Alexa kembali bersendawa setelah meneguk air mineral. Ah lega sekali. Rasanya dunia kembali terang setelah ia menghabiskan sebungkus nasi dan sebotol air mineral.
"Kamu punya hubungan apa dengan Pak Gala, Milah?" Alexa melirik seorang gadis ayu yang diperkenalkan Wiwid tadi sebagai Nenny. Di antara banyak teman-teman barunya, sebenarnya Nenny ini yang paling cantik. Wajahnya manis dan gerak-geriknya feminim sekali. Ia juga jarang berbicara. Namun sekalinya membuka mulut, kalimatnya ajaib juga.
"Memangnya kenapa, Nen?" Alexa balas bertanya. Ia memang tidak menyukai basa basi. Sebenarnya ia sudah bisa menebak ke arah mana Nenny akan menggiring topik pembicaraan. Namun ia sengaja pura-pura tidak tahu saja. Roman-romannya masalah cemburu ini.
"Nggak apa-apa sih, Milah. Aku-eh saya cuma mau bilang kalau--"
"Udah pakai aku saja." Alexa memotong kalimat Nenny.
"Gue juga sebenarnya ribet banget ngomong pake kata ganti saya... saya. Aneh banget rasanya. Berhubung kayaknya kita semua pada seumuran, kita nggak usah pake bahasa formal ya? Pegel rahang gue soalnya." Interupsinya disambut jempol oleh teman-teman barunya. Mereka malah senang kalau mendengarnya ber lo gue. Berasa seperti tengah menonton sinetron kejar tayang di televisi kata mereka. Namun Wiwid mengingatkan, kalau ia tetap harus menggunakan bahasa formal apabila berbicara dengan orang-orang yang berusia jauh di atasnya. Ya harus tetap mempertahankan toto kromo katanya.
"Nah, aku lanjutkan ya, Milah. Pak Gala itu tidak menyukai gadis kota. Dulu ada seorang gadis kota yang KKN ke desa ini. Terus gadis itu mati-matian ingin menggoda Pak Gala, tapi tidak berhasil," Nenny tersenyum bangga saat menceritakannya. Si Nenny ini sepertinya puas banget ngeliat orang gagal etdah.
"Nah ada juga tuh seorang pengusaha wanita kota yang sampai menyusul ke sini, karena ingin dekat dengan Pak Gala, eh ditolak juga. Bahkan ada artis sinetron yang kala itu shooting sinetron di sini, dan bermaksud mendekati Pak Gala. Dan nasibnya sama dengan yang lain. Ditolak juga. Jadi intinya, aku cuma mau bilang kalau Pak Gala itu seleranya bukan gadis kota. Pak Gala menyukai gadis desa yang anggun dan bersahaja," imbuh Nenny lagi.
"Iya 'kan teman-teman?" Nenny mengalihkan pandangan pada Wiwid, Rita dan Asni. Meminta dukungan atas pernyataan sepihak yang ia berikan.
"Iya, gadis-gadis kota tidak menarik perhatian Pak Gala. Pokoknya Pak Gala anti gadis kota yang biasanya sombong dan kasar. Pak Gala itu suka yang ayu dan menenangkan. Iya 'kan teman-teman?"
Rita mendukung penuh pernyataan Nenny. Ia malah menambahkan pernyataan sepihak Nenny dengan hasil pemikirannya sendiri. Buju buneng kutu kupret ini orang-orang pada yakin amat ya dengan hasil mengarang bebas pemikirannya sendiri.
Wiwid dan Asni mengangguk mengiyakan. Alexa tersenyum kecil. Begini ini nih sikap kaumnya yang kadang membuatnya malu sendiri. Mereka semua ini ternyata memendam hasrat ingin menjadi pasangan Gala. Namun bukannya berusaha menunjukkannya pada yang bersangkutan, mereka malah sibuk menjegal orang yang mereka anggap sebagai rival. Bodohnya keroyokan.
"Oh, jadi menurut kalian Pak Gala itu nggak suka dengan gadis kota, karena sombong dan kasar? Terus Pak Gala sukanya wanita desa yang lembut, ayu dan meneduhkan. Seperti kalian berempat ini contohnya ya?" Sindirannya membuat empat orang di depannya salah tingkah.
"Ya, tidak harus seperti kami berempat juga sih, Milah. Tapi intinya Pak Gala nggak suka gadis kota. Aku mengatakan hal ini karena aku kasihan padamu. Aku tidak mau kamu patah hati karena terlanjur menyukai Pak Gala terlalu dalam," imbuh Nenny lagi. Wacananya saja kasihan takut dirinya patah hati. Tapi air muka si Nenny ini tampak busuk sekali. Kontradiktif sekali pernyataan si Nenny ini bukan?
Astoge, ini orang-orang pada ngemeng apaan? Mereka yang takut menambah saingan, malah memfitnah keadaan. Yaelah, perempuan... perempuan. Eits, tapi dia juga pernah bersikap seperti mereka semua sih. Untung saja ia cepat sadar sebelum terlalu lama menjadi orang jahat.
"Pak Gala nggak suka gadis kota, karena selera Pak Gala adalah gadis desa," Alexa manggut-manggut.
"Lantas sampai hari ini mengapa tidak ada satu gadis desa pun yang beliau pacari? Minimal satu di antara kalianlah. Padahal kalian menganggap diri kalian sebagai gadis ayu, yang lembut dan menenangkan." Alexa pura-pura menanyakan pertanyaan yang polos.
Hening.
Keempatnya terdiam dan saling memandang satu sama lain. Karena keempatnya tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka ia akan mencuci otak-otak tidak kreatif teman-temannya ini.
"Lo semua denger ya? Pak Gala bukannya nggak suka dengan gadis kota ataupn gadis desa. Pak Gala itu belum jatuh cinta saja. Coba kalau ia sudah jatuh cinta pada seseorang. Mau gadis itu ayu, lembut atau kasar dan bar bar sekalipun, kagak bakalan ngaruh. Pasti akan dikejar mati-matian oleh Pak Gala. Jadi perbandingannya bukan sekedar pada gadis yang berasal dari kota atau gadis desa. Gadis yang berasal dari goa hantu gunung Galunggung sekalipun bakal Pak Gala jabanin kalau ia sudah cinta. Sampai di sini kalian semua mengerti kagak?"
Keempatnya diam tertunduk dengan wajah memerah. Nenny sudah menunjukkan air muka ingin menangis. Cemen banget semuanya etdah! Tapi jujur ia kasihan juga. Teman-teman barunya ini tidak mempunyai keberanian untuk menunjukkan cintanya. Akibatnya ya begini ini. Saling sikut kanan kiri pada orang-orang yang mereka anggap rivalnya saja. Unfaedah banget elah!
"Gue nasehatin satu hal pada kalian semua ya? Kalo kalian suka sama seseorang, ya bilang aja terus terang. Kalo kalian semua merasa hal tersebut terlalu ekstrem, ya minimal tunjukkan dong. Kasih kode-kode apa kek, biar orang yang kalian taksir itu tahu. Minimal merasalah. Daripada kalian memendam perasaan sendiri, lama-lama sakit kuning yang ada."
Empat kepala yang menunduk satu-persatu itu mulai mengenadah. Sepertinya kalimat terakhirnya membuat mereka tertarik.
"Memang boleh?" tanya Nenny ragu-ragu.
"Memangnya siapa yang bilang tidak boleh? Tuhan? Kagak kan? Hukum pidana? Coba sebutkan pasal berapa yang melarang seorang perempuan mengungkapkan perasaan?" Alexa memutar bola mata. Ribet banget cara berpikir teman-teman barunya ini.
"Emang tidak sih, Milah. Ya tapi apa nggak malu?" lanjut Nenny lagi.
"Malu? Kok malu? Emang lo ngapain? Nyolong? Kagak kan? Korupsi? Nggak juga kan? So, kenapa lo malu? Yang malu itu kalo lo ngembat laki orang. Flirting-flirting sama laki-laki yang udah punya pasangan resmi. Nah itu lo kudu malu. Akhlakless namanya. Pelakor sebutan gampangnya. Kalo itu lo semua kudu malu."
"Tapi ntar kalo ditolak gimana, Milah?" Kali ini Rita lah yang bersuara.
"Nah kalo itu namanya resiko. Kita boleh suka sama siapa aja. Tetapi kita tidak berhak memaksakan rasa suka kita. So, kalau meteka menolak, ya sudah. Pokoknya kita usaha. Cari laki-laki lain kek. Kan masih banyak spesies laki-laki lainnya. Moved on dong."
Alexa memutar bola mata. Pemikiran teman-temannya ini masih tradisionil sekali. Namun jujur di Lubuk hatinya yang paling dalam, ia memahami perasaan teman-temannya ini. Dirinya juga pernah cinta mati kepada Tangguh, sehingga ia mengupayakan hal-hal di luar batas kewajaran. Cinta memang rumit. Oleh karena itulah ia ingin teman-temannya tidak melakukan hal yang salah lagi seperti dirinya dulu. Berjuang demi cinta itu sah-sah saja. Asal kita tahu sampai di batas mana kita harus berhenti.
"Udah yuk. Mari kita berhenti bergossip. Apalagi orang yang kita gosipin ada di belakang kita. Mari kita bekerja yang rajin."
Alexa berdiri seraya meraih ember hitam yang masih berisi cabe merah. Ia bermaksud menuang cabe merah itu ke dalam wadah besar. Dengan begitu ia bisa memetik cabe-cabe baru dan meletakkan hasilnya di dalam ember. Melihatnya berdiri keempat temannya mengekori. Memang sudah waktunya kembali bekerja. Rekan-rekan mereka yang lain pun sudah mulai berjalan kembali ke kebun.
"Milah, aku penasaran. Kamu sebenarnya suka atau tidak dengan Pak Gala? Kalau kami berempat, ya kami sudah tidak perlu berbohong lagi. Kamu sudah mengertilah." Nenny kembali membuka suara.
"Kenapa lo menanyakan hal itu?" Alexa menaikkan satu alisnya.
"Untuk berjaga-jaga. Setidaknya aku jadi tahu berapa banyak sainganku sekarang. Aku tidak suka ditikung," tukas Nenny sungguh-sungguh.
"Oke. Alasan lo masuk akal. Maka gue akan menjawab sesuai kenyataan yang ada. Untuk saat ini gue sama sekali tidak tertarik kepada Pak Gala," ucapnya jujur.
"Saat ini. Berarti ada kemungkinan kamu suka di suatu hari nanti," desah Nenny resah.
"Ya, nggak tahu juga kali, Nen. Gue kan bukan Tuhan Yang Maha Tahu segala. Tahu kejadian apa yang akan terjadi selanjutnya. Lagian ya, kalau gue suka terhadap seseorang, gue nggak akan main tikung-tikungan. Akan gue tunjukin perasaan gue yang sebenarnya. Kalau perlu, gue cium itu orang di depan mata lo semua," semburnya kesal. Teman-temannya ini aneh sekali. Bukannya mempersiapkan diri melakukan pernyataan cinta pada Gala. Ini mereka malah sibuk memikirkan rival-rival mereka. Ogep memang. Sama seperti dirinya dulu. Untung ia keburu sadar.
"Kamu mau mencium siapa Jamidun?"
"Eh copot... copot..." Alexa kaget saat melihat Gala tiba-tiba muncul di belakangnya. Di sampingnya Bagus nyengir. Bagus pasti menertawai latahnya. Ia memang kerap kaget apabila melihat seseorang muncul secara tiba-tiba. Asal muasalnya adalah rumahnya yang memang memiliki banyak pintu rahasia. Alhasil papanya atau abangnya, Xander sering muncul begitu saja dari balik tembok yang sebenarnya adalah pintu rahasia. Seruni, istri Antonio juga pernah nyaris pingsan melihat abangnya keluar dari tembok begitu saja.
"Jangan mengalihkan pembicaraan. Siapa orang yang mau kamu cium? Baru beberapa hari ada di kampung ini, kamu sudah berniat berbuat m***m. Jangan-jangan macam-macam kamu Midun. Ini kampung bukan kota besar."
Yaelah ini manusia sebiji, bawaannya negatif thinking saja.
"Saya bukannya mau mencium orang, Pak Boss. Tapi mau mencium ini nih!" Alexa meraup cabe secara sembarang dan menciumnya kuat. Ia kesal karena Gala terus saja memikirkan hal yang buruk tentangnya. Namun ia merasa aneh sejurus kemudian. Mulutnya terasa sangat pedas. Sedetik, dua detik, ia tidak bisa lagi bersuara. Ia segera meraih botol air mineralnya. Sialnya air meneralnya sudah habis.
"Aduh panas banget mulut saya, Pak Boss?" Alexa menyeka mulutnya dengan ujung lengan bajunya. Alih-alih rasa panasnya hilang, ini malah semakin terasa panas. Malah menyebar hingga ke pipinya.
"Jangan diseka begitu! Ayo ikut saya," seru Gala. Alexa pasrah saja dihela oleh Gala ke arah gubuk kecil tempatnya berganti pakaian tadi. Yang penting Gala bisa menghilangkan rasa panas yang kini menyebar di seluruh wajahnya.
"Sini. Gala membawanya ke pancuran. Menampung air di tangan dan membasuh mulutnya dengan air dan sabun batang. Alexa diam saja. Karena kini matanya juga ikut perih. Setelah membasuh wajahnya dengan air dan sabun, Gala mengoleskan semacam minyak ke mulut dan pipinya. Lumayan. Karena perlahan-lahan rasa panas itu mereda. Syukurlah.
"Lain kali jangan nekad untuk mencium cabe. Kalau kamu memang ingin sekali mencium sesuatu, ciumlah sesuatu yang bisa balas balik menciummu. Paham kamu?"
Eh sianying gue belum punya pacar? Siapa yang harus gue cium coba? Dasar usul unfaedah!