih polos tanpa makeup, cukup terkejut dengan kehadiran sang bos. "Lho, Mas Farhan?" "Hai ... selamat pagi ...." "Ada apa, Mas? Tumben ke sini pagi-pagi." "Jemput kamu. Kenapa? Nggak boleh?" "Wow. Seorang bos menjemput sekretarisnya. Aku tersanjung." "Boleh masuk nggak, nih?" "Tentu, dong ... silakan masuk, Pak Bos!" Farhan dan Nadia masuk rumah. "Mau minum apa? Biar aku buatkan." "Nggak usah. Sana kamu dandan. Biar nggak kesiangan!" "Oke. Aku ke kamar dulu." *** Akhir pekan, Nadia datang ke rumah Niken. Namun, sahabatnya itu sedang tidak ada di rumah. "Ke mana Niken, Mas?" "Tadi sepupunya datang ke sini, terus ngajak Niken buat nemenin belanja. Eh, anak-anak malah minta ikut." "Yah ... aku pulang aja kalau gitu." "Kenapa harus pulang? Nonton aja, yuk!" "Berdua sama Mas?" Farhan mengangguk. "Niken nggak pernah mau aku ajak nonton." "Apa nggak apa-apa kalau Niken tahu?" "Enggak ... kamu tenang saja." "Baiklah." "Oke, aku ambil kunci mobil dulu." *** Sesampainya di bioskop, mereka memilih film yang akan mereka tonton. Kemudian antre di loket untuk membeli tiket. Setelah tiket berada di tangan, mereka masuk ke dalam studio. Mereka memilih tempat duduk yang berada di paling atas dan paling ujung. Film di putar. Tanpa mereka sadari, tangan mereka saling menggenggam. Begitu sadar tangan saling terpaut, mata mereka saling pandang. Senyum terbit di bibir mereka. Kemudian tanpa berniat melepas genggaman, mereka melanjutkan kembali fokus ke film yang sedang ditonton. *** "Hari ini aku mau keluar menemui klien. Kamu ikut ya, Nad!" "Oke. Aku selesaikan dulu laporan keuangan bulan ini." Pukul sebelas siang, Farhan dan Nadia meninggalkan kantor. Mereka akan menemui klien baru di salah satu restoran. Sesampainya di tempat itu, mereka segera memesan meja. Tidak lama, orang yang ditunggu sampai di tempat. "Sudah lama Pak Farhan?" "Tidak, Pak ... saya juga baru sampai." "Ini?" Pria yang diperkirakan berusia tidak jauh dari Farhan itu menanyakan keberadaan Nadia. "Oh ... ini sekretaris saya." "Nadia ...." "Indra." Mereka saling berjabat tangan. Hal itu tak luput dari pandangan Farhan. "Mari Pak Farhan, kita mulai!" "Baiklah." Farhan mulai menjelaskan ide-idenya. Saat ia menjelaskan, mata Indra terus saja memandangi Nadia. Tanpa sadar, Farhan merasa kesal dengan apa yang Indra lakukan. "Bagiamana Pak Indra?" tanya Farhan diakhir penjelasannya. "Saya setuju saja, Pak." "Mohon maaf, saya perhatikan tadi Pak Indra tidak mendengarkan ketika saya menjelaskan. Bapak terus saja memandangi Nadia." "Oh, maaf, Pak ... itu hanya perasaan Pak Farhan saja. Saya juga mendengar semua yang Bapak jelaskan. Saya memang orangnya begini. Tenang saja ... saya orangnya fleksibel." "Baiklah ... jadi Bapak setuju?" "Ya ... sangat setuju." Indra meninggalkan restoran setelah makan siang dan meeting selesai. Farhan pun keluar dari restoran kemudian kembali ke kantor. Sesampainya di kantor, Farhan dan Nadia masuk. "Ke ruanganku, Nad!" "Baik, Mas." Farhan masuk lebih dulu ke ruangannya. Sementara Nadia terlebih dulu meletakkan tas di mejanya, kemudian masuk ke ruangan sang bos. Saat Nadia masuk, Farhan sedang berdiri di balik pintu. Tanpa Nadia duga, pria itu menarik tangan Nadia hingga tubuhnya menubruk suami sahabatnya itu. Tanpa paksaan, Farhan mencium bibir Nadia. Janda berusia 38 tahun itu pun membalas. Tanpa diungkapkan pun, mereka sama-sama tahu perasaan masing-masing. oOo
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN